Hi Mom

Rizki Yuniarsih
Chapter #1

Hi Mom 1

Hi Mom 

Chapter 1

Aroma telur goreng begitu menyeruak mengisi ruang makan. Nasi goreng yang menjadi santapan rutin untuk dijadikan hidangan saat sarapan sudah siap di meja. Aku duduk di salah satu sisi bangku pada meja makan.

Seragam putih abu-abu sudah terpasang rapi di tubuhku yang tidak seberapa ini. Papa seperti pagi biasanya, merentangkan koran hingga kepalanya tak nampak jika dilihat dari sisi depan. Secangkir kopi pahit menjadi teman saat Papa sedang sibuk membaca berita harian. 

Mama baru saja kembali dari dapur saat melihat aku yang sudah siap untuk sarapan. Kuambil beberapa sendok nasi goreng andalan Mama, lalu di atasnya kuletakkan selembar telur dadar.

Mama menyiapkan nasi goreng dan telur dadar di piring lainnya lantas setelahnya ia menyodorkan piring yang sudah terisi itu tepat di depan Papa. Papa melipat korannya ysng aku yakini ia belum selesai membaca seluruh isinya. Papa menyeruput kopi pahitnya sesaat sebelum ia menyendokkan sesuap nasi goreng ke mulutnya.

“Nanti aku pulangnya agak telat, mau ke toko buku sama Luna, terus langsung nonton.”

“Kalo mau nonton sih bukan agak telat namanya, tapi telat banget.” Mama baru saja selesai mengisi piringnya dengan nasi goreng.

“Aku udah janji sama Luna, Ma.”

“Sama Luna doang?” kini giliran Papa yang bersuara, arah pandangnya tepat melihat ke wajahku. Aku sempat ragu ingin menjawab jujur kalau aku bakalan pergi bareng teman cowok. 

“Enggak, sih. Sama Bella, Dimas, sama Fathan juga.” Kening Papa dan Mama berkerut, agaknya mereka asing dengan nama-nama yang baru saja aku sebutkan, lantaran aku memang jarang bercerita kepada mereka tentang teman-teman yang ini, karena memang baru-baru ini aku dekat dengan mereka. 

“Nanti pulangnya suruh anterin temen cowok kamu, Nggak aman cewek pulang sendirian.”

Aku sempat bengong sebentar, ini Papa yakin bilang gitu dengan sadar. Ini anak gadisnya dianterin pulang malam-malam sama cowok, lho! Agak aneh aja, di jaman sekarang ini biasanya orangtua kan harusnya was-was anaknya pulang malam apalagi bareng cowok. Ya walaupun aku jamin nggak akan terjadi apa-apa nanti, sebab kami berlima emang nggak ada yang pacaran kecuali Luna sama Dimas. Jadi, untuk sesuatu hal negative kaya yang orang-orang pikir, itu minim terjadi.

Aku mengangguk merespons ucapan Papa, kembali menyuapi nasi goreng ke mulutku sendiri. Kami diam nggak bersuara, karena memang begini kan baiknya, nggak boleh bersuara saat sedang menyantap hidangan.

Selesai sarapan, aku dan Papa langsung berpamitan dengan Mama yang sedang merapikan meja makan yang penuh dengan piring kotor bekas kami sarapan tadi. 

Setiap hari, saat pagi setelah beres dengan segala urusan rumah seperti memasak, menyapu, ngepel lantai, membersihkan kamar mandi, menyiram bunga, dan menjemur pakaian, Mama langsung pergi ke pasar, bukan untuk belanja melainkan untuk berjualan.

Mamaku seorang pedagang di toko sembako milik Mama sendiri. Tokonya cukup besar sampai-sampai Mama memperkerjakan dua pegawai untuk membantunya. Toko sembako itu merupakan peninggalan kakek, Mama bukan anak satu-satunya, tetapi, lantaran Om Andi tidak mau repot mengurusi toko dan lebih memilih mengurusi kontrakan sepuluh pintu milik kakek, jadi mau tidak mau Mama yang harus mengurus toko tersebut.

Aku turun dari mobil dan langsung mencium tangan Papa sesaat setelah aku tiba di depan gerbang sekolah. Sudah banyak siswa-siswi yang datang. Semua tampak sama seperti pagi biasanya. Pak satpam yang senyum ramah kepada seluruh siswa yang baru datang, bising suara motor yang baru saja masuk area sekolah, biasanya suara motor yang mengganggu itu milik anak cowok yang sok keren.

Juga terlihat beberapa siswi yang merapikan rambutnya yang sudah tidak karuan terkena angin saat naik motor sambil menyemprotkan parfum isi ulang di beberapa bagian tubuhnya.

Juga seperti pagi biasa yang dilewati Bella dan Fathan yang selalu mencuri perhatian seluruh penghuni sekolah ketika mereka berdua tertangkap sedang bersama. Sejak awal masuk sekolah, Bella dan Fathan memang sudah digadang-gadang menjadi sepasang kekasih yang sempurna. Jelas,mereka itu dua orang yang tampangnya nggak bisa dibilang standar ala orang Indonesia biasanya. Ibarat sekolah itu istana, Bella sama Fathan itu jadi Putri sama Pangerannya. Aku? Cuma rakyat biasa yang sudah sangat beruntung masih dalam keadaan aman tenteram dan sentosa berada dalam istana.

Akan kuceritakan sedikit tentang Bella dan Fathan. Jadi, saat MOS dulu mereka berdua adalah siswa-siswi yang aktif. Tidak heran kalau mereka dinobatkan sebagai Raja dan Ratu MOS. Apalagi ditambah wajah mereka yang nggak bisa dibilang biasa aja, nggak akan ada yang berani menyangkalnya.

