Sekarang aku punya kebiasaan baru saat hendak ke tempat kerjaku yaitu di warnet, aku selalu membawa buku pelajaran dan aku selalu membaca buku pelajaran itu ketika warnet tidak begitu ramai pengunjung. Hari ini aku lihat pengunjung sangat sepi dan aku melihat dari sekeliling suasana begitu sepi. Aku merasa hari ini sangat berbeda sekali tak seperti hari biasanya. Udara yang begitu dingin dan juga angin yang begitu kencang, aku berpikir mungkin ini akan turun hujan. Kemudian hari pun sudah malam akhirnya aku putuskan untuk menutup warnet saja karena takut nanti akan turun hujan dan aku takut saat aku pulang aku kehujanan. Saat aku hendak pulang di perjalanan angin sangat kencang sehingga topi yang aku pakai pun akan terbang tapi aku selalu memegangnya ketika topi itu akan terlepas dari kepalaku. Tak beberapa lama aku berjalan, akhirnya aku sampai juga kerumah kontrakan ku. Setelah sampai rumah aku langsung mandi dan kemudian langsung ke tempat tidur untuk tidur. Saat aku tertidur dengan mata masih terpejam dan tubuh masih tergeletak di tempat tidur terdengar dari kupingku orang meminta tolong dan juga terdengar banyak orang berteriak kebakaran, tapi suara aku abaikan karena aku pikir itu hanya mimpi aku saja. Tapi beberapa menit kemudian ibu membangunkan aku dan mengatakan kepadaku bahwa di luar sedang kebakaran. Kemudian aku buru-buru bangun dan ibu menyuruh membawa barang-barang yang penting karena api sudah mulai mendekat kearah rumah kontrakan kami. Aku pun buru-buru membawa barang-barang yang aku anggap penting.Yang pertama aku bawa adalah buku pelajaran karena ini amat sangat penting, saat hendak aku bawa keluar ibu menyuruh aku untuk mengangkat televisi. Karena buku pelajaranku banyak tapi ketika itu pula aku harus membawa telivisi, akhirnya aku putuskan menaruh buku pelajaran diatas televisi. Saat aku hendak membawa keluar televisi beserta bukuku, di perjalanan buku ku berjatuhan. Tadinya aku berpikir untuk mengambil kembali buku-buku ku yang berjatuhan tapi itu aku urungkan karena di perjalanan nanti pun aku yakin buku-buku itu akan berjatuhan lagi sehingga memperhambat diriku untuk menaruh televisi ini ketempat yang aman dari gangguan api. Aku membawa televisi sambil mengikuti ibuku yang sedang menggandeng kedua adekku dari belakang, karena aku tidak tahu tempat yang aman dari ancaman api. Susah dan sesak sekali aku berjalan karena orang-orang pun berlarian membawa barang-barang pribadi mereka untuk menaruh di tempat yang aman. Tak beberapa lama kemudian aku lihat banyak sekali barang-barang bergeletakan di jalan yang jauh dari kepadatan rumah yang berdempetan. Aku lihat di sana ada seorang ibu yang menangis, ada yang sedang melihat-lihat barangnya, ada yang sibuk berusaha mengambil air untuk menyiramkan air ke tempat rumah yang terbakar, banyak anak kecil yg menangis dan banyak lagi yang di lakukan orang-orang saat kebakaran terjadi. Aku hanya bisa menatapnya dengan sedih dan berlinang air mata. Saat aku menatap sekelilingku, aku kehilangan jejak ibuku. Aku pun mulai panik.Aku berjalan kesana kemari mencari ibu ku, tak beberapa lama kemudian aku menemukan ibuku dan juga adik-adikku sedang melihat kekanan kekiri. Dalam pikirku mungkin ibu mencari aku. Setelah itu aku dekati ibu dan aku taruh televisi di depan pakaian dan juga alat sekolah adik-adikku. Karena aku kelelahan karena membawa televisi, akhirnya aku duduk di atas televisi. Saat aku duduk aku baru teringat buku-buku pelajaranku yang masih ada yang tertinggal di rumah kontrakanku. Akhirnya aku putuskan untuk berlari untuk mengambil buku pelajaranku. Walau saat aku berlari ibuku memanggilku tapi tidak aku hiraukan karena aku takut buku pelajaranku ikut terbakar bersama rumah-rumah. Aku terus berlari, beberapa orang aku tabrak saat aku berlari untuk menyelamatkan buku-bukuku. Saat aku hampir sampai di tempat rumah kontrakanku, aku lihat dari jauh ternyata rumah kontrakanku pun sudah terbakar oleh api. Di situ pun aku langsung sedih karena kalau tidak ada buku pelajaranku, bagaimana aku bisa belajar dan juga bagaimana dengan beasiswaku nanti. Di saat api sudah membakar rumah kontrakan ku,l alu aku putuskan untuk kembali ke tempat di mana ibuku tadi berada. Di perjalanan saat aku hendak ke ibuku, aku langsung teringat tempat kerjaku yaitu warnet. Lalu kemudian aku berlari ke tempat kerjaku dan saat aku sampai aku lihat tempat kerjaku pun sudah ludes terbakar si jago merah. Sedihku pun bertambah Karena kalau warnet ini terbakar aku harus cari uang kemana lagi. Padahalkan uang dari warnet inilah yang membantu aku dan keluargaku untuk menambah keperluan hidup kami sehari-hari.
