Hi, Ly!

Regina Mega P
Chapter #8

Penasaran

 “Lay.” sapa seseorang yang tak jauh darinya. Gadis itu berbalik. Matanya menangkap sosok laki-laki bermata coklat muda yang kini berdiri di belakanganya dengan dua buah kaleng minuman di tangannya.

 “Hai, ngapain?”

 “Ngadem aja di sini! Kamu, sih?”

 “Abis dari kantin,” jawabnya. “Buat kamu...” ucapnya, lalu memberikan kaleng minuman pada Layla.

 “Kok, kamu tau aku suka cola? Dukun, ya!” ucapnya sambil terkikik.

 William tertawa. “Oh, ya? Baguslah, cuma nebak.”

 “Tapi tebakannya benar, lho! Makasih, ya.”

 William tersenyum. “Mana Lily?”

 Layla mengangkat bahunya. Tidak tau dan tidak peduli. Wajahnya kini menunjukkan hal seperti itu. Layla lantas mengajaknya duduk di sebuah kursi taman di belakang sekolah. Masih jelas diingatannya bagaimana pertemuan pertamanya dengan Lily. Hingga akhirnya, gosip tentang keduanya memiliki hubungan lebih dari sekadar sahabat, menyeruak seantero sekolah. Beruntung, para guru tidak memercayainya. Jadi mereka tak perlu terlalu khawatir dengan pembicaraan anak-anak di luar sana.

“Saya belum pernah punya sahabat yang sampai di gosipkan aneh, kayak kalian berdua,” William membuka percakapan. “Lily itu unik, ya! Jadi penasaran, sebenarnya dia itu kayak gimana?”

Layla tertawa. Melihat raut William bersemangat, dia menyadari kalau ada yang sedang ingin tau tentang sahabatnya. “Jadi, kamu nyuap aku sama minuman ini biar bisa ceritain semua tentang Lily sama kamu, gitu?”

William tertawa. Dia tak menyangka tujuannya dapat diketahui dengan mudah oleh Layla. “Saya cuma pensaran. Dia agak susah didekati.”

Layla tak menjawab apapun. Sudah dua orang yang penasaran seperti apa sahabatnya yang satu itu. Membuatnya sedikit iri sekaligus senang. Mungkin setelah ini pada akhirnya, hubungan mereka akan di pandang normal oleh siswa lainnya. Membuat Layla lebih bebas berdekatan dengan siapapun di sekolah ini, terutama laki-laki yang dia sukai. Jujur saja, kadang Layla merasa dirinya terkekang oleh semua syarat yang diberikan Lily untuk persahabatannya. Layla selalu berusaha positive thinking padanya. Mungkin karena masa lalunya Lily menjadi sangat takut jika kembali ditinggalkan, hingga Layla terpaksa mengikuti setiap arahannya.

 “So, Lily. Dia orangnya kayak gimana?”

 “Well, aku ceritain sedikit,” Layla menghela napas sebelum memulai bercerita. “Aku ketemu dia disini. Lily yang baik dan perhatian. Anak perempuan pertama yang aku temui dan dia benci sama laki-laki. Jangan salah paham! At least, she’s straight but trauma masa lalu yang bikin dia jadi kayak gitu. Kasihan, sih!” Sesekali Layla meneguk cola yang masih tersisa di tangannya agar kerongkongannya tak terasa kering.

William termenung. Banyak sekali yang dia lewatkan selama ini. Termasuk tentang kehidupan Lily pasca kejadian itu.

Lihat selengkapnya