Hijrahcchiato

Noera Ilyana
Chapter #2

Family Is ....

"Enggak mau!"

"Nez, enggak lucu ah! Ayo, turun!"

Gue enggak mau turun! Gue menghalangi pembuka safety belt dari Agatha. Keringat kami sudah tercetak di wajah masing-masing.

Sejak Agatha menutup rambut cantiknya dengan sehelai kain, ayah dan ibu secara halus meminta gue melakukan hal yang sama. That's why, gue berusaha menghindari mereka.

Apalagi Agatha sekarang pakai longdress yang gue sebut daster. Longdress—sepemahaman gue—itu baju terusan panjang yang menampilkan tubuh sehat dan seksi dengan belahan di paha, dada atau favorit gue, backless.

Agatha? Enggak kelihatan potongan tubuhnya. Kayak pakai karung goni. Enggak ada bagusnya! Ditambah sehelai kain menutupi kepala dan dadanya. Kerasukkan apa Agatha yang mantan model itu?

Gue belum siap mental ketemu orangtua sendiri karena penampilan. Gue yakin, pasti diceramahin panjang lebar sama mereka.

"Nez, aku panggil pak Didi nih!"

No! Pak Didi itu satpam yang sudah bekerja sejak gue SMP. Badannya besar, mata bulat dengan tatapan garang, ditambah kumis tipis, dan keriting ujungnya. Mantan pacar gue ngompol tiap berhadapan dengan beliau. Sebenarnya, beliau orang yang baik hati dan setia sama keluarga kami. Beliau suka menasehati gue dan Agatha dengan gaya yang kebapakan. Agatha selalu menyimak dengan baik sementara gue ... sudah tau 'kan bagaimana?

"Pak Diㅡ"

"Iya gue keluar!" Agatha rese'!

Gue keluar dari mobil Agatha dengan kaki yang terasa lemas. Seriusan! Gue berasa kayak orang yang habis dirawat di rumah sakit karena sakit typhus berat. Seiring langkah kaki berjalan, rasa mual dan pening semakin terasa ditambah telapak tangan berkeringat lagi! Jangan tanya bagian tubuh yang lain, sudah berasa mandi, tetapi enggak sempat menggeringkan badan langsung pakai baju. Damn thou, Agatha!

"Assalaamu'alaikum," sapa Agatha dengan suara lembutnya lagi.

"Wa'alaikumussalaam Agatha. Kamu ... lho, Agnes? MashaAllah," sahut ibu menghambur memeluk gue. Kalau Agatha enggak mengingatkan ibu untuk melonggarkan pelukannya, bisa dipastikan gue pingsan kekurangan oksigen. "Ada angin apa anak ibu yang cantik mampir? Gimana usaha kamu, lancar?"

Gue cukup menarik bibir dua senti ke kanan dan kiri menanggapi perkataan ibu. Daripada salah ngomong dan nyakitin hati beliau, 'kan dosa. Karena sebenernya gue enggak ada bisnis apapun.

"Agnes?"

Tanpa harus menoleh, gue sudah tau siapa pemilik suara bass yang memanggil. Gue memejamkan mata merapal mantera dalam hati, berharap ini cuma mimpi buruk akibat hangover tadi malam.

Namun, sepertinya bukan, karena aroma woody musk benar-benar tercium kuat. Ayah, sosok pria yang seharusnya jadi cinta pertama gue, tetapi tergantikan oleh seorang lelaki ingusan yang menghamili sahabat gue. Tragis enggak tuh?

Lihat selengkapnya