HICKS (Hidup, Impian, Cinta, Keluarga dan Sahabat)

Sidik Setyo Hanggono
Chapter #2

CHAPTER 2

Dinginnya malam ini serasa menusuk kedalam tulang, jalan-jalan masih basah akibat hujan yang turun sangat deras tadi sore. Saat sampai di depan rumah, perlahan-lahan Elmo masuk melalui pagar yang hanya terbuat dari bambu, halamannya sempit dan tidak terawat ditambah lagi rumahnya sangat kecil dan kumuh tidak sesuai dengan Elmo yang memiliki kulit bersih dan wajah tampan. Jika dilihat memang pada kenyataannya keadaan perekonomian keluarga Elmo sangat jauh dibandingkan dengan ketiga sahabatnya yang lain, Sayangnya tidak ada satu orang pun dari Toya, Raffi maupun Dean yang tahu bagaimana kondisi keluarga Elmo sebenarnya.

Rasa lelah telah menguasai tubuh Elmo ditambah lagi baju seragamnya pun terkena bercak darah, ingin rasanya segera masuk ke rumah dan beristirahat, tetapi saat membuka pintu ia langsung disambut dengan tinju seorang pria setengah baya yang wajahnya terlihat sangat marah dari keremangan cahaya lampu dalam rumah.

“Maaf pak.“ rintih Elmo kepada pria yang ternyata adalah bapaknya.

“Dari mana lo jam segini baru pulang?!?! Baju lo kena darah siapa?? Pasti lo abis tauran kan? Dasar anak setan lo!“ kata bapaknya yang langsung menjambak rambut Elmo dan menyeretnya kedalam rumah tanpa memberikan kesempatan untuk menjelaskan. Untuk kedua kali sebuah tinju melayang mengenai bibirnya.

“Saya…“ belum sempat Elmo menyelesaikan kalimatnya, giliran tendangan keras membentur perutnya sampai ia tersungkur di lantai sambil mengerang kesakitan.

“Gue nggak mau denger alesan lo!“ ucap bapaknya tidak perduli, “Bangun!!!“ tangannya kembali menjambak rambut Elmo dan siap kembali meninju, namun beruntung istrinya datang dan meminta suaminya untuk berhenti memukuli Elmo yang sudah tidak berdaya.

“Cukup pak!“ ucap istrinya meminta.

“Ah! Nggak usah ikut campur lo!!“

“Pak, apa kata tetangga, kalau mereka sering lihat tuh anak babak belur! Ibu malu kalau tetangga-tetangga bilang kita kejam sama anak!!“ ucap istrinya menegaskan. Bapak Elmo pun berpikir sejenak dan memutuskan bahwa ucapan istrinya memang benar.

“Pergi sana lo!!“ bapaknya terlihat murka.

“Terima kasih, Pak-Bu.“ ucap Elmo sambil menahan rasa sakit.

“Elo nggak perlu berterima kasih sama gue! Kecuali terima kasih dari lo itu bisa ditukar jadi duit! Gue sudah muak, capek-capek membesarkan lo tapi balesannya cuma piala-piala sama piagam-piagam goblok lo itu, mana bisa jadi duit! Gue tuh butuh duit!“ tanpa disangka Ibu Elmo memiliki sifat yang tidak jauh berbeda dengan suaminya. Karena kesal malam itu ia mengungkap rahasia yang tentu saja sangat mengejutkan bagi Elmo, “Gue cuma kasihan aja sama lo! Asal lo tau, masih untung ada kita berdua yang mau membesarkan lo, mungut lo dari tong sampah karena orang tua kandung lo sendiri saja tega membuang lo seperti sampah!”

”Narti, ngomong apa lo!” suaminya ikut terkejut, sedangkan Elmo terlihat sangat syok mendengar pengakuan ibu yang ternyata adalah ibu angkatnya. Tubuh Elmo terasa lemas, bukan karena pukulan dari bapaknya, melainkan kenyataan yang baru saja didengarnya.

“Biarin pak! Udah lama gue nahan untuk cerita tentang semua ini, sekarang gue udah muak, dia udah gede, jadi biarin dia tau semuanya!“

Hal itu sungguh sangat membuat Elmo terpukul bahkan dua kali lipat lebih sakit ketimbang pukulan bapaknya, Jadi selama ini gue bukan anak kandung keluarga ini? Ini nggak mungkin! Kalau benar, terus kemana orang tua kandung gue? Kenapa mereka membuang gue ke tong sampah? Salah gue apa? terlalu banyak pertanyaan merasuki pikiran sampai rasanya kepalanya akan pecah.

“Ibu bohong kan?“ tanya Elmo memberanikan diri.

“Buat apa gue bohong sama lo!“ jawab ibu angkatnya ketus, bapak angkatnya yang tadi hanya diam mulai ikut bicara lagi.

“Masih untung lo nggak kita usir! Udah masuk kamar lo sana, Enek gue lihat muka lo!“ sahut bapak angkatnya membentak. Dengan sisa tenaga yang tersisa akhirnya Elmo berusaha untuk berdiri dan berjalan menuju kamar.

