Setibanya di mobil. Jerry tak berkomentar apa-apa. Banyu yang melambaikan tangannyapun tak dihiraukannya.
Ini sudah jam setengah empat pagi. Jerry merasa gondok menunggu terlalu lama di mobil. Tak seperti biasanya yang on time 1 jam untuknya menunggu. Kala ini, dari jam 00 lewat sampai jam segitu baru nongol makhluk yang ditungguinnya.
Sinsin membalutkan selendang ungu itu ke kepalanya yang tadi hanya dijadikan sekedar pemanis di bahunya. Kain itu adalah pemberian ustadz misterius yang kemarin itu.
"Nyaman juga ya," gumam Sinsin merapikan selendang itu di kepalanya.
Jerry melirik. Tadinya ia enggan bernarasi karena egonya lagi memuncak, tapi tetap gatal juga. Hingga mulutnyapun bergerak,
"Ga perlu sedrama itu juga. Ada banyak kain yang lebih nyaman untuk dipakai. Lu nya saja males bawa. Jacket hoodie ada. Ciput ada," Jerry agak ketus.
"Kalo malam ini gue ga dapat royalti dari Banyu, lu ga masalah kan?" Sinsin malah bicara yang lain yang membuat Jerry berkerut kening.
"Ya ga bisa lah! Lu harusnya dapat jatah lebih. Ini hampir 3 jam, Queen!" Jerry ngegas.
"Lu terlalu mengejar duit, Jerr!"
"Jangan-jangan karena lu suka sama Si Banyu lalu lu berubah haluan, Queen. Kita kenal dengan pelanggan kan emang niatnya buat cari duit. Apalagi coba?" sanggah Jerry.
"Titip say sorry dari Si Banyu tentang malam ini. Tapi asal lu tahu, dia bayar gue sesuai tarif. Dan harusnya lu senang gue bisa produktif. Tidak perlu memperlakukan Si Banyu dengan sinis gitu. Dia kan aset kita, Jerr!" Sinsin memberikan penjelasan.
Jerry baru paham. Tapi hatinya bergumam, ia seakan tidak terima jika Sinsin harus kencan lama dengan Banyu. Meskipun ia bilang masalah duit, padahal intinya dia ga suka dengan Banyu. Kalo bisa, kontrak mereka diputus!