Sea berada di rumah sakit lebih dari satu minggu hingga akhirnya dokter mengizinkannya pulang. Sekarang Sea sudah bisa tersenyum dan tertawa lagi dengan simbo dan Atun. Minginjak usia yang ke-10 bulan, Sea sudah bisa berjalan walau masih tertatih-tatih, pantat mungil itu bergoyang saat Sea berjalan menghampiri kaki Valdo.
Bug.
Sea tertajuh tepat dibawah kaki Valdo. "Hihihi...." Tawa renyah itu mengiringinya. Valdo melihat kebawah, ia tersenyum saat Sea tertawa sembari memeluk kakinya.
"Pintar ya sekarang sudah bisa jalan." Valdo mengangkat Sea dan mendudukannya diatas meja makan. "Ketawa mulu ih anak papa." Valdo bahagia melihat putri bungsunya dapat tertawa lagi pasca keluar dari rumah sakit.
"Pa! Sia cariin papapnya di kamar!" Valdo mengacuhkan teriakan Tari, ia ingin meluangkan waktunya sedikit untuk bersama Sea yang baru saja berhasil melangkah. Valdo tahu Tari hanya berbohong agar ia lebih memperhatikan Queenesia. "Yun. Tu.... yun." Valdo mengangkat tubuh Sea seperti pesawat terbang. "Pesawat terbang...." Tawa Sea makin keras saat Valdo membawanya bagai pesawat di udara.
"PAPA!!!!" semua berhenti. Bahkan Atun sampai berhenti dari tugas mengelap gucci.
"Maaf tuan, Sea biar saya yang pegang. Maaf." Atun membawa Sea menjauh dari pasangan suami istri tersebut. Atun membawa Sea pergi secepat mungkin dari jangkauan penglihatan Tari.
Perkembangan Sea lebih cepat daripada anak seusianya. Liat saja kakaknya, Sia baru saja bisa membalikan tubuhnya. Sedangkan Sea sudah bisa berjalan walau terkadang masih berpegangan dengan benda sekitarnya. Dalam berbicara pun Sia baru saja bisa mengucapkan ma dan pa, sedangkan kembarannya sudah bisa menyebutkan semuanya walau hanya kata belakangnya saja.
Sea menarik-narik lengan baju Atun, tetapi Atun masih terus berjalan menghindari perang tatap yang mungkin saja sedang terjadi.
Tarikan Sea pada baju Atun semakin kencang. "Apa cantik?" Tanya Atun pada Sea yang terus menarik lengan bajunya.
"Per ... Mam." Dengan ekspresi lucu Sea membuka tutup mulutnya seperti ikan yang sering ia beri makan. "Sea lapar? Mau mamam ya, sebentar mba ambilin. Aduh mulut kamu lucu banget kalau begitu." Atun kembali ke dapur. Langkahnya terhenti saat suara Tari terdengar. "Kamu tuh lebih sayang sama anak itu daripada Sia!" Tari berteriak dihadapan Valdo, sedangkan suaminya hanya duduk memijat keningnya yang mungkin saja lelah.
"Itu anak ku juga! Kamu boleh menyembunyikannya dari dunia! Bahkan kamu boleh tidak menyayanginya! Tapi jangan larang aku untuk menyayangi anak aku!" Valdo yang emosi membentak Tari keras, napasnya memburu.
Atun memdekap dan menutup telinga Sea agar tidak mendengar suara keras yang dihasilkan orangtuanya. "Ih mba Atun punya biskuit di kamar. Sea makan biskuit dulu ya." Dengan langkah dua kali lebih cepat Atun menuju ke pavilun belakang.
**
Tidak terasa usia Sia dan Sea beberapa minggu lagi menginjak satu tahun. Tari sibuk mengurusi acara ulang tahun anaknya yang sebentar lagi akan digelar secara mewah di gedung milik keluarganya.
"Tema yang bagus apa ya? AladinĀ atau Toys story?" Valdo melihat dengan malas beberapa gambar untuk tema ulang tahun yang dikirimkan oleh EO. "Terserah kamu, kan kamu mamanya." Jawab Valdo malas.
Knock. Knock.
Ketukan pada pintu membuat mereka berdua menoleh. "Biar aku saja." Valdo menutup laptopnya, meletakan benda tersebut dengan perlahan diatas kasur.