Pagi pun menjelang aku lihat hampir seluruh rumah di daerah tempat tinggalku terbakar. Semuanya porak poranda tak karuan dan di mana-mana rumah hangus terbakar. Karena api sudah padam aku, ibu dan juga adik-adikku berkeliling ke daerah tempat tinggalku dan juga kami ke tempat kontrakanku. Saat aku berjalan menyusuri jalan menuju tempat tinggalku yang biasa aku lewati ketika pulang sekolah, aku lihat suasana sudah tak karuan. Aku lihat pohon besar yang biasa aku lewati kini tinggal tersisa batangnya saja dan rumah-rumah yang di kiri dan kanan terang benderang oleh lampu kini gelap dan hancur yang ada hanya tangisan ibu-ibu yang sedang menangisi rumahnya yang terbakar dan ada pula yang mencari barang-barang yang masih bisa terpakai dan selamat dari kebakaran semalam. Saat aku melewati gang rumahku di sana aku melihat sekeliling jalan yang biasa aku lewati sudah hangus terbakar. Dengan badan yang masih kotor aku lewati satu persatu rumah yang terbakar. Di situ aku membayangkan dulu di sini rumah berjejer rapi tapi sekarang hangus tak karuan. Aku sangat sedih sekali melihat pemandangan seperti itu karena mungkin aku tidak bisa melihat suasana seperti dulu di sekitar rumah kontrakan aku. Terus aku menelusuri jalan yang biasa aku lewat, saat aku meleweti pos ronda tempat yang biasa aku dan Ijal nongkrong bareng aku lihat sudah hangus terbakar pula. Saat itu pula aku teringat Ijal karena dari semalem aku tidak melihat Ijal. Aku memikirkan bagaimana keadaan Ijal sekarang, apakah rumah dia ikut terbakar juga atau tidak. Aku tak sempat melihat rumah Ijal karena aku harus melihat rumah kontrakan aku, untuk melihat apakah masih ada barang yang bisa kami ambil karena tidak terbakar api. Sesampai nya di rumah kontrakan aku lihat rumah kontrakan yang kami tinggali sudah terbakar semua. Lalu aku dan juga ibuku masuk kedalam rumah kontrakan kami, aku lihat semuanya sudah terbakar. Aku melihat tempat di mana aku menaruh buku pelajaranku pun sudah hangus terbakar. Saat aku berada di ruangan itu sangat sedih sekali melihat keadaan rumah kontrakan kami. Setelah kami memeriksa keadaan di dalam ruangan dan tak ada satu pun yang bisa kami ambil, akhirnya ibuku mengajak aku dan kedua adikku untuk keluar. Kemudian aku hanya mengikuti langkah ibuku melangkah. Hari ini aku tak masuk sekolah dulu, walaupun dalam hati aku ingin sekali masuk sekolah tapi apa boleh buat, keadaan yang memaksa aku untuk tidak sekolah dulu. Aku, ibuku dan juga kedua adikku terus berjalan,aku memikirkan hendak tinggal dimana sekarang. Aku dan adik-adikku terus berjalan mengikuti ibu sambil membawa televisi dan buku pelajaran yang masih bisa aku selamatkan dan juga beberapa pakaian dan sepatu sekolah. Sebenarnya aku ingin menanyai ibu kami akan kemana tapi tidak aku lakukan karena aku lihat wajah ibuku yang sedang memikirkan sesuatu, mungkin ibuku pun bingung kami mau kemana. Kadang-kadang di saat