AKU masih bersandar. Akhirnya selesai juga. Waktu masih bersisa beberapa menit. Kunikmati dengan berdiam. Menatap semua manusia di sekitarku; Farid, Lina, Dini, dan semua teman-teman kelasku. Tentunya tidak akan berlebihan karena takut pengawas mengira aku akan mencontek. Baiklah, kuletakkan lembar jawaban di bangku dan kutinggalkan ruangan bersama teman-temanku. Ujian Akhir Semester selesai.
Ketika UAS berlangsung, Badai tidak menghubungiku. Pria bertulang rahang tegas itu hanya memintaku untuk hati-hati dan menghubunginya jika ada hal buruk yang terjadi padaku. Dan tidak ada hal yang perlu bantuannya hingga selesai UAS, jadi tak ada alasan untuk menghubunginya.
UAS diakhiri liburan? Ya, umumnya begitu untuk mahasiswa usai UAS, ‘kan? Namun aku dan sebagian besar angkatanku tidak banyak berlibur karena kami bertugas sebagai panitia MPD/ MPF. Selain itu ya kegiatan rapat BEM atau kepanitiaan lain juga ada. Sebagian mahasiswa lain ada yang menjalani KKP (sejenis KKN) maupun PKL atau field trip secara sukarela. Sehingga mengisi waktu liburan di kampus tidaklah membosankan.
Sementara bagiku, mengisi waktu libur di kampus tidaklah itu saja. Ya, berlatih silat bersama Mang Dadang adalah hal yang tepat bagiku. Waktu lebih panjang dan bisa mendalami berbagai jenis gerakan dan jurus; kecuali jurus Kijang Kujang.
Entah ada apa Dimas menanyakan banyak tentang silat yang kuikuti, kemudian dia menyatakan keinginannya untuk ikut. Baiklah, kuajaknya ke tempat Mang Dadang. Lalu dia diperbolehkan ikut dan kami pun berangkat bersama di hari-hari berikutnya ketika kami tidak ada kegiatan di kampus.
Belum juga aku diberi kesempatan untuk sesi pertarungan, hanya latihan khusus bersama Mang Dadang menggunakan alat-alat seadanya seperti sapu, ikat pinggang, paralon, dan dua potong batang ketela pohon.
Empat benda itu tidak digunakan semuanya, hanya dua potong batang ketela pohon. Mang Dadang memintaku untuk memegang kedua potong batang di masing-masing tangan. Pria berdada bidang itu mengarahkan keduanya agar kuletakkan di depan dahi sedikit ke atas. Aku berkuda-kuda dengan sedikit membungkuk. Ha! Lalu posisi berubah. Dia meminta kaki kananku menekuk dan aku menghadap kaki kiriku yang lurus menyentuh tanah. Tangan kananku ditarik ke dekat telinga kanan, sedangkan tangan kiriku lurus ke depan searah pandanganku.
Namun aku masih berlanjut ke posisi lainnya. Mang Dadang mengarahkanku untuk masih menekukkan kaki kanan, lalu diangkat sehingga aku berdiri hanya dengan kaki kiri. Tangan kanan yang semula di dekat telinga, berayun ke depan dengan melingkar dahulu ke samping. Sementara tangan kiri kutarik ke atas kepala.
***
Aku di kamar sedang menggambar orderan dari teman di kampus untuk pacarnya, lalu Yayat menemuiku dan menyatakan bahwa website sudah jadi. Aku gembira atas hal itu, akhirnya. Aku cek keseluruhan dengan desain simpel; warna dasar biru, putih, dan hitam. Bagian awal diisi oleh deskripsi singkat dan dua tempat slide foto-foto; orang hilang dan pelaku kriminal. Setiap foto memiliki deskripsi lengkap beserta nomor yang bisa dihubungi. Bahkan untuk beberapa foto memiliki imbalan bagi yang menemukan. Foto-foto orang hilang kukumpulkan dari media massa serta dokumen terbuka dari kepolisian yang tentunya semua itu aku konfirmasi dahulu izin dari keluarga korban. Sementara foto atau gambar pelaku penculikan kutampilkan saja, asal sudah dipublikasikan oleh kepolisian.
Rencana lainnya tentu akan aku pikirkan lagi.
Namun tiba-tiba Dimas muncul. "Wan, memangnya orang akan tahu kalau ada situs ini?"
"Ya akan tahu dong, sekarang sudah ada Facebook, Twitter, aplikasi chatting, dan yang terbaru Instagram. Jadi kita bisa menginfokan tentang orang hilang itu melalui platform-platform ini," jawabku.
"Atasi yang enggak punya media sosial atau enggak follow kita bagaimana?" tanya Yayat.
"Masih ada seperti pasang poster..." Aku menghentikan jawabanku. Aku ingat akan sesuatu.
"Eh, bagaimana kalau begini, Wan? Oke pasang poster atau stikerlah, tapi dalam bentuk sesuatu dan berada di tempat umum. Misalnya yo, dalam bentuk botol-botol yang disebarkan di etalase minimarket. Kan orang jadi penasaran. Piye?" saran Dimas yang membuatku tercengang.
"Nah itu. Jadi ini yang anak ekonomi siapa sih? Dimas atau Ikhwan?" sahut Yayat.