High Romance Shoot : Trisha Version

eliyen
Chapter #11

Hasrat

“Carlos, bolehkah aku mengunjungi Serena?”

Pria itu menyipitkan mata. Tangannya mencekal pergelangan Trisha. Kernyitan di dahi mulus itu menandakan kekuatan Carlos sedikit berlebihan.

“Untuk apa?”

“Astaga, Carlos, dia temanku dan sekarang mendekam di penjara. Apa salahnya aku menjenguknya?” Trisha menggerak-gerakkan tangan berusaha meloloskan diri dari genggaman Carlos. “Sejak dia ditahan, aku belum pernah menemuinya lagi.”

“Tahanan narkoba sulit dijenguk, Trisha.”

“Hanya sebentar saja?” Trisha penuh harap. “Ada ... ada yang ingin kubicarakan dengannya.”

Mata pria di depannya menatap tajam. “Kau bisa titipkan pesan padaku. Akan kusampaikan.”

“Hah, seolah kau punya teman saja di penjara,” cibir Trisha.

“Memang punya,” ujar pria itu kalem, “tiap geng mafia pasti punya anggota yang mendekam di penjara.”

Trisha terbelalak. Tersadar dia tengah bicara dengan siapa saat itu. Namun, Trisha tak ingin menyerah. Pembicaraan yang akan dilakukannya dengan Serena, hanya boleh didengar temannya itu.

“Tolong atur pertemuanku dengan Serena. Itu saja. Tak lebih dari lima menit. Aku harus mengatakan hal pribadi padanya tanpa perantara.”

Carlos terdiam. Netra cokelatnya berpendar. Bisikannya rendah penuh perasaan. “Maafkan aku, Trisha, tapi aku tidak bisa.”

~~oOo~~

Trisha berdiri di ambang jendela. Pandangannya nyalang menyapu keadaan di bawah. Dia berada entah di lantai berapa. Sepulang dari pantai, Carlos membawanya menyusuri jalan berkelok-kelok, koridor naik-turun, dan beberapa pintu sebelum tiba di kamarnya lagi. Ditambah pikirannya yang melantur ke mana-mana praktis membuat Trisha tak ingat peta perjalanannya sendiri.

Lagi pula rumah ini sangat besar. Berniat kabur juga percuma. Dalam hitungan detik dia pasti langsung tersesat. Dalam pengamatan kecil Trisha, lokasi ini lebih mirip sebuah pulau dibanding rumah. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanya hamparan laut dalam. Bangunannya pun tak cuma satu. Selama tur singkatnya kembali ke kamar tadi, Trisha tahu ada banyak bangunan kecil yang mengelilingi rumah induk.

Helaan napasnya terdengar keras. Dia mulai letih dengan semua ini. Hidupnya yang teratur dan rapi jadi berantakan hanya dalam hitungan hari. Telinganya sudah rindu mendengar suara bapaknya yang menenangkan, tapi si penculiknya telah memblokade seluruh akses komunikasi. Kesempatan menghubungi orang tuanya di Indonesia menghilang total.

Si Penculik, dengus Trisha geli. Itu julukan tepat untuk Carlos. Memintanya jadi pacar pura-pura masih bisa diterima akal sehat. Namun, pria itu juga membuktikan diri sebagai pacar yang posesif dengan membatasi seluruh pergerakannya. Tak ada bedanya dengan penculikan dan Trisha adalah sanderanya.

Ujung jemarinya mengetuk kaca yang membatasi kamar dengan balkon. Desau angin terdengar samar-samar, berpadu irama ombak dari laut buatan. Saat bersama Carlos siang tadi, pria itu membawanya ke jalan indah yang sangat cocok menjadi lokasi pemotretan pernikahan. Barisan rapat pohonnya seolah menjadi pagar hidup yang indah. Trisha meringis menyadari jalan itu juga mengasosiasikan kehidupannya yang terpenjara.

Dirinya sama terjebaknya dengan Serena.

Trisha menghela napas. Permohonannya menjenguk sang teman pun ditolak mentah-mentah oleh Carlos. Saat pria itu mendesak pesan apa yang ingin disampaikannya, dia enggan menjawab. 

Carlos tak ada hubungannya dengan perjanjian yang dia dan Serena sepakati di Indonesia.

Gadis itu kembali merenung. Semakin lama berada di sini, Trisha meyakini ada lebih dari sekedar permintaan menjadi pacar pura-pura. Carlos punya maksud terselubung padanya. Permintaan jadi kekasih hanya kedok belaka. Seolah pria itu mencoba mengikatnya dengan tali tak kasat mata hingga tujuannya tercapai.

Trisha bukan gadis bodoh. Insting dan otaknya tajam. Jika dia tak mendapat jawaban dari Carlos, maka informasi akan diperolehnya dari sumber lain. Sejauh ini Diego, Gaby, dan Marco jelas bukan informan yang bagus. Loyalitas mereka pada Carlos sangat tinggi. Namun, Kakek Victor sudah memintanya tinggal. Tak ada salahnya mencoba mendekati pria tua itu.

Suara pintu terbuka membuyarkan lamunan Trisha. Kepalanya menoleh dan matanya disuguhi pemandangan paling menggiurkan di seluruh dunia. Refleks gadis itu kembali berbalik menghadap jendela.

Trisha mengelus dadanya dalam gerakan menenangkan. Rongga dadanya serasa meledak oleh keterkejutan. Ternyata di dunia ini ada yang lebih menarik selain makanan, Trisha merona parah.

Lihat selengkapnya