Hi, Namaku...

Muqtadir Ghani Putranto
Chapter #4

BAB II "Seberkas Cahaya"_Bagian 4 "Mimpi Buruk"

Hembusan angin dingin bikin badan Rafan menggigil kedinginan. Dia yang sudah tidak tahan lagi langsung membuka kedua matanya. Mengucek-ngucek matanya, tiba-tiba dia terdiam. Betapa aneh sekali, dia sekarang bukan berada dikamarnya sendiri melainkan ruangan hampa yang begitu gelap.

Mendadak serbekas cahaya menyilau pemandangannya. Dia yang penasaran ada menoleh ke samping. Betapa terkejutnya Rafan ketika melihat suatu kobaran api di ujung sana.

“Api apa itu?”

Rasa penasarannya bikin Rafan segera bangkit dari duduknya dan mulai melangkah ke sumber api tersebut. “Apa yang sedang terjadi? Di mana aku sekarang?”

Berhasil mendekati api tersebut, kedua matanya langsung terbelalak. Ada sebuah mobil sedan Toyota yang terbakar. Namun, hal ini sangatlah tidak asing baginya. Dan ini membuat dia keringat dingin sekaligus mulai panik.

“Bapak…Ibu…”

Mobil terbakar yang tengah Rafan saksikan itu adalah kendaraan keluarganya ketika ia bertamasya bersama bapak dan ibunya ke puncak saat dia masih kecil. Kini Rafan harus menyaksikan lagi pengalaman trauma tersebut.

“Apa-apaan ini…kenapa aku harus melihatnya lagi…ini mimpi bukan!?” air matanya mulai mengalir keluar.

RAFAN…RAFAN…

Tiba-tiba suara orang tuanya muncul dipikirannya. Dan yang lebih mengejutkannya lagi mayat kedua orang tuanya ada merangkak keluar dari dalam mobil tersebut. Masing-masing mereka mengarahkan telapak tangan mereka ke pemuda yang tengah syok itu.

“Tidak! Tidak! Kalian sudah mati…ini tidak mungkin terjadi!” teriaknya melengking.

Orang tuanya yang sudah mati itu tetap merangkak ke arah Rafan. Situasinya semakin horror. Dia yang sudah tidak kuat langsung berlari meninggalkan mereka berdua. Aku sayang kalian berdua! Tetapi…aku tidak mau mengingat kejadian suram itu lagi!!

“AHHH!”

Dia yang tidak berhati-hati langsung terjatuh ke jurang yang begitu dalam dan gelap. Rafan yang tengah terjun bebas ada berteriak sekencang mungkin. Apakah ini sudah saatnya aku mati? Kalau begitu tidak papa, lagi pula aku sudah lelah dengan kehidupan dunia ini. Memejamkan kedua matanya dan siap menerima takdirnya.

Anehnya, dia sudah terjatuh dengan kecepatan tinggi tetapi belum sampai bawah juga. Rafan yang masih memejamkan kedua matanya ada meraba-raba, dan dia dapat menyentuh tanah.

“Rafan, bangun dong!”

Tidak asing mendengar suara tersebut, kenapa dia bisa mendengar suaranya sendiri, bahkan bukan dalam pikirannya. Terus yang anehnya lagi, gaya bicaranya sangat berbeda sama dirinya. Tanpa menunggu lama lagi, Rafan langsung membuka kedua matanya dan mendongak ke atas. Dia sangat terperanjat melihat dirinya sendiri, tetapi dia ada memakai kacamata.

“Ah sudah bangun! Selamat datang Rafan!” sapanya begitu ceria.

Rafan yang tengah terguncang ada langsung mengarahkan jemari tangannya ke kedua pipinya. Kemudian dia yang penasaran mencubitnya berkali-kali sampai membuatnya mengerang kesakitan. “Cukup! Cukup! Kenapa kamu perlu mencubitku sih!!” kesalnya.

“K…Khan!? Tunggu ini benaran kamu, tetapi bagaimana bisa!!” Rafan masih terperanjat.

“Aku sendiri juga kebingungan. Secara logika memang sangat mustahil bisa melihat kepribadian lainnya sendiri sih. Tetapi ini mungkin kasus baru ya, jadi menarik sekali untuk diteliti!” memegang dagunya.

Masih belum percaya apa yang sedang terjadi. Tadi dia ada menyaksikan lagi masa traumanya, sekarang dia dapat melihat identitas lainnya, yakni Khan, secara langsung. Benar-benar ajaib sekali. Ini sudah pasti mimpi kan ya!?

Bangkit dari bawah, perlahan-lahan Rafan ada mundur ke belakang ketika Khan tengah merenung sendiri. Tetapi dia menubruk seseorang, dan membuatnya berpaling ke belakang. Kedua bola matanya langsung melebar di saat melihat sosok dirinya yang mengenakan jaket denim kuning, rambutnya gaya jambul, dan dia lagi memakan permen lollipopnya.

“Tunggu...jangan-jangan kamu ini Shaga!?”

Lihat selengkapnya