 Aku tersentak kaget saat tiba-tiba seseorang sengaja mengagetkanku dari belakang. Mendengar teriakan suaranya aku bisa nebak kalau itu adalah Luna. 

“Anjir, gitu aja kaget.” Luna ketawa ketika dia berhasil ngagetin aku seperti biasanya.

“’Gitu aja kaget’, your head! Gue kaget beneran woi!”

Luna tertawa lagi, kali ini suaranya sudah rendah tidak seperti yang tadi. “ Nanti jadi ‘kan?”

“Hm." Aku mengangguk. Lanjut berjalan kaki untuk bisa sampai di kelas secepatnya. Luna masih terus mengeluarkan ocehannya, meskipun kadang aku nggak merespons apapun yang ia katakan, tapi Luna nggak pernah bosan mengeluarkan segala keluh kesah, perasaan atau apapun yang membuatnya membuka mulut untuk berbagi cerita denganku.

Memang kadang apa yang ia lontarkan sama sekali nggak penting dan nggak berguna, anehnya aku masih mau mendengarkan dia. Kami memang berbeda, Luna cenderung cerewet dan aktif, sedangkan aku relatif pendiam. Persamaan kami adalah sama-sama suka drama Korea dan juga suka makan. Sebentar, meskipun kami suka dengan drama Korea, tapi kesukaan Luna lebih dari drama Korea. Mungkin hampir seluruh artis Korea dia hafal, mulai dari aktor, aktris, boyband hingga girlband hampir seluruhnya hafal. Aku sendiri lebih pilih menghafal nama latin hewan, tumbuhan atau senyawa atau yang lainnya yang berhubnngan dengan pelajaran Sains. 

 Bicara soal Sains, aku lupa kalau aku belum mengerjakan tugas biologi dari Bu Sisca. Aku mengehentikan langkahku, melotot, lalu melihat wajah Luna dengan ekspresi wajah yang aku tidak tau bagaimana bentuknya. Aku benar-benar lupa. 

“kenapa?” Tanya Luna bingung.

Aku lari secepat mungkin, meninggalkan Luna yang memanggil-manggil namaku dengan kerasnya. Aku tiba di kelas, masih ada waktu sekitar tujuh menit sebelum bel masuk berbunyi. Meskipun pelajaran biologi dimulai setelah istirahat pertama, tapi aku tidak bisa tenang, aku tidak punya cukup waktu menyelesaikan tugas yang cukup banyak itu.

Tidak mungkin aku mengerjakan tugas biologiku saat pelajaran Bahasa Inggris sedang berlangsung. Buru-buru aku mengeluarkan buku saat sudah duduk di bangku. Kubuka buku paket biologi yang cukup tebal itu. Sialnya, aku lupa halaman berapa tugas yang diberikan Bu Sisca. Padahal biasanya hal sekecil apapun selalu aku catat. Aku melihat Jovi yang baru saja tiba di kelas.

“Jov, PR biologi halaman berapa sih?”

“Oh iya, ada PR ya? Nggak tau gue lupa. Nanti gue mau keluar aja deh, makin stres gue lama-lama diajarin Bu Sisca.”

Aku memutar bola mata dan mendesah kesal. Tidak ada gunanya memang bertanya pada Jovi. Selain sikapnya yang kelewat santai juga pembangkang, Jovi juga sedikit menyebalkan, tidak bisa diandalkan. Bukannya merendahkan, tapi, menanyakan sesuatu pada Jovi itu memang tidak ada untungnya.

“Sari!” seruku, yang kupanggil menoleh, lantas dia menaruh ponselnya di atas meja. “PR biologi halaman berapa?” 

 “73, kalo nggak salah.”

“Makasih ya,” ucapku tulus. Sari tersenyum lalu kembali dengan aktifitasnya memainkan ponsel.

Kulirik jam tangan yang kupasang di tangan kiri, waktunya tinggal lima meniti lagi, waktuku terbuang dua menit hanya untuk bertanya perihal halaman buku. Kali ini aku benar-benar sial. Bodohnya aku semalam malah mengerjakan tugas matematika yang masih besok dikumpul.

Dengan keadaan panik kubaca soal biologi yang cukup panjang itu, sialnya lagi, dalam keadaan panik begini aku kesulitan mencerna maksud dari soal ini. Setelah aku baca tiga kali, baru aku paham soalnya, kubuka buku catatan biologiku, kucari materi yang dimaksud dalam soal tersebut. Setelah menemukan jawabannya, langsung kutulis jawaban tersebut dengan buru-buru, alhasil tulisanku menjadi sedikit berantakan.

“Ngapain Bel?” Tanya seseorang yang baru saja berdiri di dekatku. Ternyata dia Bella, di sampingnya ada Fathan yang menatap bukuku yang masih sedikit tulisannya.

“Ngerjain tugas biologi, gue lupa belum ngerjain.”

“Kok bi…” Kalimat Bella terpotong saat terdengar suara bel masuk. Lalu sepersekian detik kemudian Miss Anna datang dengan sepatu hak tingginya yang mengetuk lantai hingga memnimbulkan suara yang sedikit keras.

Aku melotot, Bella langsung duduk di sampingku, juga Fathan yang langsung duduk di belakang Bella. Buru-buru memasukkan kembali buku biologiku ke dalam tas, dan beralih mengambil buku bahasa Inggris dan menaruhnya di atas meja.

“Morning class,” sapa Miss Anna.

“Morning, Miss.”

“How’s life?”

“I am good.”

“Good. Who’s absent?”

“No one, Miss.”

Lihat selengkapnya