Esoknya, Bagas mengumumkan kalau guru sedang mengadakan rapat di aula. Hal yang paling dia benci. Karena sudah pasti, para guru hanya akan memberikan tugas untuk dikerjakan selama rapat berlangsung. Hal yang paling menyebalkan lagi, tugas itu tak pernah di bahas sedikitpun pada saat guru masuk. Membuat Bagas merasa kalau waktunya terbuang sia-sia hanya untuk mengerjakan soal yang tidak akan pernah di bahas. Meski begitu, Bagas tetap akan mengerjakannya sesuai arahan guru, sampai selesai.
“YAY!!!” Riuh sorakan para siswa, saat mendengar pengumuman tersebut dari Bagas. Bagi mereka, rapat guru adalah hal yang paling ditunggu. Setidaknya, kelas akan kosong sampai beberapa jam ke depan.
“Hi, jenius! Belajar bareng, yuk!” Layla membawa lembar kerja siswa untuk dikerjakan bersama Bagas. Kebetulan mood Lily hari ini sedang cukup baik. Dia sedang sibuk mewarnai satu buku doodle art yang sengaja dibelinya untuk menghabiskan waktu.
“Tumben! Nanti Lily marah lagi, lo dekat-dekat gue!”
“Enggaklah! Dia lagi punya kesibukan sendiri, makanya gue ke sini.” Layla lantas membuka halaman kerja siswa dengan rumus phytagoras yang sedikit menyulitkannya. “Bantu, dong isi yang ini. Bingung, nih!”
Dengan senang hati, Bagas akan mengajari Layla materi yang paling di sukainya. Namun, ada satu hal yang menggelitik pikirannya. Saat dirinya tengah asyik mengajari Layla, pikirannya menerawang. Berandai-andai, kalau saja saat ini Lily yang menghampirinya dan mengajaknya mengerjakan tugas bersama. Andai Lily sama seperti Layla yang memiliki ketertarikan untuk belajar. Mungkin, mendekatinya akan menjadi hal yang sangat mudah. Dan keduanya akan memiliki ambisi yang sama yaitu menjadi yang paling unggul di sekolah. Itu adalah satu-satunya hal romantis yang ada di pikirannya saat ini.
“Gini? Udah benar belum jawabannya?” tanya Layla.
Sementara yang dituju matanya tengah sibuk dengan pemandangan indah di hadapannya.
“Please, deh Gas!” Layla memukul pundak Bagas agar lelaki itu cepat tersadar dari lamunannya.
Bagas tersenyum, kemudian kembali fokus pada gadis yang ada dihadapannya. “Sorry, sorry! Sini gue cek.” Bagas memeriksa isian Layla dengan seksama. “Udah benar, kok! Cuma caranya agak ribet, ya. Sini, gue kasih tau cara lebih mudah!”
“Nah, gitu dong daritadi. Ajarin cara paling mudah dulu, baru paling sulit!”
“Lha! Ya, nggak asyik, dong! Nggak ada tantanganya buat otak lo.”
Layla tersenyum kecut. “Oke! Ajarin gue cara yang kata lo mudah itu.”
“Jadi gini…” Bagas mulai menjelaskan dengan detail. Sementara Layla memerhatikan wajahnya yang serius saat menjelaskan padanya. Bagas bahkan terlihat cukup tampan dibanding anak pintar lainnya yang identik dengan kacamata dan dandanan cupu. Bagas sangat stylist, meski sedikit urakan. Dia juga bisa bergaul dengan siapa saja di sekolah ini. Tak peduli anak itu pintar atau bahkan begajulan. Dia bisa masuk dengan mudah ke dalam geng manapun yang dia mau. Bagas juga sangat mahir dalam bidang olahraga dan musik. Tipikal anak lelaki idaman para gadis remaja. Itu sebabnya, dia sangat digandrungi para gadis di sekolah, kecuali Lily tentunya.
“Gitu. Paham, kan Lay?”
“Paham, paham. Thanks loh, jenius!”
“Nggak gratis, ya!”