Nama-ku Gibran, Aku adalah seorang anak yang di lahirkan di desa, dan dari keluarga yang perekonomian selayaknya anak pedesaan pula. Ayah dan Ibu-ku bukanlah orang besar, kaya, atau orang terpandang di desa. Sering kali juga keluarga-ku di rendahkan oleh tetangga dekat rumah-ku yang keluarga-nya mempunyai perekonomian yang menduduki piramida puncak ekonomi di desa-ku. Dan karena hal itulah Aku mempunyai ambisi untuk memutar roda kehidupan keluarga-ku.
Jika keluarga lain dapat memakan daging dalam sehari – harinya, sudah bersyukur sekali rasanya keluarga-ku memakan singkong yang Ibu ambilkan dari kebun belakang rumah yang ia tanam. Jika anak – anak lain sekolah di antar menggunakan sepeda motor, bersyukur sekali rasanya kaki ini masih dapat berjalan dengan cukup kuat berkilo – kilo meter untuk sampai kesekolah. Jika anak – anak lain berangkat menuju sekolah jam 6 pagi, berbeda dengan Aku dan Adik – adikku. Karena, Ibu dan adik – adikku sudah terbangun sejak jam 3 pagi untuk pergi kesekolah, karena memang Ayah dan Ibu-ku tidak mempunyai kendaraan seperti keluarga lain. Aku dan Adik – adikku harus bangun lebih dini dari anak – anak sebaya-ku yang lain, karena Aku harus berjalan kaki dan menempuk jarak berikilo – kilo meter agar dapat duduk di bangku sekolah.
Aku mempunyai empat saudari perempuan, Aku adalah anak ke-dua dari lima bersaudara. Dan aku juga adalah anak laki satu – satunya dari pernikahan Ayah dan Ibu-ku. Ayah dan Ibu-ku selalu berpesan kepada-ku, untuk menjaga kakak dan Tiga adik perempuan-ku. karena memang hanya Aku anak laki – laki Ibu satu – satunya dalam keluarga.
* * *
Saat malam tiba di teras depan rumah, Aku selalu memikirkan tentang hidup-ku. Mengapa Aku terlahir dari keluarga yang bermartabat rendah atau bahkan mungkin tidak bermartabat di mata orang – orang kampung-ku pada saat itu. Mengapa juga dari ke-lima anak Ibu-ku, hanya Akulah laki – laki seorang. Mengapa Kaka dan Adik – adikku perempuan.