"Eh by the way lo mau ngasih kita apa Ver?" tanya Sila kepada Verlia.
Tangan Verlia terjulur mengambil sesuatu di dalam kolong mejanya. "Nih cokelat buat kalian berdua. Oleh-oleh dari mama."
Verlia memberikan masing-masing satu bungkus cokelat Merlion oleh-oleh dari Singapura kepadaku dan Sila.
Aku menerimanya. "Thanks Ver."
Sila tersenyum lebar. "Wah thanks loh Ver."
Verlia manggut-manggut.
Aku mulai membuka kotak bungkus cokelat bergambar Merlion, lalu memakannya. "Mama lo pulang kapan Ver?" tanyaku.
"Kemarin Die. Mama pulang cuma mau memastikan kondisi gue aja sih. Dua hari lagi, kan, mau turnamen Southeast Asia Cheerleader di Singapur," jelasnya.
Sila menelan cokelat. "Wah, selamat ya Ver."
Verlia tersenyum, lalu mengangguk. "Ini juga berkat kalian. Kalau kalian nggak bantu gue di masa terpuruk. Gue nggak bakal sampe di sini." Verlia menghela napas sebelum melanjutkan. "Setelah Bryan kurang ajar sama gue. Setelah gue keguguran anaknya, gue nggak nyangka bisa melalui masa-masa itu. Sekali lagi thanks ya berkat kalian."
Aku dan Sila sama-sama mengangguk sambil tersenyum. "Sama-sama Ver."
Suara decakan seseorang sontak membuat kami bertiga menoleh ke ambang pintu. Di sana Stela--- kali ini tidak bersama geng-nya--- berjalan sangat santai, tangan kanannya membawa sebuah ponsel sambil berdecak. Dari raut wajahnya aku bisa melihat Stela mau mencari gara-gara lagi dengan kami.
"Ck ... Ck ... Ck."
Dahiku mengernyit. Apa jangan-jangan Stela menguping pembicaraan kami barusan. Bisa gawat jika Stela tahu rahasia Verlia.
"Ver ... Ver, ternyata lo nggak sepolos yang gue kira." Stela berdecak sambil geleng-geleng kepala.
Verlia berdiri. Lalu menatap tajam ke arah Stela yang kini sudah berada di depannya. "Apa maksud lo?"
Stela tersenyum kecut. "Pura-pura nggak tahu segala lagi. Gue tahu semua rahasia lo Ver. Rahasia lo pernah hamil anak Bryan."