Mobil berjalan stabil. Tidak terlalu cepat, pun tidak terlalu lambat. Kevin memilih jalan biasa daripada tol, katanya sih saldo e-money nya sedang habis. Atau jangan-jangan? Ia hanya mengulur waktu untuk membayar semua waktu yang telah terlewati begitu saja?
Atau jangan-jangan hanya alibi karena rasa rindu yang menyelinap? Bukankah mereka tak akur selama masa sekolah?
“Bukannya lebih cepet kalau lewat tol, Vin?” tanya Joni, padahal baru saja tadi ditanyakan oleh Aksa. Lelaki itu hanya tertawa. Dari dulu Joni memang seperti itu, tinggal menunggu waktu saja Kevin akan menjawab dengan kata yang sedikit menekan.
“Makanya kalau orang ngomong didengerin! Tadi ‘kan udah ditanyakan sama Aksa, kenapa lo tanyain lagi, bambaang?” balas Kevin dengan nada kesalnya.
“Santai napa, gue tadi lagi fokus nanyain keadaan anak gue. Apa susahnya sih tinggal jawab aja?”
Aksa hanya terdiam di jok belakang. Memperhatikan perdebatan sederhana yang jujur membuat dirinya rindu itu.
“E-money gue abis,” jawab Kevin datar.
“Kalau gitu bilang dong pinjam kartu gue, gue masih banyak nih, emang sedia stok, takut-takut keluar kota mendadak.” Joni mengeluarkan kartunya.
“Wih, keren deh lo sekarang. Kerja apa, Jon?” Aksa bertanya setelah memutuskan terdiam.
“Nggak begitu keren sih, cuma Quality Control Engineer, sih.” Ada nada kesombongan ternyata pada ucapannya.
“Dih, gila! Gede tuh gajinya!” Spontan Kevin berujar, membuat Joni semakin tinggi saja.
“Udah, lewat tol aja, nanti di depan ada pintu masuk tol lagi, lewat sana aja, gue yang bayar.” Joni menyerahkan kartunya pada Kevin.
Kevin menggeleng mantap. “Nggak mau!”
Jawaban tegas Kevin membuat Aksa dan Joni terkejut. “Lo nolak gue?”
Naïf sih kalau Kevin nggak ada uang di kartu nya. Atau sebenarnya ini hanyalah alibi? Ada hal lain yang disembunyikannya? Tapi? Apa itu? batin Aksa bergejolak.