Hi, Ly!

Regina Mega P
Chapter #5

Name

Hari itu, langit sedang mendung. Awan cummulunimbus sedang gencar-gencarnya menyelimuti langit yang sebelumnya cerah. Di sebrang jalan, seorang anak perempuan sedang berlarian menuju rumahnya. Namun, belum sampai ke tempat yang dituju, hujan turun tanpa ampun. Membuatnya berbalik arah dan berteduh di pelataran ruko yang baru saja dilewati.

"Oi!” Seorang anak laki-laki blasteran muncul di sampingnya. Tubuhnya kuyup, dengan kedua tangan terlipat di atas dada. Berusaha menahan hawa dingin yang menyergapnya sejak tadi.

"Kamu anak yang tinggal di Perumahan Graha, kan? Blok B9 nomor 10?” tanyanya dengan senyum yang mengembang.

Anak perempuan itu mengangguk. Dia bahkan, tak tau siapa anak laki-laki yang ada di sampingnya. Setelahnya hening, yang terdengar hanya suara rintikan hujan yang terdengar semakin bergemuruh. Beruntung, saat itu hujan tak membawa petir yang akan membuat suasana semakin mencekam.

"Hujannya nggak akan berhenti. Kamu bisa terlambat pulang ke rumah kalau masih diam di sini!”

“Hah?”

Suara hujan jelas mampu mengalahkan suara apapun yang di sekitarnya.

Anak laki-laki itu kemudian mengulurkan tangan kanannya. Berharap anak itu mau meraihnya. Namun si anak perempuan malah menatapnya heran. Bingung dengan apa yang mesti dia lakukan dengan tangan itu.

Tanpa diduga sebelumnya, anak laki-laki itu menarik tangannya cepat. Membuat mereka akhirnya saling menggenggam satu sama lain.

“William. Baru pindah, tinggal nggak jauh dari rumahmu. Kalau Ibumu marah karena memilih basah kuyup daripada menunggu hujan berhenti, kamu boleh pakai namaku. Bilang saja, ini gara-gara William!”

Tak lama, tubuhnya lantas tertarik menuju kerumunan hujan yang semakin lebat. Anak perempuan itu terkejut, dia berusaha menepis genggamannya. “Apa-apaan, sih! Jadi basah, nih!”

Sayangnya, anak laki-laki itu kembali menarik tangannya dan mengajaknya berlari di tengah derasnya hujan. Samar-samar, dia menyunggingkan senyumnya pada anak perempuan itu. Dan sejak saat itu, anak bernama Lily tak pernah bisa melupakan senyuman yang membuatnya selalu ingin melihatnya.

“Hey! Tunggu. Pelan-pelan, dong!”

“Kamu Lily, kan! Aku tau namamu dari anak komplek!” ucapnya, masih dengan senyuman yang sama.

*

 

“Hey! Jangan ngelamun di sekolah. Nanti kesambet berabe!” Seorang laki-laki kini duduk di sampingnya.

 “Jauh-jauh!” Lily mengibaskan tangan, mengusirnya. “Ngapain lo duduk disitu?”

“Kosong, kan?” Tak peduli dengan wajah gadis disampingnya yang berubah bengis. Lelaki itu tetap duduk di sampingnya. “Betewe, Layla kemana, Beb?”

Bagaskara Mahenra, si ketua kelas yang selalu menjadi nomor 1 di sekolah. Hobinya adalah menggoda Lily dan Layla. Meski sebenarnya hanya satu di antara keduanya yang sejak awal masuk ke sekolah ini, menarik perhatiannya. Ya, Lily. Bagas menyukainya pada pandangan pertama. Baginya, semua yang ada dalam diri Lily menarik. Termasuk sikapnya yang cuek, dan galak. Namun biar bagaimanapun juga, Bagas berhasil menyentuh hati Lily berkat usahanya menolong Lily saat dirinya menjadi korban bullying saat SMP.

“Ke toilet,” jawab Lily. “Pergi sana!” tegasnya.

“Ah, Lily jahat!” Bagas mendengus kesal. Dia jelas tak terima dengan perlakuan Lily yang seperti itu padanya. Bagaimanapun juga, lelaki itu cukup terkenal di sekolah karena otaknya pernah menjuarai Olimpiade Matematika tingkat Nasional.

Lihat selengkapnya