Hi Mom

Rizki Yuniarsih
Chapter #22

Hi Mom 22 [SELESAI]

 

           Mana yang lebih membahagiakan selain melihat Mama sehat dan dalam keadaan segar bugar serta semringah. Di luar sifat Mama yang kadang galak sebenarnya dia adalah sosok paling hebat. Hampir segala jenis pekerjaan ia bisa lakukan.

           Dulu saat aku masih duduk di sekolah dasar, Mama yang sering membantuku dalam belajar sampai bisa menjadi juara kelas enam tahun berturut-turut. Mama yang selalu memarahi A’ Chandra ketika dia berulah untuk mengerjaiku.

           Mama orang pertama yang memujiku pintar ketika aku mendapat nilai sempurna. Mama juga yang menyemangatiku ketika nilaiku anjlok. Mama juga yang mengajariku mengenal Tuhan untuk pertama kali. Mengajariku solat lima waktu serta mengaji.

Tepat hari ini Mama ulang tahun yang ke 50. Setengah abad sudah dia ada di dunia, menjalani kehidupan yang aku tau pasti tidak mudah. Apa lagi ketika ia memiliki keluarga sendiri mengasuh dua anak dan seorang suami jelas tidak mudah baginya.

Maka sebab itu, sebagai bentuk terima kasihku pada Mama, sudah menjadi wanita hebat dan kuat hingga di usianya saat ini, aku berniat memberinya hadiah. Aku ingin memberinya hadiah yang sangat berkesan untuknya, karena selama ini aku belum pernah memberinya hadiah.

Setelah rapi dengan seragam sekolah, aku langsung keluar kamar untuk sarapan. Mama dan Papa sudah siap di meja makan, mereka berdua tampak sedang berbincang-bincang.

“Hari ini katanya pengumuman SNMPT Bel?” tanya Mama begitu aku menaruh nasi goreng ke atas piringku. Aku bahkan tidak ingat kalau hari ini adalah hari pengumuman kalau Mama tidak bilang.

“Oh, iya,” ucapku. Merogoh ponsel di saku kemeja sekolah. Aku membuka website untuk melihat pengumuman SNMPTN itu. Ternyata masih sekitar sepuluh jam lagi pengumuman itu dibuka. “Masih nanti sore ternyata, doain aja ya. kalau bisa disholawatin, hehe.”

Sebenarnya aku deg-degan tidak karuan menenti hasil pengumuman nanti, tapi aku juga tidak berekspektasi terlalu tinggi, supaya tidak kecewa berlebih kalau misal nanti ternyata aku tidak lolos. Tapi bukan berarti aku tidak punya harapan, aku pasrah dengan yang di atas.

“Semoga diterima ya,” ucap Mama. aku mengamininya dalam hati. “Udah, buruan sarapan, nanti telat.”

Sembari menghabiskan sarapan, kami hanya berbincang ringan. Tidak ada percakapan yang menyinggung ulang tahun Mama. Bahkan Mama tampaknya lupa dengan ulang tahunnya sendiri. Syukurlah, biar kejutanku nanti membuat Mama benar-benar terkejut. Meskipun aku tidak tau kejutan apa yang aku berikan untuk Mama nanti. Nanti aku minta bantuan Luna saja untuk memberikan Mama kejutan.

Aku dan Papa pamit pada Mama sebelum kami berangkat. Kujabat tangannya yang kasar dan keriput itu, kucium punggung tangan Mama cukup lama dan menghirupnya dalam-dalam.

“Udah, udah,” pinta Mama saat aku tak kunjung melepaskan tangannya,

Aku nyengir lalu membebaskan tangan Mama. “Kita berangkat dulu, assalamualaikum,” salamku.

Waalaikumsalam,” jawab Mama.

           Aku dan Papa langsung masuk ke dalam mobil lalu Papa mulai melajukan mobilnya meninggalkan rumah.

           “Pa,” panggilku.

           Papa hanya berdeham menjawab panggilanku karena sedang fokus nyetir.

           “Tau nggak sih?”

           “Apa?” tanyanya singkat dan terkesan dingin.

           “Mama sekarang tuh ulang tahun.”

            Pandangan Papa melihat serius ke spion sebelum membelokkan mobilnya. “Terus?”

           “Ih gimana sih? Mama tuh ulang tahun, lho, Papa harusnya excited dong. Beliin kado, kasih kejutan. Beliin kue atau ajak jalan-jalan kek.”

           “Males. Ribet.”

           “Tuh, kan. Kenapa sih Mama bisa suka sama Papa yang cuek gini?”

           “Karena Papa ganteng,” jawab Papa. Aku yang mendengarnya mengembungkan pipiku untuk menahan tawa, tapi percuma karena detik berikutnya tawaku pecah.

           “Idih, narsis banget kaya A’ Chandra persis. Pede banget bilang ganteng.”

           “Kamu juga persis Mama.”

           “Cantiknya?” tanyaku.

           “Cerewetnya.”

           Aku melotot takjub, bisa-bisanya Papa bilang begitu. “Aku bilangin Mama nih!”

           “Bilangin aja,” katanya cuek. 

           Aku mengembuskan nafas kasar. Kami hanya saling diam seterusnya hingga tiba di sekolah. Aku mencium tangan Papa sebelum keluar dari mobil dan masuk ke gedung sekolah.

           Riuh rendah suara yang dihasilkan dari kelas tedengar hingga luar. Aku langsung masuk ke dalam kelas dengan langkah pasti. Semua orang terlihat sibuk sendiri-sendiri, Aku menaruh tas d atas meja sebelum mendaratkan bokongku di bangku.

           Begitu melihatku datang Fathan langsung tersenyum, aku pun membalasnya dengan senyuman juga. Aku sekarang sudah mulai terbiasa jika bertemu dengan Fathan semenjak saat itu. Aku juga mencoba terbiasa ketika dia terang-terngan mendekatiku. Tapi yang membuatku agak berat hati adalah karena sikap Bella yang akhir-akhir ini semakin dingin kepadaku.

           Aku tau, bahwa hubungan Bella dan Fathan sudah sangat dekat. Bahkan mereka berdua digadang-gadang akan menjadi pasangan yang serasi. Tapi hati siapa yang tau kalau ternyata Fathan tidak merasa sedekat itu dengan Bella, Aku bukan sok tau atau asal berpendapat tentang perasaan orang, tapi Fathan sendiri yang bilang padaku kalau dia tidak merasa dekat dengan Bella.

           Aku sebenarnya tidak nyaman kalau Bella menjauhiku begini. Karena sebelumnya aku belum pernah merasa dimusuhi oleh temanku sendiri. Tapi apa yang harus aku lakukan untuk membuatnya kembali bersikap seperti dulu lagi padaku. Haruskah aku minta maaf sementara aku sama sekali tidak melakukan kesalah padanya?

Lihat selengkapnya