Hi Cold Prince

Jalvanica
Chapter #52

50. Dag, Dig, Dug Hati Berkata

Aku menghela napas, mengangkat kepala, tanpa kuminta cairan dibalik kelopak mataku mengalir. Aku menangis membuat Sila dan Verlia kebingungan sendiri karena tiba-tiba aku menangis.

"Aduh itu Alodie nangis kenapa Ver?"

"Nggak tahu juga. Jangan nangis Die, eh nangis gak apa-apa, yang penting lo lega Die. Tapi lo kenapa nangis gini?"

Sila menepuk-nepuk pundakku. "Iya, lo kenapa nangis? Nenek peyot Stela berulah lagi?"

Aku menggeleng.

"Marahan sama Argam?"

Aku menggeleng lagi.

"Marahan sama Kak Lucas?"

Mendengar nama Lucas, aku semakin menangis kencang seperti bocah yang ingin balon tapi tidak dituruti.

Verlia menjulurkan tisu dan botol air mineral kepadaku. "Nih, nih Die." Aku menerimanya. "Cerita aja kenapa lo sedih gini?" lanjut Verlia, Sila manggut-manggut.

Aku mendongak, kuusap air mata di kedua pipiku menggunakan tissue. Kuteguk air mineral beberapa kali lalu kuceritakan penyebab kenapa aku nangis seperti ini masih sambil sesegukan. Aku menceritakan kepada mereka bahwa Lucas akan pergi ke New York, sampai-sampai aku juga menceritakan jika Argam mengajakku jadian. Dan aku juga menceritakan apa yang selama ini hatiku katakan kalau aku ....

Verlia membulatkan mata begitupun dengan Sila. "Hah?! Jadi selama ini lo suka sama Kak Lucas?" kaget Verlia.

"Demi apa Alodie, lo baru bilang sekarang setelah Kak Lucas mau pergi jauh. Astaga naga! Hadeuuh," tambah Sila gemas.

Aku sudah tidak menangis lagi, menghela napas lalu menarik ingus dengan tissue.

Sila menoleh ke arahku lagi. "Padahal impian lo selama ini udah tercapai Die. Argam nembak lo, eh, tapi nggak tahunya hati lo udah hinggap ke lain hati." Sila terkekeh.

Verlia menatapku lurus-lurus. "Lo udah suka sama Kak Lucas sejak kapan Die?" tanyaya.

Aku terdiam, berpikir. Semenjak kapan aku suka sama Lucas? Aku tidak menyadari itu. Tapi yang aku tahu aku merasa sesak dan merasa kehilangan semenjak Lucas mengatakan bahwa dia akan pergi jauh.

Ok, ok, sepertinya aku suka sama Lucas udah sejak lama deh. Aku pikir awalnya itu hanya perasaan kagum, tapi ternyata itu cinta. Atau mungkin awalnya aku memang kagum kepada Lucas lalu lama kelamaan rasa kagum itu menjelma menjadi cinta? Yang pasti aku memang menyukai Lucas, aku sedih mendengar kenyataan dia akan pergi jauh meninggalkanku.

Sila mengernyit dahi. "Kok malah diem gitu?"

Aku mengerjap. "Gue suka sama Kak Lucas semenjak Kak Lucas ngasih jaket di pasar malam ...." Aku terdiam. "Eh bukan-bukan, tapi semenjak Kak Lucas ngacak rambut gue, mm bukan juga sih. Ah, Gue nggak tahu semenjak kapan."

Sila mengeleng-geleng. "Haduh Alodie gimana sih lo."

Verlia menepuk lenganku. "Ya udah Die. Lo tinggal bilang suka aja sama Kak Lucas."

Aku menaikan alis sebelah. "Hah?" Aku menghela napas. "Masalahnya dia itu Kak Lucas si manusia es. Gue nggak tahu harus ngode gimana biar dia peka gue suka sama dia."

Sila terkekeh. "Ya elah pake main kode-kodean. Tinggal ngomong langsung aja, blak-blakan biar nggak ribet."

Aku mendengus. "Nggak segampang itu tahu Sil."

"Tapi perkataan Sila ada benernya loh Die. Ngomong aja langsung. Ngomong kalau lo suka sama dia, kalau nggak lo ngomong sedih kalau dia pergi. Kan lo nggak ngajakin dia pacaran, jadi kalau lo ngomong sayang ke dia, lo nggak bakal kena tolakan dan nggak malu-malu banget."

Aku terdiam setelah mendengar ucapan Verlia. Kalau dipikir-pikir ucapan Verlia ada benarnya juga sih. Aku kan cuma perlu ngomong suka aja sama Lucas, lagian aku nggak nyuruh Lucas buat pacaran denganku. Tapi tetap saja tidak segampang itu mengatakan suka ke Lucas.

"Gue butuh waktu buat ngomong suka ke dia," jawabku akhirnya membuat Verlia dan Sila mengangangguk lalu tersenyum.

Lihat selengkapnya