adik-adikku mengeluh kelelahan ibuku memberhentikan perjalanan dulu. Sesekali adikku merengek kelaparan, karena dari tadi pagi kami memang belum makan. Ibu langsung ke warung nasi untuk membelikan makanan buat kami. Setelah makan kami pun berjalan kembali untuk melanjutkan perjalanan kembali. Sudah beberapa lama kami berjalan tapi kami belum juga menemukan tempat tinggal. Aku tak tahu apa yang di pikirkan ibu sekarang, aku hanya mengikutinya saja. Tak terasa kami sudah berjalan beberapa jam dan hari pun sudah malam dan karena hari sudah malam akhirnya kami memutuskan untuk tidur di depan toko yang sudah tutup. Aku dan adik-adikku baru kali ini merasakan tidur di luar rumah dan baru merasakan tidur beralaskan kardus. Aku baru merasakan begini rasanya menjadi seorang gelandangan, ternyata sungguh tidak enak. Udara dingin malam membuat tubuh aku menggigil, belum juga nyamuk yang selalu menggigit seluruh tubuh aku. Aku lihat adik-adikku juga tidurnya pun tidak tenang karena gigitan nyamuk dan sesekali ibu menutup tubuh adik-adikku dengan selimut. Sebenarnya malam itu aku tidak bisa tidur karena malam itu aku melihat ibu meneteskan air mata. Melihat ibu sedang menangis aku pun ikut menagis karena aku tahu apa yang dirasakan ibu sekarang. Di saat susah begini aku membayangkan saat-saat kami masih dirumah kontrakan dulu. Di sana walau pun tempatnya kecil tapi itu lebih nyaman dari pada kami sekarang yang tidur di jalanan. Pikirku dulu aku selalu mengeluh tentang kehidupanku yang serba sederhana di rumah kontrakan karena beda dengan teman-teman sekelasku yang hidupnya mewah-mewah, sekarang aku baru merasakan ternyata dulu itu lebih baik dari pada sekarang ini. Aku memang dulu tidak bersyukur apa yang telah aku punya. Sekarang hanya tinggal penyesalan dan kesedihan yang aku rasakan.sudah beberapa larut malam ibuku belum juga tertidur,dia masih saja meneteskan air matanya. Itu membuat aku amat sangat sedih memikirkannya karena aku anak pertama tapi tidak bisa apa-apa untuk menolong keluargaku sendiri.
Pagi menjelang, saat aku bangun ternyata ibuku belum juga tidur. Ibuku masih duduk dan melihat kami anak-anaknya tertidur. Lalu aku terbangun dan melihat di sekelilingku, motor dan mobil lalu lalang melewati jalan di depanku. Aku tak biasa menghadapi Susana seperti ini dan di dalam hatiku berkata
‘’Apa mungkin hidupku akan begini terus’’
dan kemudian ibu membangunkan ku
‘’Sudah bangun Hidi’’ ucap ibuku
‘’Iya bu. Ibu kita akan kemana lagi sekarang’’ kataku
‘’Ibu juga bingung di. Ibu tak tahu harus kemana!’’ jawab ibuku
‘’Bu, aku ingin pergi sekolah!’’ ucapku
‘’Iya nanti dulu sampai kita menemukan tempat tinggal dulu’’ jawab ibu
Aku sebenarnya ingin sekali pergi ke sekolah, aku rindu sekali suasana sekolah dan aku takut sekali ketinggalan pelajaran dan juga aku sangat takut sekali kalau ketinggalan sekolah bisa-bisa beasiswa ke universitasku buat orang lain.
