Selama perjalanan menuju sekolahnya yang berlokasi di Jakarta Timur, Rafan hanya melamun memandangi gedung-gedung pencakar langit. Jujur dia tidak terlalu begitu mengingat kejadian yang terjadi di ruangan konsultasi, tetapi dia sangat ingin mengetahui apa yang telah Shaga dan Khan lakukan.
“Den Rafan, kita sudah sampai,” kata Pak Sutris.
Tersadar dari lamunannya, Rafan ada mempersiapkan dirinya. Mobil sedan mewah itu berhenti di depan lobi sekolah, salah satu satpam langsung membantu membuka pintu belakangnya tuk Rafan. Turun dari dalam mobil mewahnya, dia ada perhatikan plang sekolahnya yang bernama SMA Bintang Jaya.
“Den Rafan, nanti Pak Sutris jemput Den Rafan setelah mengantarkan Nyonya Umi ke Senayan City ya.”
“Baik Pak Sutris, santai saja. Aku juga tidak mau menganggu jadwalnya Tante Umi yang super sibuk,” katanya dengan tawanya yang kaku.
Pak Sutris ada langsung pergi meninggalkan Rafan sendirian di lobi sekolah. Dia yang deg-degan mulai melangkah maju menuju kelasnya. Selama dia berjalan di lorong sekolah, siswa-siswa yang melewatinya ada memandanginya sekaligus berbisik membicarakannya.
Dasar aneh
Freak banget ya dia
Awas ada bocah psikopat
Mengapa anak seperti dia ada di sekolah kita ya?
Gak bahaya ta
Bisikan mereka yang merendahkan martabatnya terdengar ditelinganya dia. Perkataan jahat itu membuat Rafan semakin malu dan hampir membuatnya menangis. Setiap hari dia harus bisa bersabar mendengar kata-kata pahit tersebut.
“Hoi Rafan!” namanya ada disahut, Rafan yang awalnya menunduk menyembunyikan wajahnya langsung mengangkat kepalanya ke depan. Sosok cahaya ada berlari menghampirinya dan ternyata yang memanggilnya barusan adalah Bagas, sahabatnya sendiri.
“Halo gas,” sapa baliknya.
Kok mau ya anak sekeren Bagas berteman dengan si aneh itu?
Iya ya, apa jangan-jangan tantenya si Rafan yang kaya raya itu membayarnya supaya bisa berkawan dengan dia?
Sepasang muda-mudi itu tengah membicarakan tentang pertemanan mereka berdua, secara tiba-tiba Bagas menghampiri mereka. “Sebaiknya kalian cari tau dulu kebenarannya sebelum bergosip yang aneh-aneh!” geramnya sembari meremas kepalan tangannya.
Melihat Bagas menakuti para siswa-siswi tersebut, Rafan yang tidak mau cari perkara langsung meraih lengannya Bagas dan menariknya jauh-jauh dari keramaian. Dia pun ada mengajaknya ke bagian gudang sekolah, di mana mereka tidak akan menarik perhatian.
“Kenapa lo suka mencegah gue ketika gue mau menegur mereka si? Apakah lo gak muak mendengar semua tuduhan kagak benar itu!?” katanya terheran-heran.