Hi, Namaku...

Muqtadir Ghani Putranto
Chapter #3

Bagian 3 "Perundungan"

Pada bagian belakang sekolah terdapat gudang terbengkalai. Di mana hawa pada area itu sangat mengerikan. Saking telantarnya, tempat itu akhirnya diambil alih oleh suatu geng. Kelompok remaja nakal itu dikenal dengan nama Geng Gaskuen.

Rebahan di atas sofa yang sudah usang, Titus menghirup dalam vape nya dan langsung dihembuskan asapnya ke atas. Dia sedang ada kenikmatan menikmati liquid vape rasa anggur merahnya. Tidak hanya merokok, di saat lagi berbaring dia juga ada mengangkat barbelnya untuk memperkencang otot bisepsnya. Memang aneh sekali gaya pola hidupnya si Titus ini.

“Bos Titus memang hebat sekali!” puji lelaki berambut kuning jamet. Iya, dia bernama Jaki. Salah satu anak buah gengnya yang selalu menganggumi kehebatan Titus.

Seorang pemuda dengan gaya rambut mangkok ada menghampiri Titus dengan membawa secangkir kopi. “Ini minumannya untuk Tuan Titus,” katanya begitu sopan.

Mengambil minuman hitam itu dari tangannya, Titus langsung meminumnya meskipun masih panas. “Pahit, gue suka banget kopi buatan lo, Denis.”

Denis jadi tersipu malu ketika kopinya dibilang enak sama tuannya. Dia pun membungkuk hormat kepadanya.

TENG…TENG…

Terdengar bunyi bel sekolah yang begitu nyaring, tandanya mereka harus segera kembali ke kelas sebelum guru masuk ke dalam. Tapi untuk Titus sendiri, dia tidak ada peduli dengan namanya datang tepat waktu. Dia bisa datang kapan saja sesuai kemauannya.

Mengapa dia ada berani melanggar peraturan sekolah. Dikarenakan orang tua Titus adalah pejabat tinggi di pemerintahan pusat dan mereka adalah salah satu pendonor dana untuk sekolahnya. Jadi guru tidak ada yang berani untuk menegurnya. Kalau ada yang sampai membuatnya kesal, dana keuangan sekolah bisa jadi ancamannya. Meskipun itu menjengkelkan bagi guru, tetapi mau bagaimana lagi. Ibarat pepatah seorang suhu pernah berkata ‘Lu punya uang, Lu punya kuasa’.        

“Bos ada mau balik ke kelas? Atau masih mau nyantai dulu?” tanya Jaki sembari meregangkan lengannya yang kaku.

Menghabiskan kopi hitamnya, Titus bangkitkan diri dari duduknya. “Boleh aja sih, tapi gue ingin jalan-jalan dulu di lorong sekolah,” menghisap vape nya lagi, kemudian dia melangkah keluar dari dalam ruangannya.

Anak-anak buah Geng Gaskuen yang lagi asyik bermain gim online di ponsel mereka seketika berdiri tegap ketika melihat bos besarnya keluar. Titus pun dengan santai beranjak pergi menuju lorong diikuti Jaki dan juga Denis.

Aura negatif dan mengerikan langsung terpancar ketika Titus bersama kedua temannya melewati siswa-siswi yang tengah berjalan menuju kelas mereka. Saking menakutkannya mereka bertiga, tidak ada yang berani untuk berbicara maupun menatap mereka.

Lagi melihat dua sejoli yang tengah bermesraan di kursi panjang. Titus dengan santainya langsung duduk ditengah-tengah mereka dan merangkul keduanya. “Lagi pacaran ya? Cinta itu bagi gue sangat menjijikan. Pengen muntah tau nggak! Sebaiknya kalian pergi dari sini sebelum gue macam-macam sama kalian.”

Takut sama ancamannya, pasangan muda itu segera berlari terbirit-birit meninggalkan Titus. Tersenyum melihat mereka ketakutan, Titus menghirup vape anggur merahnya, lalu melanjutkan perjalanan.

Seorang pemuda berbadan gemuk ada tengah memasukkan duitnya ke dalam vending machine sekolah. Dia yang lagi kelaparan langsung memilih batang coklat yang terkenal manisnya.

“Gak sabar untuk nyobaiin!” mengambil coklat dari lubang mesin, dia yang lagi kegirangan ada berputar balik, namun malah menabrak seseorang. “Aduh! Gak bisa lihat apa kalau orang lagi jalan!” berangnya.