Setelah adik-adikku bangun, ibu menyuruhku untuk menjaga adik-adikku dulu dan kemudian ibu pergi sambil membawa televisi. Tak lama setelah ibu pergi kemudian ibu kembali membawa bungkusan makanan tanpa membawa televisi lagi. Mungkin ibu telah menjual televisi itu untuk membeli makanan dan kemudian kami di suruh makan oleh ibu. Setelah kami makan, kami pun berjalan kaki kembali untuk mencari tempat tinggal yang akan kami tempati. Seperti hari kemarin kami berjalan tanpa tujuan yang jelas. Aku masih belum tahu kami akan di bawa kemana oleh ibu kami. Aku lihat hampir di setiap perjalanan kami orang-orang menatap kami, sebenarnya aku sangat malu tapi malu itu aku tahan. Mungkin mereka melihat kami aneh karena membawa beberapa bungkusan dan juga dengan muka yang kumal, maklum semenjak kebakaran kemarin kami semua belum mandi. Setelah beberapa lama kami berjalan aku lihat langit mulai mendung dan kelihatannya akan turun hujan lebat dan aku lihat ibu berusaha mencari tempat tinggal sementara dulu agar kami tidak kehujanan. Ketika kami berjalan melewati sebuah kebun yang tempatnya jauh sekali dari perkampungan aku lihat ada sebuah sebuah gubuk kecil yang terbuat dari bilik. Karena saat itu air hujan sudah mulai berjatuhan dari langit akhirnya kami pun berlari ke gubuk itu. Saat kami sampai di gubuk itu, aku lihat gubuk itu sudah lama di tinggal pemiliknya karena di kanan kirinya sudah tidak ada lagi dindingnya jadi yang ada Cuma rangkanya saja dan juga atap genting yang sudah berjatuhan ke bawah yang membuat di sana sini kalau hujan bocor.
Setelah itu kami semua membersihkan tempat itu dan berusaha menutupi dinding-dinding yang tak berbilik dengan sebuah plastik besar yang kami temukan di jalan tadi. Karena hujan sudah lebat akhirnya kami berusaha mencari tempat yang tidak terkena bocaoran air hujan. Setelah mencari agar tak terguyur hujan kami pun menemukannya, di sebelah pojok yang di tempat itu terdapat sebuah tempat tidur yang terbuat dari anyaman bambu. Kemudian ibu membersihkannya dari debu dan memberikan tilaman sebuah kain dan kami pun berteduh di situ. Walau tempat itu sempit tapi kami usahakan agar muat untuk kami berempat. Kami tak kan ada pilihan lain sebab hanya tempat itu yang tidak terguyur hujan lebat. Kami di situ sangat amat kedinginan karena di kanan kiri kami air jatuh dari atap gubuk itu. Air yang jatuh dari atap itu sangat besar bagai sebuah air terjun saja. Aku dan ibu hanya bisa duduk saja karena tempat itu sangat sempit sedangkan adik-adikku tiduran dan kepala di atas paha ibu. Sambil mengusap kedua kepala adik-adikku ibu bernyanyi sambil meneteskan air mata. Aku melihat kejadian itu juga sangat sedih dan juga menangis dan tanpa aku rasa ternyata air mata ku pun keluar. Aku menyesal dulu waktu aku tinggal di kontrakan aku sering mengeluh dengan keadaanku tapi sekarang baru menyadari ternyata dahulu itu lebih baik dari pada sekarang. Aku lihat dari sekeliling ruangan mulai gelap karena hari pun sudah mau malam. Kami di situ sangat kegelapan sampai-sampai adik-adikku menangis semua karena ketakutan. Karena di situ tidak ada aliran listrik sehingga aku berusha mencari sesuatu yang bisa menerangi ruangan karena aku tak tega melihat adik-adikku menangis ketakutan dan untung saja ternyata ibu membawa sebuah korek gas. Kemudin aku berkeliling sekitar ruangan mencari sesuatu yang bisa di jadikan penerangan di ruangan itu. Aku mencari itu dengan sangat teliti sampai-sampai bajuku basah terkena air yang jatuh dari genteng yang bocor. Tapi tidak aku temukan apa-apa di situ yang ada hanya sebuah serpihan bilik yang sudah lapuk, karena adikku terus menangis karena kegelapan. Akhirnya aku buat api unggun dari serpihan bilik yang sudah lapuk itu. Walau aku tahu itu takkan bertahan lama, tapi setidaknya itu bisa membuat di ruangan itu terang dan membuat adikku tidak ketakutan lagi karena kegelapan. Kemudian setelah aku membuat api unggun di tengah gubuk itu ruangan itu pun terang dan juga adikku pun berhenti menangis. Aku melihat adikku sudah tak menangis lagi sangat senang karena dengan begitu masalah yang satu sudah selesai untuk hari ini. Karena bajuku kebahasan ibu menyuruhku untuk ganti baju. Biasanya kalau malam seperti ini aku masih ada di warnet dan sedangkan adik-adikku menonton televisi. Tapi kali ini beda kami tak seperti malam-malam sebelumnya, kami sekarang hanya tinggal di gubuk yang sudah reot. Walau sudah malam begini tapi hujan masih saja turun sehingga kami masih tetap bertahan di tempat itu. Karena hari sudah larut malam sehingga aku pun mengantuk dan aku pun berusaha untuk tidur sambil duduk karena tempatnya amat sempit. Aku usahakan untuk tidur sambil duduk menyender ke dinding bilik yang sudah lapuk. Walau awalnya tak bisa tidur tapi karena ngantuk yang teramat sehingga aku pun tertidur juga.
