Hilang: dalam Mega Mendung

Ikhsannu Hakim
Chapter #23

Mega Mendung (2)

"Rehatlah dulu lima menit! Latihan hari Ahad ini khusus untukmu, Ikhwan. Saya teh menunggu ini sejak lama. Kamu ingat gerakan-gerakan yang saya ajarkan selama setahun ini? Ya, itu adalah jurus Kijang Kujang."

"Ini benar?" Aku melongo sambil menatap Mang Dadang.

"Ya, maaf saya tidak kasih tahu kamu dari awal. Tapi kamu sekarang ini saya rasa sudah menguasainya. Pegang ini!"

Aku diberinya replika kujang kembar. Rasanya sungguh di luar dugaanku. Aku kira selama itu hanya belajar jurus biasa, meski aku tahu bahwa gerakan-gerakannya berbeda dengan yang dilakukan murid lain. Aku tak menyangka saja bisa melakukannya. Padahal aku sudah ragu di awal ketika Mang Dadang menceritakan soal jurus itu.

"Nah, pakai ini!" pintanya dengan memberi pelindung badan berwarna biru. "Bukan Mamang yang jadi lawanmu. Tapi dia."

Gerak jari telunjuknya ke belakangku. Kutoleh. Apa!? Orang itu bukan saja aku tahu, namun aku kenal. Sangat kenal. "Badai!?"

"Teman lama, Bro!" Dia meraih tanganku untuk bersalaman, lalu dia menepuk pundakku. "Gue memang sudah lama latihan di sini. Hari terakhir latihan yaitu hari di saat gue temui lu di kampus."

Istirahat sudah selesai. Badai memakai pelindung merah. Kami pun saling menghadap di tengah lingkaran manusia-manusia berpakaian hitam. Mang Dadang mengangkat tangannya.

Dua bola mata Badai berfokus padaku. Begitu juga aku padanya. Kami sama-sama melakukan gerakan pembuka pada jurus Kijang Kujang dengan menggunakan replika kujang kembar di kedua tangan. Selangkah demi selangkah, ujung kaki kanan kami bertemu di tengah. Kedua pasang kujang kembar saling berhadapan. Mata kami saling menatap tajam.

Aku tangkis satu tendangan terlontar dari Badai menggunakan siku kiri dan mendorongnya. Lepas. Kami bersikap sempurna lagi dengan kedua kujang kembar di atas kepala. Aku angkat kaki kiriku, tangan kiri ke depan, dan tangan kanan ke samping telinga.

Kemudian aku menggelinding ke depan. Tanganku menyilang pada kakinya. Dia jatuh. Lalu kami sama-sama bersikap ‘kijang tanah’, posisi ketika badan merendah seperti sebelumnya. Selanjutnya kami berdiri dan saling serang menggunakan sepasang kujang kembar kami. Kujang bertemu kujang. Semua lepas.

Petunjuk bahwa duel kami selesai pun diberikan oleh Mang Dadang. Semua murid bertepuk tangan. Aku dan Badai berpelukan dan saling menepuk punggung. Lalu kami melepas pelukan dan berdiri berhadapan.

Lihat selengkapnya