Hilang: dalam Mega Mendung

Ikhsannu Hakim
Chapter #7

Erik (5)

Napas baru perkuliahan di awal tahun kedua sungguh menarik. Banyak hal baru yang disampaikan dosen. Tidak hanya itu, temanku pun makin bertambah; tidak hanya Farid. Ah, Lina pun masih sama seperti saat pertama kali kami berbincang. Dia terus saja bersama kelompok yang berisi lima orang termasuk dia. Kelas dibagi dua ketika responsi, namun aku selalu kedapatan sekelas dengan Lina. Sering kali aku dan Lina dalam satu kelompok untuk tugas kuliah. Selain karena selalu dapat kelas responsi yang sama, nomor induk mahasiswa kami pun bersebelahan.

Gerimislah sore itu dan kami (aku, Farid, Lina, dan Dini) janjian pukul 04.00 .00 sore untuk mengerjakan tugas Dasar-Dasar Bisnis di indekos Lina. Aku dan Farid sengaja datang seperempat jam lebih awal. Selain karena belum tahu letak indekos Lina agar ada waktu mencari, alasan lain adalah 'kami' bisa membicarakan hal lain sebelum membahas tugas. Kami berhenti di rumah berwarna ungu dengan teras yang terdapat meja bundar dan enam kursi di sekelilingnya. Kuparkirkan Ninja biruku di depan rumah itu.

"Oh, selamat sore, ada yang bisa dibantu?" tanya seorang perempuan berhijab kuning yang muncul dari belakang kami, menggunakan payung dengan suara sehalus gerimis dan diikuti senyum sehangat aroma hujan sore itu.

Rambutku kurapikan. "Apa benar ini.. emm.. kosan Lina?" tanyaku agak terbata.

"Benar. Kalian teman sekelasnya Lina ya? Ayo silakan duduk!" Dia mempersilakan kami duduk dengan mengarahkan kami ke teras yang sempat diceritakan Lina. "Aku panggilkan Lina dulu ya?" Lalu dia pun masuk.

Antara satu hingga dua menit kemudian, Lina datang. "Kalian kok cepat banget sudah datang?"

"Na, itu siapa?" tanya Farid sambil membenarkan kacamatanya.

“Apa sih? Yang tadi itu? Itu Iris. Lembayung Iris. Dia teman sekosanku dan dulu kami sekamar di asrama. Dia orang Jakarta tapi kecilnya pernah tinggal di Perancis, bonjour1." Lina melambaikan tangannya seperti lambaiannya pada Gery ketika aku pertama kali melihatnya.

“Na, jomlo?” tanya pria berbibir sedikit tebal itu.

"Yang mana maksud lu? Kami berenam di sini. Empat di antara kami sudah punya pasangan. Tinggal Iris dan aku saja yang belum, hahaha." Lina tertawa dan beberapa lirikannya mengarah padaku.

Aku tersenyum begitu saja padahal di dalam jantungku berayun kencang. Oh, apa lagi ini angin berdesir mengisi paru-paruku?

"Nih kok jadi omongin orang sih? Sudah, sudah! Kamu sih, Rid, hahaha." Lina tertawa lagi, kini ke arah Farid.

Genap di pukul 04.00, Dini pun datang dan kami melanjutkan untuk mengerjakan tugas bersama. Kami memutuskan untuk membahas tentang bisnis batik keluargaku. Aku menceritakan detail bisnis batik tersebut, dari produksi hingga distribusi.

Tiba pada sesi presentasi di kelas esok harinya, kami pun mendapat jatah masing-masing untuk menjelaskan topik kami. Usai presentasi yang lancar, Lina tersenyum padaku sambil menggantungkan rambut lurusnya ke telinga kirinya. Dia bersalaman padaku yang duduk di sebelah kanannya, "Terima kasih ya. Aku suka dengan bidang batik-membatik."

Lihat selengkapnya