HILANG

rizky al-faruqi
Chapter #12

Tertangkap

“ Setelah sungai ini kita akan sampai di perbatasan. Kira-kira tiga kilometer lagi.” Yaz hati-hati mencelupkan kakinya ke dasar sungai berbatu. Ottmar melakukan hal yang sama.

 Sungai itu tidak begitu dalam. Hanya sebetis orang dewasa. Bebatuan sungainya tampak jelas di bawah. Air sungai yang mengalir di hutan memang jernih sekali. Bersih dari pencemaran karena memang jarang bahkan tidak pernah dijamah manusia. Ottmar melangkahkan kakinya hati-hati. Sesekali menatap kagum beberapa ikan kecil yang melesat di dalam air.

“ Hati-hati, ott. Bebatuan sungai banyak yang licin. Kalau tidak hati-hati kau bisa terpeleset. Tidak berbahaya, sih. Tapi lumayan juga kalau sampai terjatuh. Kau bisa melanjutkan perjalanan dengan basah kuyup.” Yazmenyengir di depan. Ottmar diam saja, masih asyik memperhatikan ikan-ikan kecil yang berenang di sekitar kakinya.

“ Aduh..!” Kaki Ottmartidak sengaja menyandung sebuah batu yang sedikit menjorok keluar, membuatnya hilang keseimbangan. Yazmenoleh, terlambat menangkap badan Ottmar yang limbung. Ottmarmenahan tubuhnya dengan kedua tangan. Tapi tetap saja, kedua lengan dan bagian depan bajunya basah kuyup. Yazmenahan tawa, membantu Ottmar berdiri.

“ Sudah kubilang, malah sibuk memperhatikan yang lain.”

Ottmar meringis, memeras ujung bajunya.

“ Kita istirahat dulu, Yaz. Sekalian menunggu bajuku kering.” Kata Ottmar begitu sampai di seberang sungai. Yaz mengangguk setuju. Ottmar melepas pakaian, menyampirkannya begitu saja pada ranting sebatang pohon.

“ Tadi kau bercerita apa?”Ottmar meletakkan tas, bersila di sampingnya.

“ Tentang keluargaku.”

“ Oh. Lalu? Bagaimana kelanjutannya?”

“ Kau mau mendengar lanjutannya?” Yazduduk di hadapan Ottmar.

“ Tentu.”

“ Sampai mana tadi? Oh ya. Tentang ayahku.” Yaz mendehem sebentar. “ ayahku seorang prajurit Transcaucasian Military Distric, sedangkan kakekku, ia termasuk pasukan merah. Sebenarnya keluargaku termasuk keluarga militer. Hanya aku saja yang tidak.” Yaz terkekeh kecil. Ottmar menekuk kepalanya, teringat akan sesuatu.

“ Kakekmu pasukan merah uni Soviet?”

Yaz mengangguk, “ ada apa?”

Ottmar menggeleng. Ingatannya melesat kembali saat duduk mendengarkan cerita ayah di depan rumah.

“Dua puluh tahun setelah itu, satu tahun sebelum ayah di lahirkan. Kakekmu di bunuh mata-mata Tentara Merah.”

“ Ayahmu ada bercerita apa tentang kakekmu?” Ottmar kembali bertanya.

“ Setahuku tidak ada.”Yaz terlihat berpikir sebentar. “ Tapi, kelihatannya pernah, hanya sekali. Tentang kehebatan kakek.”

Ottmarterkesiap.

“ Dulu ada orang Azerbaijan yang sangat di takuti Tentara Merah, julukannya apa ya..? Ah, aku lupa. Intinya kakekku berhasil membunuhnya. Eh, maaf ott, mungkin kamu tersinggung. Tapi, tak masalah bukan? Aku juga orang Azerbaijan.” Yaz menyengir hambar, memperhatikan Ottmar yang semakin menekuk kepala. Bukan, bukan itu yang membuatnya tersinggung. Tapi orang Azeri yang sangat di takuti Tentara Merah itu. Jangan-jangan ia...

