Hari ini hari Minggu, aku memutuskan untuk di rumah saja. Tidak ada tempat yang lebih menarik selain rumah saat aku ingin sendirian. Bukan artian sebenarnya. Karena kalau artian sebenarnya, harusnya aku di kamar saja menyendiri, bukannya menonton tv sambil ditemani Bibi yang sedang mengepel lantai.
“Hari ini jadwal ngepel lantai ya, Bi?” Aku bertanya pada Bibi yang tengah mengepel lantai berjarak tiga meter dariku.
“Eh, iya, Non, sekarang jadwalnya ngepel,” jawab Bibi sopan. Bibi memang pembantu yang baik. Dia selalu sopan kepada setiap majikannya di keluarga ini: Papa, Mama, Kak Ira, dan aku.
“Jadwalnya Kamis sama Minggu kan?” kataku memastikan, “emang ngepelnya harus sesuai jadwal, Bi? Kan Bibi bisa aja ngepel setiap hari, setiap luang. Itu kan pekerjaan Bibi. Ara jamin lantainya bakal tambah kinclong banget deh.” Aku berujar mantap, mengacungkan jempol dengan senyum lebar.
“Eh, i-iya, Non, lantainya pasti tambah bersih, ya,” balas Bibi. “Tapi Bibi cuma melakukan sesuai permintaan Ibu saja.”
Aku yang sedang mengunyah camilan kue kering sambil menonton kartun mengangguk-angguk. “Nanti biar Ara bilangin ke Mama deh. Mama pasti setuju.”
Bibi hanya mengiyakan seadanya, terdengar agak kikuk. Pasti Bi Mina tidak menyangka aku bisa memikirkan hal hebat seperti itu. Meski hanya ide kecil, tapi hasilnya akan memuaskan.
Aku lanjut menonton dan Bibi ganti mengepel lantai teras. Tapi belum genap Bibi keluar pintu, aku memanggilnya.
“Bi, buatin Ara susu coklat panas, ya,” ucapku setengah berteriak. “Eh, anget aja, Bi.”
Sedetik kemudian, Bibi menghampiri. “Baik, Non. Sebentar, ya.”
“Jangan lama-lama ya, Bi.”
Bibi segera berlalu ke dapur.
Nah, ini enaknya di rumah. Kalau ada perlu apa-apa, tinggal minta sama Bibi. Selalu sopan, ramah, dan tidak pernah menolak. Bibi memang pembantu yang baik di sini. Aku penasaran, apakah pembantu di rumah Lila, Rere, atau yang lainnya juga baik seperti Bibi?
“Lagi apa, Bi?”
Kudengar suara khas wanita setengah baya menyapa ramah. Aku menoleh, melihat Mama menuruni anak tangga.
“Lagi buat susu untuk Non Ara, Bu.”
Mama mengangguk ramah lalu menghampiriku, ikut duduk di sofa. Hari ini hari libur, Mama tidak ada urusan atau pekerjaan hari ini. Berbeda dengan Papa yang masih dinas di luar kota. Sudah tiga hari ini, padahal sekarang hari libur semua orang.
“Nonton apa, Ra?” tanya Mama di sampingku, mengambil beberapa kue kering dari toples.
Aku menunjuk tv di depan dengan dagu. “Kartun, Ma."
"Oh," jawab Mama singkat. "Tumben di rumah. Kamu nggak jalan sama Rio?"
Aku mengambil beberapa kue kering dari toples. "Enggak, Ma. Kemarin Rio bilang dia mau main sama temen-temen basketnya. Acara sebelum pertandingan gitu."
"Oh, gitu ya," ucap Mama. "Iya ya, Rio kan anak basket. Mama hampir aja lupa."
Aku menoleh ke Mama. Mama mengangguk-angguk, wajahnya terlihat lega walaupun tidak terlalu kentara. Aku tahu, Mama pasti lega mendengar aku tidak jalan dengan orang lain tanpa di bawah pengawasannya. Orang tuaku memang menyetujui hubunganku dengan Rio. Mereka berpikir bahwa Rio adalah anak yang baik. Tapi tetap saja, mereka akan khawatir membiarkanku pergi tanpa di bawah pengawasan mereka, terutama Mama. Bahkan, pernah waktu itu aku main ke rumah Sukma bersama yang lainnya. Lalu setengah jam kemudian Mama datang mencariku. Padahal aku sudah bilang kalau aku akan main ke rumah Sukma. Mama tidak percaya, makanya dia datang untuk memastikan.
"Ini, Non, susunya."
Bibi datang membawa segelas susu coklat hangat, meletakkannya di atas meja. Mama tersenyum ramah kepada Bibi. Tapi entah kenapa senyumnya terlihat sedikit berbeda. Aku tidak terlalu memedulikannya.
"Makasih, Bi." Aku mengambil gelas itu lalu menyeruput dengan nikmat. Manisnya pas, hangatnya juga pas. Bi Mina memang pembantu paling hebat.
"Iya, Non. Kalau begitu Bibi lanjut ngepel dulu."
Aku mengangguk. Bibi segera berlalu.
Eh, aku jadi teringat suatu hal. Aku menggenggam gelasku, menoleh ke arah Mama dengan antusias.
"Ma, Ara punya ide hebat."