Sesampainya di kamar, Elmo tidak lagi dapat menahan air mata, tubuhnya gemetar, perasaannya malam itu sungguh tidak menentu, yang membuatnya semakin kecewa adalah kenapa orang tua kandungnya tega membuang dirinya ke tong sampah, sebesar apa kesalahan Elmo disaat masih bayi sehingga hukuman yang layak baginya adalah dibuang ke tong sampah. Belum pernah hatinya terasa sakit seperti ini, ia merasa seperti manusia paling tidak berguna di dunia ini. Apa mungkin gue dilahirkan karena hubungan terlarang? Atau orang tua gue kira gue adalah anak pembawa sial? Pertanyaan-petanyaan terus berputar di kepalanya. Merasa tubuhnya tidak nyaman karena aktivitas yang sangat melelahkan hari ini ditambah lagi kenyataan pahit yang bulat-bulat harus ia telan, ia memutuskan untuk mandi dan membersihkan lukanya.

Saat Elmo membuka pakaian, terlihat bekas luka seperti sayatan benda tajam di punggung atas, entah karena apa, karena sejak kecil ia sudah memiliki luka itu. Kemudian terlihat luka-luka memar disekitar pinggang, perut serta di daerah bibir yang sedikit membengkak. Sambil menahan nyeri Elmo pun mulai mandi.

Beberapa waktu kemudian Elmo yang telah selesai mandi kembali ke kamar dan duduk di kasur jelek beralaskan tikar yang sudah sobek di berbagai sisinya. Saat sedang duduk tiba-tiba saja Elmo teringat dengan kalung berbentuk persegi yang sudah terbelah menjadi dua sehingga hanya menyisakan potongan yang terlihat seperti huruf “A” tapi entah dimana pecahan lain dari kalung itu dan apakah itu ada hubungan dengan orang tua kandungnya.

Elmo mencoba berbaring di tempat tidur sambil memandang piala-piala serta medali penghargaan yang pernah ia raih dalam bidang akademik maupun bidang karate, tetapi pertanyaan-pertanyaan tentang asal-usul selalu datang menggangu pikirannya. Sampai akhirnya dengan susah payah Elmo pun tertidur bersama pertanyaan-pertanyaan yang saat ini belum terjawab.

 

Hari ini, aktivitas belajar mengajar di sekolah sudah kembali seperti biasa, banyak guru-guru yang berlalu lalang disaat perpindahan jam pelajaran, begitupun terlihat murid-murid dengan berbagai kegiatan yang beragam. Diwaktu istirahat Raffi, Toya, Dean dan Elmo berkumpul disebuah padang rumput yang luas dikelilingi oleh pepohonan rindang sehingga membuat suasana ditempat tersebut menjadi teduh dan nyaman, Ngga kalah deh sama kebun raya bogor, disana banyak siswa lain yang juga sering menghabiskan waktu bersama. Mereka menamakan tempat itu d’Grass, biasanya mereka berkumpul disaat waktu istirahat atau saat pulang sekolah. Seperti pagi ini mereka berkumpul sambil mengobrol dan menikmati makanan ringan yang biasa mereka beli di kantin.

“Jangan bohong Mo, masa jatuh dari ojek lukanya kayak abis ditinju gitu?“ tanya Raffi tidak percaya, karena menurutnya kurang masuk akal.

“Iya Mo, lo nggak percaya sama kita?“ sahut Toya menambahkan.

“Haah! Tentu aja gue percaya, tapi gue benar-benar jatuh dari ojek!“ jawab Elmo tetap tidak mau jujur namun dalam hatinya ia sangat menyesal karena harus berbohong.

”Ngomong aja sama gue, siapa yang bikin lo kayak begini! Biar gue hajar dia!”

”Nggak perlu Toy! Gue bener-bener jatuh dari Ojek.”

“Gini aja deh, mau nggak mau sekarang kita terpaksa percaya lagi sama lo, tapi lo harus ingat kejadian ini bukan yang pertama Mo! Jadi kalau sampai kejadian ini terulang lagi kita yakin pasti ada yang nggak beres sama lo!“ kata Raffi mengakhiri perdebatan dengan mengambil jalan tengah.

“Ya gitu aja deh!“ kata Toya sependapat juga Dean yang mengangguk pelan tanda setuju sedangkan Elmo lebih memilih untuk tidak menjawab karena takut memegang janji yang belum tentu bisa ia tepati.

“Eh, by the way, lo pada sering perhatiin mobil sedan hitam yang parkir di depan gerbang itu nggak sih?“ kata Raffi sambil melirik kearah mobil yang parkir di depan gerbang sekolah, ketiga sahabatnya pun ikut melihat mobil tersebut.

“Nggak.“

“Emang kenapa, Raf?“ tanya Elmo.

“Kalian sadar nggak? Mobil itu selalu ada disitu sejak beberapa hari lalu.“ kata Raffi dengan nada serius.

“Masa? Gue nggak pernah merhatiin tuh.“ jawab Toya sedikit heran sekaligus kagum karena Raffi sangat cepat dalam merespon sesuatu hal yang sedang terjadi di sekelilingnya.

“Kebetulan aja mungkin?“ jawab Elmo tidak yakin.

Elo Raf, kalau ngafal kayak begitu aja cepat, tapi kalau pelajaran susah banget!“ ucap Dean menyindir.

“Nggak ada hubungannya!“ jawab Raffi ketus, “Kalau begitu kenapa saat kita di rumah sakit kemarin mobil itu juga ada ya?“ ucapnya menambahkan.

“Mobil kayak gitu kan banyak!“

Lihat selengkapnya