Hidup Tak Pernah Sederhana

Wiwit Widianti
Chapter #3

Dua : Pelaku Pelemparan dan Sikap Patuh

Ketika membuka mata, pemandangan pertama yang aku lihat adalah langit-langit sebuah ruangan yang berwarna putih bersih. Telingaku, sayup-sayup bisa mendengar suara Ibu dengan intonasi yang cukup tinggi.

"Liat anak saya sekarang! Apa kamu nggak mikir kalau anak saya kenapa-napa?" bentak Ibu. Aku berusaha menoleh, dan mencari tahu keberadaan suara itu. Tepat di depan pintu uks, Ibu dengan baju kantornya, memarahi seorang lelaki berseragam seperti aku. Lelaki yang di marahi Ibu itu menundukkan kepalanya, mungkin ia merasa takut dengan seorang Ibu, yang berubah menjadi 'the power of emak-emak'. Tapi tunggu dulu, rasa-rasanya aku kenal perawakan lelaki itu. 

Jack?

Jadi dia orang yang sudah melempar bola, hingga memecahkan jendela, dan membuat pipiku berdarah? Ah, darah. Hal itu membuat kepalaku pening.

"Maaf Tante, tadi saya nggak sengaja,"

"Enggak sengaja, enggak sengaja! Nih ya, dengar baik-baik. Semua orang yang ada di sekolah ini tentu tahu kalau ada beberapa kelas yang terletak dekat sama lapang futsal. Jadi, lain kali kalau nendang bola itu pikir-pikir dulu!"

"Iya Tante,"

"Denger ya, kalau ada apa-apa sama anak saya. Saya akan laporin kamu kepihak berwajib."

Jack semakin menundukkan kepalannya ke bawah. Masa sih bos preman kayak dia takut sama Ibu?

"Rana sayang, kamu sudah sadar?" tiba-tiba Ibu menoleh kearahku, dan melihatku sudah membuka mata. Aku tersenyum, dan mengangguk lemah. Ibu kemudian berjalan kearahku diikuti Jack dari belakangnya. 

"Kamu gapapa? Apa yang sakit, bilang sama Ibu."

Aku mengeleng, dibantu Ibu mengubah posisi terbaring menjadi duduk. "Aku gapapa Bu. Paling tadi pingsan cuman gara-gara liat darah,"

"Kepala kamu nggak pusing?"

"Sedikit."

"Ran, gue minta maaf ya," Jack berkata. Aku sempat tak percaya bahwa ia akan meminta maaf seperti itu. Aku mengangguk, dan hendak menjawab tak masalah. Namun, Ibu terlebih dulu berkata.

"Heh, kamu itu anak yang udah bikin anak saya celaka ya. Jadi, jangan deket-deket sama dia. Sana jaga jarak, 3 meter." Ibu mendorong Jack, sehingga lelaki itu berdiri agak jauh dariku.

"Bu, kan Jack nggak sengaja. Lagi pula, nggak ada satu pun orang yang mau kecelakaan ini terjadikan?"

"Iya sayang. Tapi, tetep aja dia salah." Ibu adalah tipe orang yang keras kepala. Aku memaksakan senyuman, dan mengangguk kecil.

Lihat selengkapnya