Aku tertegun sambil membulatkan mata, lalu menelan ludah susah, cowok itu ... Lucas! Aku menghela napas, kenapa dia sampai ada di sini, sih? Memperhatikanku saat aku tengah menangis lemah?
Aku mengerjap saat Lucas ikut duduk di sampingku. "Kakak kok bisa ada di sini?" tanyaku berusaha tidak terdengar habis menangis.
Lucas balas menatapku. "Sebenarnya tadi gue mau jemput lo, katanya mau makan di Restoran."
Tadi siang saat di sekolah aku memang mengajak Lucas makan di Restoran, tapi aku malah lupa gara-gara masalahku dengan Eline. "Mm ... sorry Kak gue lupa."
Lucas mengangguk.
Aku menghela napas. "Semenjak kapan Kakak berada di sini?"
Dia kembali menoleh menatapku. "Dari tadi," jawabnya berhasil membuatku membulatkan mata, itu berarti Lucas memperhatikanku menangis dari awal. Astaga.
"Dari tadi?" tanyaku memastikan bahwa aku nggak salah dengar.
Dia manggut-manggut. "Tadi pas mau jemput lo, gue nggak sengaja liat lo lagi jalan."
Dahiku mengernyit. "Jadi Kakak ngikuti gue, ya?"
Lucas kembali mengangguk, setelahnya kami saling diam.
Detik berikutnya Lucas kembali menoleh ke arahku. "Nangisnya udahan?"
Aku menatap sedikit sinis ke arah Lucas. Kok tanyanya malah seperti itu sih, kesannya dia ingin aku menangis lagi. Lucas kadang nyebelin. "Oh Kakak suka liat gue nangis, gitu?"
Dia terkekeh. "Bukan itu."
Dahiku mengernyit. "Lalu apa?"
Lucas menghela napas lalu mendongak menatap gelapnya langit malam. "Kalau pengin nangis, nangis aja sampe lo ngerasa lega." Dia menghela napas. "Pura-pura kuat sebenarnya rapuh itu menyiksa. Adakalanya kita harus jujur sama diri sendiri, mengakui kalau kita sedang nggak baik-baik aja. Even the most powerful person needs time to stop pretending to be strong, Die," lanjutnya sangat santai.