Beruang itu melompat. Siap mencabik-cabik tubuh mangsanya dengan cakar-cakar tajam. Ottmar merunduk, beruang itu mencakar angin. Penonton serempak berdiri tidak ingin melewatkan satu detik pun adegan menegangkan itu. Mereka yang sudah lama mendekam di sana tahu, sang beruang terakhir di keluarkan membunuh seorang legendaris gladiator yang tidak pernah terkalahkan. Sekarang, lihatlah. Seorang pemuda yang baru saja melawan tujuh musuhnya di hadapkan dengan beruang itu. Jenderal polisi pasti ingin membunuhnya.
“ GRROAAA...!!!”
Ottmarmerentangkan katana, menahan tamparan beruang itu dengan batuan satu tangan lagi di ujungnya.
TRRAAKK..!!
Sial, pedang itu patah. Cakar-cakar tajam lolos menuju wajahnya. Ottmar cepat menghindar. Terlambat. Tiga ujung cakar berhasil melukai sisi kiri wajahnya. Ottmar terpejam kuat. Berteriak kesakitan sambil menjauh. Pemuda itu menangkupkan tangannya di sana. Penonton semakin ribut. Lihatlah. Hanya tiga kali gerakan beruang itu sudah berhasil melukai organ terpentingnya. Walaupun sebenarnya dengan satu kali pukulan saja beruang itu sudah dapat menewaskan musuhnya.
Untuk beberapa saat Ottmar hanya tertegun melihat tangannya yang berlumuran darah dengan sebelah mata. Memeriksa kembali. Mata birunya masih utuh. Pemuda itu menggeram marah sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia seperti kehilangan akal. Beruang itu sudah lancang hampir merusak mata warisannya.
“ MAJULAH, HEWAN JELEK!! AKAN KUBERI KAU PELAJARAN ATAS PERBUATANMU...!!!”
Ottmar menghentakkan kakinya ke atas tanah, menantang berduel dengan tangan kosong. Penonton terkejut, bersorak-sorai melihat keberanian pemuda itu. Amfiteater benar-benar seperti di sihir, belum pernah ada seorang Gladiator pun yang berani menggertak beruang sebesar itu dengan tanpa senjata. Jenderal polisi hanya tersenyum sinis, tidak begitu yakin dengan kekuatan pemuda itu.
Ottmar memasang kuda-kuda terbaik. Kembali terngiang nasihat paman Alp. Modal terbesar dalam hidup ini adalah dirimu sendiri.
Beruang itu mengamuk, kembali menyerang.Ottmar menyeringai, berlari menyambutnya.
***
“ HEEAAA...!!”
Ottmarmelompat ke arah kepala beruang, menjejakkan kedua kakinya sekuat tenaga. Beruang yang tidak sempat menyerang itu hanya oleng sedikit, mengamuk, kembali menyerang. Ottmar menghindar, memanfaatkan tangan beruang yang hanya mengenai angin, menendangnya. Beruang itu oleng lagi, Ottmar cepat melayangkan pukulan sekuat tenaga ke kepala belakangnya. Cepat mengambil jarak lagi. Beruang itu mengamuk. Semakin buas menyerang.
Ottmar berkelit dan menghindari beberapa cakaran lagi. Beruang itu semakin tak terkendali. Ottmar berpikir cepat, ia harus menghentikannya. Selintas Ottmar teringat harimau yang dulu hampir membunuhnya. Ya, penglihatan adalah modal utama hewan itu. Ottmar cepat meraup pasir, menghindari beberapa serangan lagi. Lantas, dengan sekali lemparan beruang itu sudah kalap mengerang kesakitan dengan kedua mata terpejam. Mencakar membabi-buta.
Ottmar memanfaatkan keadaan, berlarian mencari pedangnya yang patah. Lantas,dengan gerakan melompat sempurna, Ottmar menusukkan bilah katana yang patah itu ke arah mata beruang. Memburaikannya. Penonton bersorak riuh-rendah. Pemuda itu berhasil membalas lukanya.
Beruang itu melenguh pilu, tapi Ottmar sudah tidak berbelas kasih lagi. Ia ingin menunjukkan pada jenderal itu siapa dia sesungguhnya. Ottmar menusukkan katananya beberapa kali lagi. Lantas berlalu membiarkan beruang itu berdebum jatuh ke tanah. Sorak-sorai penonton menyambut kemenangannya. Benar-benar heboh.
Jenderal polisi terbelalak, pemuda itu berhasil mengalahkan seekor beruang dengan pedang patah? Sesaat laki-laki bertubuh tambun itu menggeram, lantas memanggil seorang ajudannya, membisikkan sesuatu.
Tidak lama kemudian, di antara kerumunan orang yang masih bergemuruh, seseorang membidikkan senjata laras panjangnya, menembak jatuh Ottmar yang sedang berjalan kembali ke gerbangnya.
***
Rusia Timur.