Arata Riswani

thisofayna
Chapter #1

Prolog

Aku kalau sedang menginginkan sesuatu, misalnya makanan, minuman, atau barang apa pun itu, aku tidak perlu pusing untuk mendapatkannya. Hanya tinggal meminta sama Mama atau Papa, aku pasti akan dibelikan atau diberi uang untuk membelinya. Enak, kan? Untunglah Papa punya banyak uang dari hasil kerjanya. Jadi, semua yang kuinginkan pastilah terpenuhi. Mama juga selalu mengizinkan aku berbuat ini, berbuat itu. Mendukungku mencoba hal lainnya, asalkan tetap dalam pengawasannya. Mama sangat takut aku kenapa-kenapa.

Kalau aku sedang di rumah dan menginginkan sesuatu, aku hanya tinggal berteriak kepada Bi Mina.

“Bi, Ara mau susu coklat!”

Bibi akan segera melakukan sesuatu agar keinginanku terpenuhi. Dia juga membawakannya sampai ke kamarku di lantai dua. Aku tidak perlu turun ke bawah, semua Bibi yang melakukan.

Punya pembantu di rumah itu memang menyenangkan. Apalagi kalau aku mau pergi ke sekolah, mall, atau main ke rumah teman, ada Pak Tri yang akan mengantarku menggunakan mobil.

“Pak, anterin Ara ke mall, ya.”

Tapi biasanya, Pak Tri akan menolak, “Aduh, nggak boleh, Non Ara. Tadi sebelum pergi, Ibu sudah pesan jangan bawa Non Ara keluar rumah.”

Kalau sudah begitu, aku hanya tinggal memasang muka paling melas sedunia dan berkata, “Ara bosen di rumah terus, Pak Tri. Semua orang pada pergi kecuali Ara. Ara jadi kesepian.” Dan biasanya, Pak Tri akan langsung luluh mau mengantar, meskipun raut wajahnya menunjukkan keterpaksaan, takut dimarahi Mama karena melanggar pesannya. Tapi tenang saja. Selama aku bahagia, Mama tidak akan memarahi Pak Tri sebegitunya.

Nah, kalau urusan PR, curhat, dan badmood, beda lagi ceritanya. Aku akan mengandalkan seseorang yang benar-benar bisa menjadi tempatku berbagi segala hal dengannya. Aku akan langsung masuk ke kamar Kak Ira tanpa permisi. Biasanya, Kak Ira sedang duduk di kursi belajar saat aku masuk, berkutat dengan buku-buku sekolahnya, atau bermain laptop kesayangannya. Kakakku itu memang anak yang rajin. Tapi, sekalinya aku merengek dan minta ditemani, Kak Ira akan langsung meninggalkan buku-buku dan laptopnya.

“Kak, Ara lagi sedih.” Saat itu, Kak Ira yang masih sibuk dengan buku-bukunya menjawab, “Sedih kenapa, Dek?”

Lihat selengkapnya