Pagi yang rusuh. Jam 8. Mata Jerry perlahan terbuka. Sepertinya dia terganggu dengan kebisingan pagi yang tak biasa.
Jerry terperanjat kaget. Dian sudah duduk disamping dadanya. Ia langsung bangun duduk dari tidurnya.
"Bangun Mas Jerry!" dengan manja dan sok perhatian Dian tersenyum semanis yang ia punya.
"Sudah rapi saja Kak?" Jerry menahan serba salahnya yang tidak nyaman dan agak enek.
"Mas, mau jadi gigolo ga? Mas itu cakep lho!" Dian membuat Jerry melongo.
Jerry diam saja tak menjawab, bingung.
"Sekarang kita sedang membangun image Si Queen untuk menjadi artis. Setelah publish nanti, Mas Jerry pasti tahu kan konsekuensinya kayak apa. Mungkin saja ada management artis yang berani ambil Si Queen. Semakin popular intensitas keartisannya beriringan juga harus mampu bertahan dan bersaing.
Dibalik itu, tentu Mas Jerry bukan laki-laki biasa lagi. Bisalah kita jadiin Mas Jerry dengan talent sendiri. Lumayan Mas, duit akan lebih menggiurkan," Dian penuh semangat dan motivasi.
Jerry masih saja diam. Dia melamun. Membayangkan seandainya perkataan Dian terjadi.
"Hello...!!! Dian disini dong Mas!" Dian melambai-lambaikan tangannya didepan mata Jerry.
"Kita lihat saja nanti. Ambisi juga harus sebanding dengan realita dan perjuangannya gimana Kak," sahut Jerry sambil turun dari tempat tidurnya. Badannya masih terasa remuk. Mereka tidur jam 4 pagi. Selesai latihan dan makan ia langsung ambruk di kasur.
"Dian siap mengorbitkan Mas. Menjadi model mungkin. Atau setting sensasi. Kita bisa atur Mas..." Dian mengintil Jerry dari belakangnya.
Jerry tidak begitu menghiraukan celotehan-celotehan Dian yang menurut dia penuh halusinasi. Dia terus berjalan menuju kamar Sinsin.
"Alaaaaaah, nih lu yakin baru bangun?" teriak Sinsin keluar dari kamarnya.
Sinsin sudah mengenakan gaun warna ungu pastel yang simpel tapi sexy. Rambutnya yang biasanya tergerai sebahu sekarang diikat ekor bajing. Selendang itu. Tak habis pikir, Jerry selalu merasa tidak begitu suka melihatnya. Tapi bagi Sinsin seperti yang sudah menjadi dari bagian fashionnya. Selembar kain ungu dari ustadz itu!
Cantik!
Ya, memang cantik. Itu yang membuat Jerry selalu berdesir darahnya ketika melihat perempuan ini. Jantungnya kadang tak karuan berdegupnya. Apalagi ia seperti sepasang manusia yang hidup terlalu sering melaluinya berdua. Parfumnya, hmmm... Terhirup begitu menyegarkan. Pagi yang buram dan suntuk seketika membangkitkan semangat yang menggairahkan.