“ Eh, Yaz. Ayahmu tidak menceritakan siapa dia?”

Yaz meluruskan kaki. “ tidak sih, tapi kalau tidak salah ia...” Yaz menatap mata kiri Ottmar, menepuk dahi.

“ Oh ya, dia bermata biru sebelah seperti mu! Benar, Ya Tuhan. Apakah ia masih satu keluarga denganmu?”Yaz ragu-ragu menatap Ottmar, menyesal dengan ceritanya.

Ottmar menelan ludah. Benar. Tidak ada orang lain di Azerbaijan yang memiliki mata biru kecuali keluarganya.

“ Bukan, mungkin hanya kebetulan saja.” Ottmarlebih memilih untuk menggeleng, sengaja berbohong. Tidak mungkin ia mengatakan yang sebenarnya. Yaz pasti akan sangat menyesal dan mengutuk perkataannya. Ottmar tersenyum, lebih memilih diam dan menjaga hati teman barunya yang baru saja masuk islam itu.

Selepas beberapa perbincangan lagi, Ottmar mengajak Yaz untuk segera melanjutkan perjalanan. Tapi di hati yang terdalam, ia merasakan kebencian ayah dahulu kembali merasuk ke dalam dirinya. Rasa itu tidak pernah hilang bahkan tetap sama seperti saat ayah mengatakannya.

***

Mereka hampir sampai di perbatasan negara.

“ Selamat, ott. Di depan negara Rusia sudah menunggu. Hanya saja ingat selalu, jangan menampakkan diri, oke?” Yaz tersenyum lebar, menepuk pundak Ottmar. Ottmar tersenyum tipis. Entahlah, setelah kejadian itu ia lebih memilih untuk banyak diam. Walaupun ia tahu Yaz tidak ada sangkut-pautnya sedikit pun dengan pembunuhan kakeknya, akan tetapi kehilangan tetaplah kehilangan. Ia dan Yaz pewaris darah terdekat. Mereka adalah orang yang paling merasakan apa yang di rasakan oleh ayah mereka. Maka sebagaimana Yaz terlihat senang dengan kehebatan kakeknya, ia sendiri pun merasakan sakit hatiatas pembunuhan kakeknya.

“ Ott?”

Ottmar menoleh, tersenyum. Tapi ia tahu senyum itu sangat terlihat di paksakan.

“ Kau sakit?”

Ottmar menggeleng.

Yazmenyengir tipis, “ syukurlah. Mari kita lanjutkan perjalanan. Aku ada banyak cerita lagi untuk menemani perjalanan kita.”

Ottmar mendengus dalam hati. Jangan, jangan ceritakan apapun lagi.

“ Oh ya, ott. Aku baru ingat. Julukan orang itu Ka... Kabil Bora! Ah, kenapa tidak dari kemarin. Kau mengenalnya tidak? Bukannya ia terkenal sekali di kalangan Tentara Merah? Pasti dia juga terkenal di__”

“ Cukup!” Ottmar menatap Yaz tajam. Yaz tergugu, menatap terheran. Ottmar memalingkan wajah, mendengus pelan, melangkah lebih cepat. Yaz mengikuti dari belakang.

“ Ada apa, ott? Kau kenapa tiba-tiba marah?!”

Ottmar terus melangkah, tidak menoleh sedikit pun.

“ Ott!!”

Ottmar terus melangkah, tidak peduli.

“ Ottmar!!!”

Jarak mereka semakin dekat dengan perbatasan. Ottmar terus mempercepat langkah. Bahkan seakan ia ingin sekali berlari sekuat tenaga meninggalkanYaz.

“ Ott!!” Yaz berlari mensejajari langkah Ottmar yang panjang-panjang. “ kau jangan gegabah, jalannya salah! Kau lihat di depan, tentara penjaga perbatasan ada di sana! Ott!! Bicaralah bila ada sesuatu!!”

Lihat selengkapnya