Sial! Sial! Sial!
Trisha berlari sekencang kakinya ijinkan. Napasnya sudah mulai menurun meski dia terkategori rutin berolahraga. Berkali-kali dia menoleh ke belakang, hanya untuk mengetahui pengejarnya masih ada atau sudah lenyap.
Nyatanya mereka segigih macan. Peluh Trisha bercucuran, bersaing dengan jantung yang berdegup kencang. Tubuh mungilnya meliuk-liuk lincah di kepadatan trotoar. Sempat beberapa kali bertabrakan, gadis itu pilih jadi kurang ajar dengan mengabaikan permintaan maaf.
Trisha berbelok ke kanan dan mulai menyusuri Miami Avenue. Kakinya makin berat. Sekali lagi dia menoleh dan keningnya langsung berkerut. Dua orang itu tak terlihat. Matanya cepat memindai pedestrian. Mereka lenyap.
“Akhirnya ....” Laju Trisha memelan. Lengannya mengusap keringat di kening. Dia terbebas dari preman entah siapa yang sudah kurang ajar menodongkan pistol ke arahnya. “Awas saja kalau kalian ketemu Bapak! Bakal dikuliti tato-tato kalian!” gumam Trisha jengkel.
Gadis itu menghentikan langkah. Kepalanya tolah-toleh kebingungan. “Astaga, di mana aku?”
Sekelilingnya terasa asing. Gara-gara kabur tanpa arah, dia jadi tersesat. Pandangan Trisha menyapu trotoar yang dipenuhi orang. Pohon-pohon palem berjajar rapi di tepian jalan, bersanding dengan gedung-gedung tinggi bercat cerah. Klakson kendaraan riuh ditingkahi suara-suara manusia. Ada bendera Amerika Serikat terpasang di atas salah satu kedai. Wanita dan pria berpakaian santai lalu-lalang menikmati hangatnya sinar matahari.
Trisha kembali melangkahkan kaki. Tenggorokannya kering. Hembusan napasnya terdengar panjang saat merogoh saku. Dia lupa membawa dompet dan gawai. Gadis berkulit sawo matang itu berbalik, tapi langkahnya tertahan cekalan sepasang lengan berlapis jas kasual.
“Mau lari ke mana, kamu?”
Trisha terbeliak. Lagi-lagi umpatan meluncur dari mulut. “Kalian siapa, sih?” tanyanya dalam bahasa Inggris. “Kenapa mengejarku?”
“Ikut kami dan jangan coba-coba kabur lagi!” hardik pencekal Trisha. Pria yang telah dikelabuinya saat berada di lobi hotel itu tak melonggarkan pegangan. Pria itu tak menyangka bahwa gadis kecil ini sangat susah ditangkap.
Trisha memejamkan mata. Kesal. Sedetik kemudian kaki kanannya mundur. Memanfaatkan momentum yang ada, dia mendorong tangannya ke belakang, menyodok rusuk pria di belakangnya, lalu menyentakkan lengan kuat-kuat. Memanfaatkan kekuatan lawan, dia menumpukan berat si pria ke bahunya dan membantingnya keras ke trotoar.
Pria itu mengeluarkan seruan marah. Trisha menoleh cepat bertepatan dengan tinju yang melayang dari pria satunya. Hampir kena wajah. Beruntung respon gadis itu sigap. Memiliki keunggulan dengan tubuhnya yang tergolong mungil, Trisha dengan mudah merunduk dan mengayunkan kaki mengait pergelangan pria itu. Satu pengejarnya kembali terjatuh dengan suara keras.
Keributan itu mengundang perhatian banyak mata. Trisha mendesis. Tak ada waktu! Dia harus kabur secepat mungkin!
Trisha berlari dan terus berlari hingga napasnya nyaris putus. Dia sudah melewati dua blok dan tersengal-sengal di bawah pohon palem saat telinganya mendengar decit ban motor menepi.
"Hai! Ketemu lagi!"
Trisha menoleh dan mendapati sepasang mata cokelat terindah yang pernah dilihatnya menatap dari balik kaca helm. Kepalanya memberi isyarat untuk menaiki jok belakang.
Trisha menunjuk dirinya sendiri. Pria itu mengangguk. Trisha menggeleng. Dahinya mengernyit dalam. Namun, teriakan orang-orang yang tertabrak meresahkan hati Trisha. Itu pasti berasal dari para pengejarnya.
Gadis itu nyaris terjerembab kala pria di motor menarik tangannya. Suara berat terdengar memerintah. “Pegangan!”
Tanpa banyak kata, Trisha naik ke jok belakang. Matanya spontan terpejam dan memeluk erat perut rata pria penolongnya. Roda motor kurus yang dikendarai memutar pada para pengejar yang menyingkir, menghindari tabrakan lalu kembali menyusul setelah mendapatkan mobil dari pengendara yang melintas.
Pelariannya tak semudah yang dibayangkan. Trisha menjerit saat terdengar suara tembakan. Kepalanya menempel erat-erat di punggung bidang pria anonim itu. Lewat ekor matanya, dia melihat sebuah mobil meraung gahar mengejar mereka. Gadis itu terbelalak, apalagi saat melihat seorang pria gempal menyembul dari jendela mobil dan mengarahkan senjata ke arahnya.