Aku baru saja menaruh ponsel di atas meja belajar saat Mama teriak memanggil namaku. Tanpa menjawabnya aku langsung menghampiri Mama yang lagi memecahkan telur dan memasukkannya ke dalam baskom. Ada banyak bahan-bahan lain seperti gula pasir, soda kue, terigu, susu bubuk, dan lain-lain.
“Mau bikin apa?” tanyaku langsung saat sudah berdiri di samping Mama.
“Bolu pisang,” jawabnya singkat.
“Tumben,” aku membuka soda kue dan mengocoknya iseng ingin melihat seberapa banyak isinya, kadang aku emang segabut itu. “Pisangnya mana?”
“Jangan buat mainan itu sodanya kalau tumpah gimana?” aku berhenti memainkan soda, dan meletakkannya lagi di samping gula pasir yang masih dibungkus plastik. “Di kulkas, tolong ambilin terus diancurin pake garpu sana, biar nggak nganggur.”
Mama selalu gitu, nggak bisa liat anaknya nganggur barang sebentar doang. Aku langsung mengambil beberapa pisang di kulkas, kemudian menghancurkannya pakai garpu sesuai arahan Mama. Tidak sampai dua menit aku selesai dengan tugasku, menyerahkan piring berisi pisang yang sudah kueksekusi sampai halus itu. Mama sudah mengaduk adonan menggunakan mixer.
“Gantiin Mama dulu nih, Mama mau nyiapin loyang sama open sebentar.”
Aku mengambil alih mixer dari tangan Mama, terdengar suara gaduh saat Mama terlihat sedang mencari loyang.
“Loyangnya Mama taruh mana ya?” lihat, ternyata aku mewarisi sifat pelupa dari Mama, tapi kalau aku lupa sesuatu, Mama yang paling awal memarahiku. “Perasaan, Mama taruh sini deh waktu itu.”
“Salah naruh deh Mama kayanya. Coba di lemari satunya,” ucapku malas, sambil terus memutar mixer ke seluruh sisi adonan. Lantas kemudian Mama beralih ke lemari lainnya, masih terus mengeluarkaan suara gaduh, sampai beberapa baskom dan beberapa bekakas lainnya keluar dari tempatnya.
“Nggak ada nih, Bel.”
“Ya Mama taro mana?”
“Kalau Mama inget juga nggak bakal nanya sama kamu Bel.”
“Waktu itu Bu Een minjem udah dibalikin belum?”
“OH IYA!” Suara Mama meninggi, mixer saja masih kalah.
“Nggak usah ngegas Ma. Bikin kaget.”
“Terusin itu mixer-nya, ntar kalo udah ngembang masukin pisang sama terigunya. Mama mau ke rumah Bu Een dulu.”
:”Jangan lam-lama,” ucapku tanpa ditanggapi Mama yang sudah sampai di depan saat aku menengok ke belakang.
Sampai adonan mengembang, dan pisang serta terigu sudah kumasukkan dan kuaduk rata, Mama masih belum kembali dari rumah Bu Een. Dari pada bosan, aku ke kamar mengambil ponselku dan membuka aplikasi Whatsapp siapa tau ada pesan masuk dan penting. Saat kubuka, ternyata aku sudah dimasukkan ke grup belajar bersama yang tadi dibahas di kantin, grup itu sudah lebih dari seratus percakapan.
Aku penasaran lalu kubuka, pertama kali Bella yang mengirim pesan, dia mengatakan tentang tujuan dibuat grup ini, untuk apa lagi kalau bukan untuk saling menginformasi tentang kelanjutan belajar bersama, juga jika ada soal yang sukar dijawab bisa didiskusikan di grup ini.
Lalu sisanya hanya percakapan receh antara Luna, Dimas dan Jovi, sesekali Fathan juga ikut nimbrung dengan candaan mereka. Sampai pada saat kulihat ada foto Luna, aku dan Fathan tadi siang ketika di sekolah. Tentu Luna yang mengirimnya, lalu kemudian yang lain tinggal menertawakan juga menambah beberapa ledekan lagi yang semakin membuatku kesal.
BERISIK KALIAN!!!
Luna
Loh nak, jangan gitu nggak sopan. @Fathan Pa, ini anak kamu udah mulai kurang ajar tolong ajarin.
Fathan
Nak, nggak boleh gitu, jangan diulangin lagi ya. Kali ini Papa maafin.
Jovi
@Luna @Fathan, Om Tante, saya minta izin buat macarin anak Om Tante boleh?
Fathan
NGGAK BOLEH! ANAK SAYA MASIH TK!!!!
Kumatikan data seluler, biar saja mereka bercanda sesukanya. Aku menaruh ponsel di meja dengan sedikit membantingnya. Sialnya bersamaan dengan datangnya Mama dan jadilah Mama memarahiku dengan seluruh kemampuannya.
“Banting-banting aja terus, dikira duit tinggal metik.”
“Iya maaf,”
“Maaf, maaf. Mana tadi adonannya, udah diaksih pisang sama terigu belum?”
“Udah tadi, lama banget ngapain aja sih?” tanyaku gentian yang ketus.
“DIajakin ngobrol dulu tadi sama Bu Een.”
“Ya Mama harusnya bilang lagi buru-buru dong, biar nggak diajakin ngobrol.”
“Orang tiap Mama mau pamit, Bu Een ngomong terus.”
“Langsung tinggal aja.”
“Nggak sopan lah!”
Aku langsung teringat kalau minggu depan aku dna teman-teman mengadkan belajar kelompok di rumah, mumpung ingat, aku beri tahu saja sekarang.
“Minggu depan temen-temenku mau ke sini, kita mau belajar bareng, tiap Kamis sama Jumat.”
“Wah bagus tuh, Enaknya Mama bikin apa ya?”
“Bikin apa, apanya?”
“Ya masa temen kamu ke sini nggak dikasih apa-apa.”
“Kasih sirup rasa jeruk sama keripik aja udah seneng mereka.”
“Mpek-mpek aja kali ya. Udah lama juga kita nggak bikin mpek-mpek.”
“Terserah Mama aja deh. Buruan itu masukin ke loyang adonannya.”
“Nih kamu masukin, hati-hati jangan tumpah, Mama mau manasin open dulu.”
Aku olesi loyang dengan mentega sebelum memasukkan adonan. Lalu menyerahkan adoanan tersebut kepada Mama dan memasukkannya ke dalam open. Setelah menunggu bebarapa saat, akhirnya bolu pisang buatan kami jadi.
…
Matahari tenggelam sejak dua jam lalu, kini aku sedang berada di kamar mengerjakan beberapa soal biologi seperti biasanya, ditemani dengan sepiring bolu pisang dan susu vanilla.
Mama dan Papa sedang menonron televisi di ruang keluarga. Baru lima soal yang kuselesaikan, suara mobil terdengar di depan rumah, dengan terpaksa kututup buku dan keluar dari kamar menuju ruang tamu.
Mama dan Papa sudah ada di depan pintu. Dari dalam rumah aku bisa lihat kalau yang baru saja memasuki pelataran rumahku itu adalah mobil milik Om Apit sepupu Mama.
Tante Mona keluar terlebih dahulu dari pintu sebelah kiri, menggendong anak laki-lakinya yang baru berumur satu tahun, kemudian disusul Om Apit yang keluar dari pintu kemudian.
“Dari mana ini tadi?” Tanya Mama menyalami Tante Mona dan Om Apit bergantian.
“Dari rumahnya Teh Aas, terus ke rumah Kang Adi sekalian mampir sini.”