Hi, Ly!

Regina Mega P
Chapter #11

Rumah

Suara bising di kelas tak menghalangi Lily melakukan kegiatannya dengan pensil warna dan doodle di hadapannya. Lagi-lagi para guru berhalangan karena tengah rapat dengan komite sekolah. Tugas yang seharusnya dikerjakan hanya menjadi perintah yang tak terdengar. Bahkan saat ini, si jenius Bagas malah asyik berbincang dengan teman lainnya membahas apapun yang menarik bagi mereka. Salah satunya tentang cinta.

Sesekali Bagas tertawa keras. Tawanya yang menggelegar membuat Lily mengernyit. Berisik! pikirnya,

“Kalau kayak gini terus bisa-bisa gue beralih ke elo, nih Lay!” Bagas melirik ke arah Lily yang masih saja berkutat dengan doodlenya. Berharap gadis itu menaruh perhatian padanya setelah berkata demikian. Sayangnya, yang diharapkan malah semakin tak peduli.

Layla mengerutkan keningnya, lantas menggeleng, “Heh! Jangan mimpi bisa macarin gue! Lagian, malesin nggak sih pacaran sama cowok narsis kayak lo!” Layla bahkan meremehkan lelaki itu dihadapan yang lainnya.

Sementara yang teman lain hanya menertawakan ucapan Layla.

“Lha, bagus dong! Karena itu aura gue jadinya positif vibes banget! So, siapapun yang jadi cewek gue nggak akan bosan jadian sama gue!”

Kan! Baru juga di omongin. Udah mulai narsisnya. Kalau lo kayak gitu terus, lo bakal jomlo seumuru hidup tau! Cewek-cewek juga males dekat-dekat sama lo. Ilfeel!”

“Lha, lo sendiri kenapa masih jomlo?”

“Karena belum ada yang bisa bikin gue nyaman.”

“Gue bisa kali bikin lo nyaman?” Bagas melirik kembali pada Lily. Namun gadis itu tetap teguh pada pendiriannya. Membuatnya seedikit kecewa.

Layla lantas berbisik pada Bagas, “lo mau dapat perhatian dari Lily dengan cara lo yang norak begini? Mustahil! Otak lo boleh jenius di pelajaran tapi ngadepin kayak ginian… ck!” Layla berdecak meremehkan.

Bagas menggaruk kepalanya yang jelas tidak gatal. Nyatanya Layla sangat peka pada sikapnya sejak tadi.

William datang menghampiri mereka dan hal itu berhasil membuat perhatian Lily sedikit teralihkan. Dia mendongak, menatap ekspresi lelaki itu lebih dingin dari biasanya. Tak ada senyum manis yang menghias di wajahnya, seperti biasa. William bahkan tidak menyapa teman-teman yang berada di sekitarnya saat itu. Membuat semua yang ada di sana keheranan dengan sikapnya.

“Will, sakit?” tanya Bagas hati-hati. Lelaki itu bahkan merasakan perubahan mendadak pada teman sekelasnya.

William menggeleng. Sadar kalau sejak tadi dirinya menjadi pusat perhatian, membuatnya kikuk. “Sehat, kok! Cuma emang agak pusing. Semalam kelamaan main pes.”

“Wah! Gue main tempat lo, ya? Tanding bola kita!” wajah Bagas berbinar saat mengetahui kalau William juga memainkan gim yang sama dengannya.

“Boleh. Datang aja.”

“Sip! Malam minggu ini, ya. Sekalian nginep!”

“Ikutan, dong! Rumah kamu boleh kan di datangin cewek?” Layla.

Senyum William perlahan mulai menghias wajahnya. “Boleh, kok! Datang aja.”

“Serius? Ikut, yuk Ly!” ajak Layla. Membuat dua orang lelaki disekitarnya mulai menatapnya penuh harap.

“Enggak.”

“Ish!”

Tanpa sengaja tatapan keduanya bertemu, selama beberapa detik. Sampai akhirnya Lily memalingkan wajah sementara lelaki itu tertunduk.

“Sama gue aja, nanti gue jemput. Mau?”

“Ogah! Aku mau malam mingguan sama Lily aja.”

“Ish!”

Layla menjulurkan lidahnya pada Bagas yang mengejeknya. Kemudian duduk mendekat ke arah William.

“Will kamu punya pacar?”

William menggaruk kepalanya. Mendengar Layla bertanya hal itu padanya membuatnya sedikit kikuk. “Enggak. Kenapa?”

Lihat selengkapnya