Berperan menjadi seorang istri untuk seorang lelaki yang bukan suami. Tapi tidak sepenuhnya. Bondan banyak melarang. Tapi Sinsin merasa tidak masalah.
Sore yang redup. Hampir maghrib. Sebuah tempat pinggiran kota. Katanya sih ini rumahnya Bondan sebagai investasi yang diluar pengetahuan keluarganya. Istri ataupun anaknya tidak pernah tahu Bondan punya rumah ini.
Cukup privasi. Dan mungkin bakalan terhindar dari rentetan gosip pelakor. Hanya saja, selain Sinsin mungkin juga ada perempuan lain selain keluarganya yang Bondan bawa kemari. Sinsin kan hanya seminggu sekali kencan dengan Bondan di tempat ini.
Wallahualam.
"Iya Om," Sinsin segera menghampiri Bondan dengan 2 cangkir teh hangat campur madu di tangannya.
"Istriku orangnya cukup baik. Dia penurut. Sayang banget pada suaminya," ujar Bondan yang duduk di bangku taman belakang rumahnya itu.
Sinsin menaruh teh hangatnya di meja yang terbuat dari batu alam yang terletak di depan Bondan.
"Ada hal lain yang mungkin menjadi alasan Om mencari kepuasan dengan perempuan lain," Sinsin menimpali sambil duduk disamping Bondan.
Bondan ini tidak tua. Tapi sedikit berumur. Kisaran 45 tahun. Tidak tampan-tampan juga. Tapi cukup menunjukkan sebagai pria normal. Kurus pula badannya. Mungkin kurang ideal antara tinggi badan dan beratnya.
"Kurang cantik saja. Dari sekian persepsi baik, hanya itu yang kurang. 'B' saja tampangnya," jelas Bondan sambil tersenyum memandang wajah Sinsin yang terasa jauh cantik jika dibandingkan dengan istrinya.