Aku menarik ujung belakang baju Lucas, Lucas menghentikan langkah. "Kak," panggilku agak keras karena suasana ramai acara pentas seni perpisahan masih berlangsung. Dia menoleh balas menatapku, alisnya terangkat sebelah.
"Thanks kak," ucapku.
Dia tersenyum kalem lalu mengangguk. "Sama-sama Die."
Aku menggigit bibir bawahku. Berharap Lucas akan mengatakan sesuatu kepadaku, setidaknya ucapan selamat tinggal. Karena setelah acara perpisahan ini selesai, maka tidak ada alasan bagi kami untuk bertemu. Tapi dia hanya diam, memandangku dengan tatapan yang sulit aku artikan, apa mungkin dia juga menungguku mengatakan sesuatu?
"Gue pergi dulu, Die," ucap Lucas akhirnya, membuatku menghela napas, aku kira dia akan mengatakan kata-kata perpisahan yang manis kepadaku. Wajar saja bukan, seorang teman mendapatkan ucapan perpisahan dari temannya. Ya Lucas temanku, makannya aku menunggu ucapan perpisahan darinya. Tapi dia sama sekali tidak mengatakan apa-apa kepadaku, dasar manusia es!
Aku mencegahnya pergi. "Kak ada yang pengin gue omongin."
Sebenarnya aku hanya ingin mengajak Lucas pergi makan, itung-itung sebagai ucapan terima kasih karena telah menolongku tadi di atas panggung, em tidak-tidak ... jujur saja hanya itu alasanku agar bisa bertemu lagi dengan Lucas sebelum dia benar-benar pergi ke Jogja. Jogja? Bahkan Lucas sama sekali tidak memberitahuku di universitas mana dia akan kuliah.
Aku mendengus. Aku bukan siapa-siapa Lucas, aku hanya teman biasa. Jadi buat apa dia memberitahuku, universitas mana yang akan dia pilih. Konyol!
Dia kembali menoleh, balas menatapku dengan alis saling bertautan.
Aku menghela napas untuk kedua kalinya. "Kakak nanti malam ada acara nggak?"
Lucas menggeleng. "Memangnya kenapa?"
"Kakak kan udah nolong gue tadi di panggung, jadi nanti malam gue ajak makan mau?" ucapku setelahnya tiba-tiba pipiku terasa memanas, mungkin sudah memerah.
Aku memalingkan wajah ke arah lain agar Lucas tidak tahu pipiku memerah. Aku meringis, semenjak kapan aku jadi berani mengajak seorang cowok pergi terlebih dahulu. Argam saja, cowok yang aku sukai belum pernah aku ajak pergi kecuali dia dulu yang mengajakku pergi.
Lucas tersenyum simpul. "Boleh Die, nanti malam gue free. Mau makan di mana?"
"Terserah Kakak deh. Gue yang nraktir kok."
Lagi-lagi Lucas tersenyum. "Nanti malam lo gue jemput ya?"
Aku mengangguk. "Ok Ka---" Aku menghentikan ucapanku saat seseorang menjerit memanggilku, sontak aku dan Lucas menoleh ke sumber suara. Di belang sana Rafael berjalan ke arahku sambil sesekali melambaikan tangan masih memanggilku.
"Die lo dicariin tuh sama Miis Wenda," ucapnya saat sudah berada di hadapanku.
Aku mengernyitkan dahi. "Ngapain nyariin gue?" bingungku. Miss Wenda itu guru bahasa Inggris tapi dia juga pelatih ekstrakurikuler band.
Rafael menggelengkan kepala. "Mana gue tahu. Udah sana temui aja."
Aku manggut-manggut, lalu menoleh ke arah Lucas. "Gue pergi dulu Kak," ucapku kepada Lucas, dia hanya mengangguk.
***
Setelah menemui Miss Wenda di kantor, di sepanjang koridor aku sama sekali tidak bisa menahan senyum, pasalnya Miss Wenda memilihku untuk menjadi salah satu perwakilan kontes menyanyi antar SMA se-provinsi DKI Jakarta.