Hidden

Seduhankata
Chapter #2

Hidden [DUA]

"Banjir!! Banjir!!" Bitha terperanjat dari tidur nyenyaknya ia berteriak panik.

"Banjir pale lo!"

Bitha mengerjap ejapkan matanya. Di dapatinya Abangnya itu ada disamping tempat tidurnya dengan membawa gayung mandi sambil berkacak pinggang.

"Anjir! Basah nih gue!" Bitha uring-uringan gak jelas ketika menyadari dirinya kini basah kuyup.

"Salah sendiri dibangunin gak bangun-bangun! Dasar kebo! Noh liat jam berapa!" Gavin menunjuk jam dinding yang terpapang manis di sisi tembok sebelah kanan dengan dagunya.

Bitha menengok ke arah jam dinding. "Elah baru jam setengah 7 juga bawel amat."

Bitha menjawab dengan cuek, tapi kemudian otaknya mencerna apa yang baru dikatakannya dan apa yang baru dilihatnya.

"What the! Anjir! Jam setengah tujuh! Kenapa lo gak bangunin gue sih bang!"

Bitha heboh. Dia bahkan menyumpah serapahi Abangnya yang tidak membangunkannya. Padahal jelas-jelas terbukti Bitha lah yang susah untuk dibangunkan.

"Lo gak tau? Gue sampe ambil ember gue gedor gedorin, gue ambil panci gue pukul pukulin, elo gak bangun-bangun, dan lo masih nyalahin gue?" Gavin menggeleng gelengkan kepalanya dengan wajah tak percaya.

"Brisik lo bang!" Bitha bangkit dari tempat tidurnya dan mendorong Abangnya yang menghalangi jalannya sambil berkata "Minggir gue mau mandi!" Bitha langsung lari terbirit-birit kayak orang kesetanan menuju kamar mandi.

"Dasar adek gak berfaedah!" Gavin berlalu meninggalkan kamar Bitha.

Karena jam tidak memungkinkan Bitha untuk menjalani ritual mandinya, alhasil ia hanya mandi kilat. pokoknya semua dilakukan dengan kilat.

"Cepetan Dek!" Gavin meneriaki adeknya itu dari bawah.

"Elah, iya ini otewe," jawab Bitha tak kalah kencangnya.

dengan langkah tergesa-gesa, Bitha menuruni anak tangga dan langsung ngeloyor gitu aja.

"Tha, kamu gak sarapan?"

"Enggak Nda, Bitha makan di kantin aja, Bye Nda!" Tanpa menunggu jawaban dari bundanya, Bitha langsung menaiki jok belakang motor sport merah milik Abangnya.

Bitha yang sudah nangkring di belakang menepuk nepuk pundak abangnya agar segera melajukan motonya, "ayo bang! Cepetan Bang, jam tujuh kurang 10 nih!"

"Ck sabar, nih baru mau pake helm elah."

"Ayo Bang!! Buruan ah!"

"Iya-iya, lagian salah sendiri kebo! Pegangan!"

Bitha menuruti apa yang dikatakan Abangnya. Ia tahu bahwa Abangnya ini akan mengendarai motor dengan kecepatan diambang batas normal. Dan benar saja, sepersekian detik, motor sport merah itu meninggalkan halaman rumah Bitha.

Jam 7 tepat Bitha sampai di sekolahnya. Baru saja Bitha turun dari motor Abangnya, abangnya itu langsung menancap gasnya tanpa berkata apapun. Ketika ia membalikan badan, didapatinya gerbang sekolah yang tadinya terbuka sedikit itu sekarang benar-benar sempurna terkunci rapat. Pak satpam yang dilihatnya saat Bitha belum turun dari motorpun sudah menghilang.

Bitha mengamati jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam itu menunjukkan pukul 7 lebih satu menit. Yaampun lebih dari satu menit permisah.

"Ini sekolah terlalu tertib! Masa gue lebih satu menit aja gak boleh masuk. Digembok pula gerbangnya. Sumpah satu menit loh? Gak ada toleransi gitu? " Bitha uring-uringan gak jelas di depan gerbang sekolah yang sempurna tertutup manis dengan gembok yang berkaitan mesra.

"Telat?"

Tba-tiba suara berat itu muncul tak jauh dari telinga Bitha. Sontak ia langsung membalikkan badannya. Dan ia mendapati sosok laki-laki tinggi, putih, alisnya tebal, rambutnya berwarna agak pirang, Mukanya blasteran, mengenakan baju seragam putih abu-abu dengan badge yang sama dengan Bitha, baju osisnya tidak dimasukkan, ia tidak mengenakan dasi, tidak membawa tas, dan satu lagi dua kancing teratasnya terbuka. Menampakkan kaos putih yang dikenakannya.

Awalnya Bitha tidak sadar bahwa sedari tadi ia menahan nafas karena melihat ciptaan indah Tuhan. Tapi begitu melihat penampilannya, seketika gambaran indah itu hilang. Fix. Otak Bitha langsung menyimpulkan bahwa sosok laki-laki yang bediri di depannya adalah Bad boy.

"Siapa di sana?" Terdengar suara wanita tak jauh dari tempat mereka berdiri.

Cowok yang bediri di depan Bitha tadi langsung menarik tangan Bitha. Cowok itu membawa Bitha lari ke arah samping menuju belakang sekolah. Bersembunyi di balik gerobak tukang mie ayam. Setelah dirasa wanita tadi sudah pergi, cowok itu melepaskan genggaman tangannya dari Bitha.

Bitha menghela nafas lega. Entah kenapa tadi ia refleks ikut lari ketika tangannya ditarik paksa oleh cowok yang sekarang ada di sampingnya. Padahal ia tidak tahu menahu tentang hal tadi.

Cowok itu tampak tenang. Seperti ia sudah terbiasa melakukannya. Sedangkan berbeda dengan Bitha, nafasnya memburu. Jantungnya berdetak di ambang batas normal. Karena jujur saja, Bitha belum pernah terlambat. Sama sekali belum pernah. Dan ini baru pertama kalinya. Entah cara apa yang akan dilakukannya untuk dapat masuk ke dalam. Apalagi dia anak baru. Apa kata guru guru jika belum-belum dia dicap sebagai anak telatan?

Cowok yang ada di depan Bitha itu menatap Bitha dengan tenang, namun kotrakdiktif, tajam.

"Anak baru?"

Bitha yang merasa diajak bicara, mendongakkan kepalanya. Karena memang cowok didepannya ini tinggi. Bitha hanya sedadanya.

Bitha mengangguk pelan.

"Kalo gitu jangan sampe guru-guru tau kalo telat. Bisa-bisa dicap anak bandel. Apalagi anak baru, lewat gerbang belakang sekolah aja."

Cowok itu menarik tangan Bitha lagi. Bitha menurut.

Ketika sampai di gerbang belakang, yang dilihat Bitha gerbang itu juga dikunci. Tapi gerbang belakang lebih rendah dari pada gerbang depan yang menjulang tinggi.

"Jam tujuh lebih 5 menit, masih ada waktu 10 menit sebelum Bu Rina patroli sampe sini."

Bitha hanya terdiam. Tidak mengerti maksud cowok itu.

Cowok itu mengerti apa yang ada di pikiran Bitha saat ini. Sepertinya ia dapat menebak dari raut wajah Bitha.

Lihat selengkapnya