Oma menatapku mengintimidasi. "Dasar anak tidak tahu diuntung! Eline itu adik kamu Alodie, kenapa kamu tega menyekapnya?"
Aku menelan ludah susah. "Bukan a ... aku yang melakukannya!"
Mama menatapku intens. "Kamu pembohong Alodie!"
Aku membelalakkan mata, tidak percaya mama akan mengatakan itu kepadaku. Lalu tiba-tiba Eline dan papa muncul dari ruangan tengah, mereka berdiri di samping oma dan mama dengan tatapan sama-sama mengintimidasiku.
Aku kembali menatap ke arah mama, berharap mama baru saja bercanda. "Ma?"
"Kenapa Die? Selama ini mama tidak pernah membeda-bedakanmu sama Eline. Tapi apa yang kamu perbuat sama adikmu?" Mama tertawa hambar. "Asal kamu tahu Alode dari awal Mama sudah berusaha bersikap baik sama kamu, karena Mama tidak ingin menjadi ibu tiri yang jahat. Tapi apa yang kamu perbuat?! Jadi sekarang kamu ingin Mama menjadi ibu tiri jahat sungguhan? Ok, Die kalau itu yang kamu inginkan!" ucap mama seolah mengeluarkan unek-unek yang dia pendam sejak lama.
Perkataan mama membuatku mematung, mataku masih terbelalak, ada rasa sesak menjalar ke dalam rongga dada. Ucapan mama barusan seperti petir yang menyambarku di malam hari.
Kali ini papa menatapku tajam. "Kamu cuma sampah keluarga Alodie. Kamu nggak berguna! Nggak berprestasi, kamu cuma anak yang membuat malu keluarga!"
Eline tertawa puas, tawanya menggema memenuhi ruangan hingga menyerupai tawa nenek sihir sontak aku langsung menutupi kedua telingaku menggunakan kedua tangan. "Lo pejahat Kak! Lo yang nyekap gue. Nomor ponsel pelaku itu nomor lo Kak. Lo iri kan sama gue, karena selama ini gue selalu di atas lo. Makannya lo nyekap gue." Eline tersenyum sinis. "Setelah menyekap apa lagi yang bakal lo lakuin, ngebunuh gue?!"
"Pergi sana Alodie! Pergi yang jauh!" Oma menambahkan.
Aku menelan ludah susah, ingin mengelak ucapan mereka tapi kenapa rasanya sulit mengeluarkan suara, rasanya leherku seperti terlilit.
Baik mama, papa, Eline, maupun oma mereka melangkah maju mendekatiku dengan tatapan tajamnya, membuatku memundurkan langkah, tersudutkan. Keringat sudah bercucuran di dahiku, napasku tersengal-sengal, tenggorokanku terasa kering, cairan hangat sudah terbendung di balik kelopak mataku. Aku pastikan sekali mataku berkedip maka air mata sialan itu akan keluar.
"Kamu tidak berguna Alodie."
"Kamu hanya sampah keluarga!"