Semua jendela kamar aku biarkan terbuka karena siang ini hawanya sangat panas. Aku juga sengaja tiduran di lantai sambil mendengarkan musik lewat headset. Sangat nyaman. Dingin lantai mulai terasa menembus tubuhku yang kepanasan ini, sedangkan semilir angin sesekali masuk melalui jendela menerpa sekujur tubuhku.
Namun, kenikmatan itu seketika lenyap saat mama berteriak memanggilku dari lantai bawah. "Die ... Alodie ...."
"Iya Maa ...." jawabku sambil bangkit melangkah menghampiri mama.
Kini aku sudah berada di lantai bawah, di dapur. "Kenapa Ma?"
Mama yang sedang membuat jus--- tanda-tanda ada tamu nih--- menoleh balas menatapku. "Itu dicariin Lucas."
Aku mengernyitkan dahi. "Kak Lucas? Ngapain dia ke sini?"
Mama menggeleng, lalu tersenyum. "Kok tanya Mama. Langsung temui aja sana. Tanyain langsung Die."
Aku manggut-manggut lalu melangkah menuju ruang tamu. Dalam hati aku bertanya-tanya ada apa Lucas mencariku, bukannya tadi dia sok nggak kenal denganku? Masih sakit loh dicuekin kayak tadi. Masa aku senyumin dia nggak ngrespon apa-apa. Padahal tadi itu kami berpapasan, jaraknya juga sangat dekat, berhadap-hadapan malah. Masa sih dia nggak ngeliat aku?
Aku menghela napas saat kakiku sudah berada di ruang tamu. Di sana Lucas menggenakan celana jeans hitam atasan jaket denim biru, kali ini kaos dalamannya berwarna hitam. Dia menoleh lalu memandang ke arahku yang tengah berjalan mendekatinya.
Aku duduk di hadapannya. "Ada apa ya, Kakak ke sini?" ucapku sedikit ketus karena masih kesal saat kejadian tadi di sekolah, saat Lucas sok tidak kenal denganku.
Dahi Lucas berkerut. "Gue nemu buku catatan bahasa Inggris lo di tumpukan buku, Die," ucapnya sambil memberikan buku kepadaku.
Oh, makannya kemarin malam aku cari-cari nggak ada, ternyata ketinggalan di rumah Lucas.
Aku menerimanya. "Thanks Kak."
"Nih jusnya di minum dulu Cas." Suara mama membuatku dan Lucas sama-sama menoleh ke arah mama yang tengah meletakan jus jeruk dan kue di atas meja.
Lucas mengangguk. "Makasih Tante."
Mama mengangguk setelahnya pergi meninggalkan kami berdua.
Tangan Lucas terjulur mengambil segelas jus, meneguknya sedikit. Dia kembali meletakan segelas jus ke atas meja lalu mendongak balas menatapku. "Hari ini lo ada acara nggak, Die?"
Aku memicingkan sebelah alisku. "Memang, kenapa Kak?"
"Mau ikut ke bazar buku?"
Aku nggak salah denger kan, Lucas mengajakku keluar? Tadi sok nggak kenal, kok tiba-tiba sekarang ngajak keluar.
Aku menarik napas panjang. "Ngapain ngajakin keluar, tadi aja Kakak sok nggak kenal kan sama gue?"
Lucas mengernyitkan dahi. "Kapan gue sok nggak kenal sama lo, Die?"
Heh? Kok malah tanya balik. Masa sih Lucas tadi nggak liat aku, jelas-jelas kami berpapasan sangat dekat. Apa dia pura-pura lupa?
"Loh tadi pagi kan kita sempat papasan kak, terus gue senyum mm ...," aku menghela napas, "ke Kakak. Emang Kakak benar-benar nggak liat gue ya?" Loh ... loh kenapa aku jadi marah gini cuma tadi nggak disenyumin balik? Seharusnya aku nggak bereaksi berlebihan seperti ini.
Lucas tersenyum singkat membuat dahiku berkerut. Kok malah senyum, lagi kesel loh ini.
"Tadi gue nggak liat lo Die. Buat apa gue sok nggak kenal sama lo."
Iya juga ya. Aku menghela napas, kenapa juga aku mempermasalahkan hal seperti tadi dan bersikap seperti bocah. Mungkin efek karena aku lama nggak ketemu sama Lucas, terlebih sekali disapa dia nggak ngrespon.
Untuk kedua kalinya aku menghela napas. Lucas nggak ngrespon karena dia memang tidak melihatku, jadi nggak seharusnya aku bersikap ketus seperti tadi kepadanya.
Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal lalu tersenyum canggung. "Oh gitu ya Kak. Hehe sorry deh Kak."
Lucas mengangguk. "Gimana, jadi ikut nggak Die? Kalau nggak mau gue ke sana sendiri aja."
Loh kok gitu, aku aja belum menjawab kok malah sana membuat jawaban sendiri. Tentu saja aku mau ikut. Sudah lama aku nggak membeli novel, terlebih ada bazar sehingga aku bisa membeli dengan harga lebih murah dari harga biasanya.