Katanya, masa SMA adalah masa sekolah yang paling indah di antara semua masa sekolah. Walaupun belum sepenuhnya aku menghabiskan masa SMAku, tapi banyak momen yang sangat berkesan ketika aku SMA. Bukan berarti aku tidak menyukai masa-masa sekolahku ketika SD atau SMP.
Sebentar lagi, tidak sampai tiga bulan, aku benar-benar meninggalkan SMA. Menjadi salah satu alumnus dari tempatku bersekolah sekarang. Ada banyak hal yang sebetulnya belum rela aku tinggalkan dari sekolahku ini, meski saat itu belum tiba, tapi aku sudah bisa merasakan kesedihannya.
Sebentar lagi, aku dan yang lainnya akan berpisah, saling menyisakan kenangan antara kami. Tentunya aku akan merindukan mereka. Teman-temanku yang selama ini selalu membersamaiku. Dimana ada pertemuan di situ ada perpisahan, sudah seringkali aku mendengar hal tersebut. Aku tidak menyangkalnya, namun masih sedikit sulit untuk menerimanya.
Aku akan merindukan Luna yang sering berceloteh panjang lebar ketika kami baru saja bertemu di sekolah. Aku akan merindukan Luna yang seringkali curhat tentang pacar-pacarnya atau gebetannya. Aku pasti sangat merindukannya. Dia satu-satunya taeman yang paling dekat denganku. Dia yang seringkali mengalah ketika aku marah. Aku tidak tau, apakah nantinya dia akan tetap bersamaku, atau kami akan saling memisahkan diri menuju universitas pilihan masing-masing.
Aku akan merindukan Jovi. Manusia setengah gila yang sering menjadi langganan siswa telatan. Si biang onar kelas yang sering menghilangkan inventaris kelas. Aku juga akan merindukan Bella yang suka penasaran dengan apa-apa yang dilihatnya. Aku juga akan merindukan Fathan, temanku yang sering membantuku dalam mengerjakan tugas atau keadaan sulit lainnya. Mungkin juga, aku juga akan merindukan Dimas, salah satu temanku yang baru aku tau ternyata sangat pencemburu.
Aku mengunci layar ponsel begitu selesai melihat foto-foto SMA di galeri. Melirik jam dinding, aku menghela napas pelan. Ternyata belum terlalu malam. Aku baru saja akan merebahkan diri ke kasur sebelum akhirnya aku keluar kamar karena mendengar panggilan Mama. Buru-buru aku menghampiri Mama sebelum Mama meneriaki namaku lebih kencang lagi.
“Kenapa?” tanyaku begitu tiba di dekat Mama.
Mama duduk di sofa depan televisi, mengenakan daster motif batik coklat yang ia beli di tanah abang beberapa waktu lalu. Rambut panjangnya yang sedikit kelihatan ubannya ia gulung menggunakan jedai, aku duduk di samping Mama, turut memperhatikan sinetron yang biasanya Mama tonton.
“Mau martabak nggak?” tanya Mama.
“Mau lah, mana?”
“Order gih, pake ojol.”
“Yeee, kirain udah ada,” aku lupa kalau ponselku aku tinggal di atas meja kamar, tadinya aku akan beranjak ke kamar mengambil ponsel untuk order makanan. Tapi mama langsung mencegahku, katanya kelamaan. Dia menawariku memesan martabak menggunakan ponselnya. Aku menurut saja, toh males juga sebenarnya kalau harus ke kamar.
Baru saja aku membuka aplikasi ojek online, tiba-tiba ada sebuah panggilan video masuk di ponsel Mama. Seketika aku langsung menyerahkannya pada Mama. Tapi begitu Mama menerima ponselnya ia malah panik.
“Buruan angkat,” kataku gemas.
“Nggak pakai kerudung,” jawab Mama aku malah jadi ikutan panic, padahal Cuma panggilan video doang. “Papa, tolong ambilin jilbab Mama buruan,” teriak Mama pada Papa yang ada di dalam kamar.
Tak butuh waktu lama akhirnya Papa keluar, membawa apa yang Mama minta. Tapi begitu Mama akan memakainya, Mama malah terkejut dan meneriaki nama Papa.
“Kenapa?” tanyaku dan Papa kompak.