Hi, Ly!

Regina Mega P
Chapter #14

Suka

“Guys! Pengumuman!” Bagas berada di depan kelas dengan wajah cerahnya, berusaha menenangkan riuhnya obrolan setiap siswa. “Ibunya Will ngundang kita semua buat datang ke acara pembukaan cafe dan aka nada diskon pelajar bagi siapapun yang datang! Iya kan Will?”

William mengangguk. “Kalau ada yang mau main musik di sana kalian juga akan dapat diskon tambahan.”

“Wah! Serius? Gue mau nyanyi ah buat Lily!”

“Nggak usah norak, ya lo!” Lily menimpali dari kejauhan.

Bagas membalasnya dengan senyuman. 

“Jual apa aja di sana?” gadis lain mulai antusias bertanya pada Bagas, sementara yang punya café duduk tenang di kursinya.

“Apa, aja sih Will. Gue nggak ngerti.”

“Lebih ke dessert, sih. Tapi enggak semua manis, yang asin juga ada.”

“Makanan khas di kampung lo ada?” Fanny.

Semua tertawa mendengar pertanyannya yang terdengar konyol. “Kampungnya luar negeri sama di sini beda! Enggak bisa di sebut kampung sama kayak di sini,” Bagas menanggapi.

“Ya, tetap aja. Itu kan kampung halamannya William. Iya, kan Will?”

William tersenyum, “iya. Di sana juga tinggal di kampung, kok!”

“Tuh! William juga ngaku kalau dia orang kampung.”

“Serah lo, dah!”

William tertawa. Tawa yang terdengar renyah di telinga.

“Enggak usah ketawa gitu, sih! Jadi pengen milikin deh, kalau lo kayak gitu,” ujar Fanny.

Wajah William perlahan memerah. Beberapa kali dirinya menggaruk tengkuknya yang terasa hangat. Ucapan Fanny membuatnya salah tingkah.

Sementara itu, melihat ekspresi William membuat Fanny gemas. Dia lantas mencubit pinggang William sambil terus menggodanya. “Lucu banget, sih kalau lagi malu-malu gitu!”

William hanya bisa mengaduh kesakitan.

Sementara itu dikursi siswa lainnya, Lily masih menatap William dengan seksama. Saat laki-laki itu tertawa, tanpa sadar dirinya ikut tersenyum. Senyuman yang hanya disadari oleh hatinya sendiri. Fanny benar, wajah William yang malu-malu seperti itu memang terlihat menggemaskan. Senyum yang sama yang selalu dia sukai beberapa tahun silam. Pikirannya meracau, Lily bahkan membayangkan akan seperti apa jadinya jika saat ini dia berada di posisi Fanny. Tertawa, saling menggoda satu sama lain seperti saat semuanya belum berubah. Lily bahkan sering sekali menjitak kepala William saat lelucon lelaki itu terdengar keterlaluan. Dan lelaki itu akan membalasnya dengan tempo yang sama hingga keduanya saling menyerah. 

Sekian detik berlalu, kedua mata mereka akhirnya bertemu. William terkejut saat menatap gadis itu yang juga sedang menatapnya dengan lengkungan indah di sudut bibirnya. Untuk pertama kalinya, William melihat seulas senyum yang terukir di sana, untuk dirinya. Tak ingin kehilangan moment langka, Will membalas senyumnya. Meski sedetik kemudian senyum itu memudar, setelah sadar kalau lelaki itu membalasnya. Wajah Lily mulai memanas lantas mengedarkan pandangannya kemanapun asal tidak bertemu dengannya. 

“Ly, nanti gue jemput, ya. Kita pergi bareng!” Layla menghampiri Lily untuk mengajaknya pergi bersama.

Lihat selengkapnya