Pagi harinya saat aku bangun ibu tidak ada di samping aku dan adik-adikku. Aku terperanjat kaget karena aku takut ibu meninggalkan kami. Lalu aku mencari di sekeliling gubuk ini. Pertama sekali aku berteriak memanggil-manggil nama ibu
‘’Ibu…ibu…ibu…’’
Aku mencari ibu kedepan gubuk dan mencari di sekeliling tempat itu tapi tidak menemukan ibu juga. Kemudian aku mencari ke belakang gubuk itu dan hatiku sungguh gembira karena ibu berada di belakang. Aku lihat ibu sedang membuat kompor dari tumpukan batu bata dan ibu membersihkan tempat itu. Lalu aku mendekati ibu dan membantunya membersihkan tempat itu. Kemudian tiba-tiba saja kedua adikku datang menghampiri kami yang sedang membersihkan tempat itu
‘’Ibu lagi apa?’’ tanya Andi
‘’Ini, ibu lagi bersihkan tempat ini’’ jawab ibu
‘’Aku boleh bantu ibu?’’ tanya Andi
‘’Boleh’’ jawab ibu
lalu kemudian Andi membantu ibu membersihkan tempat itu dan yang menbuat kami beruntung sekali di tempat itu, karena di sini sudah ada kamar mandi beserta sumurnya. Walau kamar mandinya pun sudah rusak, tapi dengan sedikit di perbaiki kamar mandi ini akan layak di pakai lagi. Saat aku, ibu dan adikku Andi membersihkan tempat itu, aku lihat Lina hanya terdiam saja
‘’Lina, kenapa kamu lihat saja.memang kamu tidak mau membantu kami’’
Tapi Lina hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja. Kemudian Lina bertanya kepada ibu
‘’ibu, apakah kita akan selamanya tinggal disini. Lina tidak mau tinggal di sini!’’
Kemudian ibu pun terdiam dan tak lama kemudian ibu pun mengeluarkan air matanya. Aku pun melihat ibu seperti itu membuat aku pun tanpa terasa mengeluarkan air mata juga. Suasana di sini sangat emosional sekali karena aku tidak mau membuat ibu terus menangis, aku membawa kedua adikku untuk berjalan-jalan di sekitar itu dan mencari kayu bakar untuk nanti ibu memasak. Kami bertiga mencari kayu bakar di sekeliling gubuk itu, memang di sekeliling itu masih banyak pohon-pohon sehingga kami dengan mudahnya mendapatkan kayu bakar. Saat aku dan adik-adikku mencari kayu bakar aku melihat seorang pemulung sedang mencari botol plastik bekas minuman. Aku tertegun melihat bapak pemulung itu .Di situ pun di otakku terlintas sebuah pemikiran
‘’bagaimana kalau aku jadi pemulung saja, lumayankan hasilnya buat keperluan sehari-hari. Setidaknya sebelum aku mempunyai pekerjaan’’. Berkat pemikiran itu pula yang tadinya kami hanya mencari kayu bakar, sekarang beralih mencari botol plastik bekas. Kami bertiga mencari botol plastik di area bantaran sungai karena di situ banyak sekali botol-botol plastik yang mengambang di air. Aku hanya mengambil botol-botol plastik dari pinggiran sungai saja karena kalau di tengah-tengah sungai arusnya sangat deras takut kami hanyut sedangkan adik-adikku mencari di sekitar sungai saja karena aku larang untuk mencari di pinggiran sungai takut kenapa-kenapa. Setelah beberapa lama kami mencari botol lalu kami segera pulang karena takut ibu mencari kami. Kami pun pulang ke rumah gubuk baru kami. Setelah kami sampai aku lihat ibu sedang memperbaiki atap genting yang bocor dan kami pun menyapa ibu
‘’Ibu lagi ngapain?’’ tanyaku
‘’Ini lagi benerin genting yang bocor’’ jawab ibu yang berada di atas
‘’Hati-hati bu’’ ujarku