“Ly tau nggak? Hari ini gue berangkat sekolah bareng Bagas!”
“KOK BISA? DI PELET YA LO!”
Layla lantas membekap mulutnya yang selalu membuat geger. “Ssssttt! Suara lo itu. Bikin geger!”
“Lo suka dia? Si banci narsis? Sadarlah, Lay. Masih banyak cowok yang lebih waras dari dia!” Kali ini percakapan itu hanya bisa terdengar oleh mereka berdua.
“Elo, ya! Jangan menyimpulkan sesuatu tanpa bukti yang jelas!”
“Biasanya perempuan macam lo begitu. Lagian, mau aja di jemput cowok narsis, ih!”
“Pas gue keluar, dia sudah ada di depan rumah. Salah sendiri, waktu itu lo nyuruh dia nganterin gue pulang! Jadi, dia tau rumah gue.”
“Lo, kan bisa nolak!”
“Lo kan tau, gue nggak bisa menolak gratisan.”
"Bilang aja senang dijemput dia!"
Layla hanya menyunginggkan senyuman pada Lily. Sementara Lily balas memelototinya. Tak lama, seorang guru geografi datang. Lagi-lagi tangannya menenteng map coklat yang jelas membuat hampir seluruh penghuni kelas merengut dan menghela napas panjang (kecuali Bagas tentunya).
“Saya akan membagikan hasil ulangan kalian kemarin.” Guru itu lantas membuka amplop coklatnya dan mengeluarkan lembaran kertas dari dalamnya.
Anak-anak mulai riuh. Mereka kira, kalau guru itu kembali melakukan hal yang mendadak, ternyata perkiraan mereka salah.
“Sudah bukan hal asing lagi kalau nilai tertinggi jatuh pada Bagas.”
“Yes!!!” Tak ada sorakan meriah, atau tepuk tangan. Anak lelaki itu malah asyik menyoraki dirinya sendiri. “Sulit emang nandingin otak gue!”
Najis! umpat Lily dalam hati.
“Layla.”
Gadis itu tersenyum simpul pada sahabat di sampingnya yang sudah menatapnya sebal. Ya, memang selalu begitu. Layla dan Bagas memang selalu bersaing dalam hal nilai.
“Saya cukup bangga dengan salah satu siswa disini. Walaupun baru masuk, tapi saat saya memberikannya soal ulangan, dia mampu menyelesaikannya dengan sangat baik. William.”
Semua mata tertuju padanya. Termasuk mata Lily. Bahkan dia hampir tak berkedip saat melihatnya. Dengan senyumannya yang seperti biasa, William lantas maju ke depan untuk mengambil kertas ulangannya. William tersenyum ramah pada gurunya. Membuat sang guru merasa bangga memiliki anak didik seperti dirinya.
“Pertahankan!” ucapnya.
Setelah Will menerima lembaran kertas, guru tersebut lantas kembali mengambil lembaran kertas lainnya. “Lily.”
Gadis itu lantas berdiri penuh percaya diri. Layla yang duduk disampingnya pun menatapnya takjub.
“Tingkatkan terus nilaimu,” ucapnya pada gadis, yang berjalan dengan senyum merekah.
“Berapa?” tanya Layla antusias.
“Tujuh puluh. Keren, kan! Makanya, jangan pernah ngeremehin gue.”
“Kemajuan! Itu berarti, lo udah nggak butuh gue lagi saat ulangan.”
“Tapi gue selalu butuh lo dalam hal lain. Awas berani ninggalin gue!” kata terakhir yang dia ucapkan penuh penekanan. Membuat Layla merasa terharu.
*
Penerimaan siswa baru adalah hal yang paling ditunggu oleh seluruh siswa kelas sepuluh. Sekolah baru, seragam baru, teman baru, guru baru, kantin baru, bahkan tempat bolos baru. Entah berapa banyak kata baru yang akan disebutkan dalam kejadian yang menyenangkan ini.
SMA. Dimana seorang anak akan merasa lebih dewasa dari sebelumnya. Keluarnya ijin pacaran, ijin mengemudi, ijin pergi kesana-kemari, pencarian jati diri, dan hal-hal lainnya. Bayangan tentang semua hal yang menyenangkan akan dihadapi, saat warna seragam mereka berubah.
"Jadi, aku lulus tes masuk SMA ini, Bu?”
“Iya, lho! Ibu nggak nyangka kamu masuk sini. Congratulation, sweety!”
Lily dan Ibunya berpelukan erat. Bahkan tak hanya dia, banyak anak-anak lain yang sebagian besar diantar oleh orang-orang terdekatnya saling berpelukan saat informasi kelulusan itu di umumkan
"Kamu tunggu disini dulu, ya. Ibu mau ikut rapat orang tua di aula sekolah.”