"Simbo, Ada apa?" Tanya Valdo ramah saat mengetahui simbo yang mengetuk pintu kamarnya. "Siapa pa?" Teriak Tari dari dalam kamar.
"Simbo ma." Tari bangkit dari posisi duduknya untuk menghampiri sang suami.
"Eng saya ingin bicara, boleh tuan?" Ujar Simbo hati-hati. "Tunggu di ruang kerja saya ya mbok." Simbo mengangguk lalu pergi.
"Ada apa?" Tanya Tari saat Valdo mengambil ponsel yang ia letakan pada meja kerja di dalam kamar. "Simbo ingin bicara, sepertinya penting. Jadi aku suruh ke ruang kerja." Jika sudah seperti ini Tari tau kemana arah pembicaraan mereka berdua. "Aku ikut." Pinta Tari, tanpa menunggu jawaban dari Valdo, ia sudah berjalan lebih dulu ke ruang kerja suaminya.
Di ruang kerja, Simbo menatap kedua majikannya dengan bingung. Ingin menyampaikan sesuatu tapi ia tidak berani, takut tuannya marah atau tidak mengizinkan. "Bicaralah Mbo." Pinta Tari memecah suasana asing diantara mereka.
"Sebelumnya saya minta maaf. Saya ingin izin pulang ke kampung. Keponakan saya menikah." Simbo memulainya dengan ragu. "Kapan itu?" Tanya Valdo.
"Dua minggu lagi. Saya mohon izin untuk membawa Sea kesana." Valdo menghitung hari. Dua minggu lagi adalah hari perayaan ulang tahun Sia, tentu saja menjadi ulang tahun Sea juga karena mereka kembar.
"Tidak bisa!" Tolak Valdo cepat. "Kok ga bisa sih pa? Kasian tau ponakannya mau menikah masa kita larang simbo untuk hadir." Tari tau jika itu adalah hari ulang tahun pertama kedua anaknya, Valdo pasti menolak karena alasan itu.
"Simbo boleh pulang kampung, tapi jangan bawa Sea." Tolak Valdo halus, Ia tidak ingin di ulang tahun pertama anak-anaknya ia tidak ada di samping mereka. "Kok jangan sih? Memang siapa yang mau urusin dia disini? Kita sibuk sama ulang tahun Queenesia, anak itu siapa yang jagain nanti?" Tari mengucapkannya dengan kalimat penuh dengan membawa emosinya.
"Bawalah mbo. Sekarang simbo boleh keluar." Ucap Tari final. Simbo keluar, kemudian disusul dengan Tari. Valdo mengacak-acak rambutnya frustasi. Sebenarnya apa tujuan Tari membenci Sea sampai seperti ini?
Hari keberangkatan simbo dan Sea tiba, simbo membawa Sea ke kampung halamannya. Menunggu kereta mengantarkan mereka ke Malang, kampung halaman simbo. Sedangkan untuk rumah simbo bersama suami dan kedua anaknya berada di kota Jogja. Selama perjalanan di dalam kereta, Sea sama sekali tidak rewel, penumpang yang berada satu bangku dengan mereka pun senang dengan Sea.
"Cucu saya dua tahun belum bisa ngomong malah. Kelakuannya masih kayak bayi. Ini satu tahun udah bisa ngomong sama jalan. Lucunya." Sea tertawa saat pipi gembulnya dicubit oleh ibu berhijab yang duduk tepat disebelahnya.
"Asinya kuat ga waktu kecil?" Tanya ibu itu lagi. "Anak ini ga mau Asi lagi tepat tiga bulan, jadi saya ganti pakai susu formula." Simbo menjelaskan bahwa Sea sudah tidak meminum Asi.
"Saya kira Asinya kuat makanya cepat banget perkembangannya. Kalau cucu saya itu Asinya kuat banget, sampai susah waktu mau disapih." Perbincangan antara simbo dengan ibu disampingnya tentang segala hal dapat membunuh waktu selama perjalanan mereka.
Saat pagi menjelang hamparan sawah yang terbentang luas seperti lukisan dengan matahari yang malu-malu menampakan dirinya menandakan bahwa kereta yang membawa Sea dan simbo akan tiba sebentar lagi. Saat sampai di stasiun kota Malang mereka disambut oleh keponakan simbo yang memang ditugaskan untuk menjemput mereka.