LELAKI Tangguh, itu adalah nama yang kami berikan untuk putra kami yang sudah lahir. Tentu saja ada 'Sutomo' di belakang. Ya, entah mengapa aku ingin tetap menjaga nama keluarga yang sebetulnya masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, tidak terlalu mementingkan nama keluarga – kecuali keluarga keraton. Sehari setelah kelahiran, keluargaku juga keluarga istriku berkumpul di rumah kami; di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Eh iya, kami sudah pindah ke Jakarta seminggu setelah kejadian yang terjadi hampir setahun itu. Tentunya itu setelah aku selesai operasi dan perawatan medis.
Bagiku selain anugerah dari Allah aku bisa tetap hidup, istriku juga berperan dalam cepatnya kesembuhanku. Dia menemaniku setiap hari setelah perawatan medisnya selesai. Bahkan Sofyan dan Dini juga menjengukku. Tak kusangka, Dimas juga menjengukku dengan wajah masih bersisa lebam-lebam. Sayangnya, Sinta hanya datang sendiri karena Yayat belum juga ditemukan, begitu juga Gery.
"Ikhwan, kamu teh kalau ada bahaya jangan segan-segan hubungi Mamang ya!" pinta Mang Dadang saat menjengukku. Lalu diberinya aku sebuah kotak. Kotak itu berisi dua benda yang membuatku merasa belum pantas. Namun Mang Dadang terus mencoba memantapkanku bahwa aku pantas untuk menerima kujang kembar.
Hampir sepuluh bulan aku tidak mau berurusan dengan 'Temukan Yang Hilang' maupun penculikan anak lainnya. Aku minta Dimas untuk mengembalikan semua dana sisa dari donatur. Aplikasi dan website? Aku memberi tahu pengguna bahwa kami berhenti sementara, namun aku tak menyebutkan hingga kapan, meski tetap masih bisa dibuka dan dioperasikan. Namun aku juga menyebutkan harapan semoga mereka ditemukan. Habis, mau bagaimana lagi? Yayat lah yang mengerti semua.
Dan terkait Mario dan komplotannya, Badai memberitahuku saat dia menjengukku. Bukti-bukti para penculik itu sudah diamankan. Lantas kuceritakan padanya tentang ultimatum itu. Aku memutuskan untuk berhenti dari semuanya. Badai menepuk bahu kiriku dan memberi senyuman tanpa banyak kerutan sebelum pamit.
Akhirnya aku bisa fokus skripsi dan menemani istriku menyambut buah hati kami lahir ke dunia yang penuh tantangan ini. Istriku sempat terhenti skripsinya ketika hamil besar, sementara aku sudah terlebih dahulu seminar. Bahkan baru saja selesai sidang, aku dikabari bahwa istriku sudah mau melahirkan. Untung saja aku masih bisa menyemangatinya, lalu mengazani anak pertama kami itu.
"Ruang meeting hari ini di ruang manajer dan diajukan jadi jam 08.00, Wan." Dimas menginformasikan melalui Whatsapp. Ya, kami sekantor. Dimas yang lulus terlebih dahulu dan juga sudah wisuda menarikku menjadi rekan setimnya di perusahaan startup; tim marketing.
"Influencer adalah kunci." Manajer kami memulai dengan membahas kampanye yang bekerja sama dengan para influencer di berbagai media sosial. Aku ditugaskan untuk mengumpulkan akun-akun mereka dan menghubungi setiap manajer mereka. Setelah meeting selesai, aku meminta izin pada atasanku bahwa dua belas hari lagi aku akan wisuda dan tentunya ditambah cuti beberapa hari setelahnya. Dia menyetujui.
Setelah makan siang seusai salat jumat, aku telepon Bapak untuk memastikannya bisa datang. Selain itu, bisa aku siapkan berbagai kebutuhan orang tuaku nanti. Sayangnya teleponku tidak diangkat. Aku telepon Ibu, diterangkannya bahwa Bapak sedang ada penelitian dengan rekan-rekannya di Jogja.