Hi, Ly!

Regina Mega P
Chapter #15

Raining

Rintik hujan mulai membasahi tanah pekarangan sekolah yang semula kering. Beberapa siswa ada yang berlarian menembus hujan agar cepat sampai rumah, beberapa lainnya ada yang sudah sedia payung juga jas hujan dan sisanya memilih menunggu hingga hujan reda. Termasuk ketiga orang siswa yang memilih menunggu hujan reda di kelas sambil melanjutkan pembuatan seribu origami bangau untuk dapat meminta harapan.

Ini semua idenya Layla. Dia pernah membaca cerita kalau membuat seribu burung origami lalu menerbangkannya, maka keinginannya akan terkabul. Meski berulang kali Lily memastikan pada Layla semua itu hanyalah mitos, namun gadis itu tetap memaksa Lily dan sekarang, Fanny juga untuk ikut membantunya membuat bangau origami agar keinginnannya bisa cepat terkabul.

“Nggak usah percaya, Fan. Anggap aja ini buat ngisi waktu luang,” ucap Lily. 

“Bisa nggak lo bantuin gue aja nggak perlu banyak omong.” Layla menimpali.

“Emang keinginan lo yang belum tercapai apa Lay sampai harus bikin seribu origami kayak gini?” tanya Fanny.

Lily jelas tau apa yang diinginkan gadis itu, namun dia memilih untuk diam saja daripada di semprot lagi.

“Gue pengen ketemu sama orang tua kandung gue. Ya, semoga aja mereka masih hidup.” Layla bahkan mengatakannya tanpa beban, seolah cerita itu sudah biasa dia ceritakan pada siapapun yang bertanya padanya.

 “Tapi lo merusak lingkungan Layla. Ini bakal jadi sampah kalau beneran lo terbangin. Seribu! Lo bayangin, kotor tau nggak sih!”

“Ya nggak diterbangin Lily, gue bisa bikin hiasan di kamar gue dari burung-burung ini terus gue buat permintaan, deh! Pikiran lo, tuh ya kadang cetek banget.”

Lily tak peduli, dia masih berusaha melipat origami yang ada di tangannya. Sesekali gadis itu menguap karena bosan, kemudian berusaha melanjutkan kegiatannya hanya demi sahabatnya bahagia, meski itu membuatnya mati bosan.

“Lho! Kalian belum pulang?” Bagas tiba-tiba saja muncul dari balik pintu kelas. Seseorang membuntutinya dari belakang. William.

“Lo nggak liat apa diluar masih hujan!” Lily memang tak pernah bisa berbaik hati pada Bagas.

“Ngegas mulu, sih! Tenang, aku nggak akan goyah walaupun kamu bentak berkali-kali,” ucapnya menggoda. “Lagi apa, sih? Asyik banget!”

Lily menghela napas hendak menjawab pertanyaan Bagas, namun dengan cepat laki-laki itu menghentikannya. 

“Oke, kalian lagi buat origami. Kamu nggak perlu capek-capek jawab pertanyaan aku, baby.” Bagas mengedipkan satu matanya pada Lily. Sementara gadis itu menatapnya sinis. Bagas jelas tak peduli seperti apa tanggapan Lily padanya. Bisa menggodanya dan bersama dengannya lebih lama saja, sudah cukup membuatnya bahagia. Setelahnya, Bagas lantas mengambil kertas origami dan mencoba membuat apapun agar suasana tidak canggung. 

William juga melakukan hal yang sama. Pada akhirnya, mereka semua berkumpul dan membuat origami bersama dengan berbagai macam bentuk.

“By the way, kamu ngapain ngikutin si Bagas, Will? Nanti kamu ketularan gila kayak dia.” Layla.

William tertawa, “aku ada perlu sama Bagas buat nyiapin pembukaan café. Jadi hari ini dia berencana mampir ke café ibuku.”

“Oh, ya. Kita diundang semua kan Will? Gue bisa nyanyi, lho!” Fanny menimpali.

“Wah! Bagus, dong. Bagas bisa duet sama kamu tuh, Fan.” 

“Bisa diatur. Kamu mau aku jemput nanti, Beb?” Bagas selalu berusaha mencari kesempatan agar bisa berduaan dengan Lily.

“Siapa yang lo maksud?” tanya Layla.

“My dear, baby, sweety, Lily.” 

Layla menepuk keningnya saat mendengar ucapan Bagas yang berlebihan. Dia yakin sebentar lagi mood sahabatnya itu akan berubah. Namun yang dituju masih tidak peduli dan terus melanjutkan kegiatanya melipat kertas sesuai target yang diberikan Layla padanya sebanyak 15 buah sementara Bagas harus menelan kekecewaan pernyataannya tidak digubris oleh yang bersangkutan.

“Guys! Sorry, ya masalah tadi…”

“Nggak usah dibahas lagi, Fan. Kita nggak peduli apapun masa lalu lo. Paham?” Bagas mengucapkannya dengan nada rendah, berusaha membuat ketiga gadis itu terkagum-kagum, meski akhirnya tidak ada yang benar-benar menanggapi. 

“Sebenarnya Rena itu sepupu gue.”

“HAH!”

“Dia anak kakaknya Daddy. Gue yakin saat gue pulang nanti, daddy bakal ngomelin gue dan anak itu akan negebeberin semua yang dia ucapin tadi ke daddy.” Fanny berusaha menahan emosinya dengan mengepal kertas origami yang dibuatnya. Menyadari hal tersebut, Layla lantas berusaha menenangkannya dengan mengusap kepalan tangannya dengan lembut dan menggenggamnya erat.

“Kalau lo butuh kita sebagai saksi, kita akan datang buat jelasin semuanya. Iya, kan Ly.”

Lihat selengkapnya