Di saat melihat orang yang ditabraknya, nyalinya langsung menciut. Titus ada menghembuskan asap vape nya ke wajahnya. Dia pun terbatuk-batuk ketika menghirupnya.

Jaki yang tidak menerima bosnya dimarahi lekas meraih kerah seragamnya pemuda tersebut. “Hoi gendut! Beraninya lo bentakin bos Geng Gaskuen! Lo mau nyari mati huh!?” mengarahkan kepalan tangannya kehadapan wajahnya.

“Maaf! Maaf! Gue gak bermaksud untuk memarahinya! Sumpah!!” wajahnya mulai memucat.

“Tuan Titus, hukuman apa yang layak untuk babi ngepet ini!?” Denis bertanya.

Tidak berkata sama sekalipun. Titus berjalan menghampirinya. Kemudian dia mengambil batang coklat dari genggaman tangannya. Pemuda gemuk itu syok ketika jajanannya ada diambil darinya. Lalu Titus membuka bungkusan yang berlapis emas itu dan langsung memakannya.

“Ah tidak! Coklat gue!!” nangisnya penuh derita. Jaki ada menahannya ketika dia mau mencoba merebut kembali coklat yang tengah dimakan sama Titus. “Kalian…kalian memang geng pembully yang parah!!” langsung lari meninggalkan mereka bertiga.

Tertawa-tawa mendengarnya, Titus menghabiskan langsung coklat batang tersebut. Jaki dan Denis juga ikut ketawa ketika melihat si gendut itu lari sekaligus menangis.

“Hoi kalian bertiga!”

Sahutan lantang dari belakang membuat mereka bertiga menoleh ke sumber suara. Betapa terkejutnya mereka ketika melihat tiga siswa berjas abu-abu muda. Yang berdiri ditengah langsung jalan mendekati Titus. “Kalian kok belum masuk ke kelas? Apa kalian bertiga mau kena sanksi?!” tegasnya.

Titus tersenyum lebar ketika terkena teguran dari pemuda berambut cepak. “Gazali, apa lo kagak capek-capek negur kita mulu? Lo tau kan gue ini kebal dari namanya hukum!”

Sifat angkuhnya Titus itu bikin dia tersenyum menyeringai. “Memang lo kebal, itu pun karena orang tua lo. Tetapi percayalah, suatu saat nanti lo akan mendapat ganjarannya karena sudah berbuat sewenang-wenang di sekolah tercinta ini!” 

“Gue harus akui sifat berani lo Gazali,” menyentuh bahunya lalu diremas begitu erat. “Tapi jangan lupa, posisi gue lebih menguntungkan daripada lo. Dan gue bisa menghancurkan hidup lo dengan mudah. Jadi sampai jumpa Ketua OSIS!” melanjutkan perjalanannya, diikuti Jaki dan Denis dibelakang.

“Gazali, apa lo gapapa?” tanya salah satu rekannya.

“Gue gapapa, kita sebagai OSIS harus tetap berdiri teguh menghadapi para perundung itu,” Gazali memegang bahunya yang sedikit nyeri setelah diremas kencang sama tangannya Titus.

Titus menghisap dalam-dalam vape yang ia kalungi. Lalu kedua matanya menuju lantai dua, di mana dia bisa melihat Rafan sedang berbincang sama Bagas di balkon sekolah. Menatap wajahnya sedikit lama, dia sudah mengetahui penyakit langka yang dialaminya.

“Bos! Bukankah itu Rafan? Anak aneh yang beberapa minggu yang lalu telah menghajar habis anak-anak buah kita!?” Jaki langsung menunjuk ke arah balkon.

“Apakah kita perlu memberi dia namanya pelajaran tuanku?” Denis mulai mengepal tangannya.

Menghembuskan asap beraroma anggur, Titus menyilang kedua lengannya. “Tenang saja, kita akan mengajak si aneh itu untuk berbincang. Perbincangan yang begitu menyakitkan,” senyum psikopatnya.

Jaki dan Denis hanya bisa mengangguk iya saking keduanya takut sama aura kegelapan si Titus. Pemuda berotot ini tidak main-main jika ngomong. Sempat dia membuat salah satu murid masuk UGD. Dituntut sama pihak korban. Namun pada akhirnya bebas juga saking lemahnya hukum dengan tumpukan duit. Dunia memang sedang tidak baik-baik saja.

Lihat selengkapnya