CLEK
“ Den Rifki bangun. Mana den Rifki? Di kamer mandi? “ Kata Bi Emi sambil mengitari kamar Rifki sampai Bi Emi melihat Rifki tergeletak di bawah sofa, dengan posisi menyamping.
“ Den bangun. Kenapa tidur di sofa den? Jatoh lagi.“ Kata Bi Emi sambil melangkahkan kali ke sofa. Tapi saat mendekat, Bi Emi merasakan hal yang ganjil. Ada luka di sekita mulutnya.
“ Den.” Ucap Bi Emi yang mulai panik seraya menggoyangkan tubuh Rifki. Hal tersebut membuat posisi Rifki menjadi terletang dengan banyaknya lebam di pipi serta darah di bibirnya. Bi Emi mulai menangis dan melihat tangan Rifki yang banyak lebam, membuat Bi Emi lari dari kamar Rifki dengan tangis.
“ Bi, jangan lari-lari. Rifki udah bangun?? Tumben dia belum bangun, padahal udah jam 9.” Kata Raihan yang sedang menonton TV tanpa melihat ekspresi Bi Emi.
“ Den – Den Raihan.“ Kata Bi Emi dengan suara parau. Sontak hal tersebut membuat Raihan mengalihkan pandangannya dari televisi dan melihat Bi Emi yang sangat panik.
“ Kenapa Bi?? “ Ucap Raihan panik dan menghampiri Bi Emi.
“ Den Ri – Rifki den “ Ucap Bi Emi dengan tangisan, membuat Raihan langsung berlari menuju kamar adiknya.
“ RIFKI!! “ Cari Raihan dengan pandangan yang menyapu seluruh kamar mencari Rifki. Namun ternyata Rifki sedang terlentang di bawah sofa yang berada di samping pintu. Mata Raihan membelalak ketika melihat kondisi Rifki.
“ KI!! “ Raihan yang membawa kepala Rifki ke pahanya sebagai bantalan.
“ BII!!! Panggil Mang Mamat!! Kita segera ke rumah sakit!! “ Teriak Raihan panik. Ayahnya sudah berangkat menemui seseorang yang penting pada jam 8 pagi tadi, sehingga ia tak bisa meminta bantuan kepada ayahnya. Tunggu!! Apakah ini juga perlakuan ayahnya??? Mengingat itu, rahang Raihan mengeras. Sungguh ia muak.
~~~
Oksigen dan infus menempel pada tubuh Rifki. Lebam serta lukanya telah ditangani. Raihan hanya dapat terdiam, ia merasa bersalah, rasanya ia ingin berteriak sekencang mungkin. Kemana ia sedari malam?? Sungguh ia sangat menyayangi adik yang sedang terbaring lemah ini.
“ Adik anda mengalami cedera dada dan cedera perut. Saat ini belum ada hal yang serius, namun kami harus terus memantau kondisi nya terus.”
Ucapan dokter tadi, terus terngiang – ngiang. Ia besyukur saat ini belum ada hal yang parah dan ia juga berdoa agar setelahnya pun tak ada sesuatu yang lebih serius.
“ Rifki, Abang tau, lo kuat! “ Kata Raihan. “ Apa ini karena ayah Ki? “ Raihan telah menghubungi ayahnya, namun tak ada balasan sama sekali.
“ Bang?? “ Kata Rifki. Ia merasa ganjil. Bukankah tadi malam ia habis dihajar habis-habisan oleh ayahnya?? Dimana ia kini??
“ Riff?? Lo dah bangun?? “
“ Kagak usah gue jawab ya Bang.” Jawaban Rifki membuat Raihan terkekeh. Ternyata ia masih adiknya yang dulu.
“ Bang apaan nih?? “ Tanya Rifki sambil menunjukkan infusannya.
“ Lo pingsan Ki, jadi abang bawa lo ke rumah sakit. Apa ayah yang bikin lo kaya gini.” Tanya Raihan yang dibales deheman oleh Rifki.