HILANG DI BUNIAN

Shira Aldila
Chapter #9

Ujung Pelarian

   Ada kekuatan yang membangunkan mereka dari jeratan rasa takut. Mereka berempat berhamburan menghindari serbuan babi-babi. Mereka berlari menerobos hutan, melewati sisi kiri dan kanan pohon besar. Tanpa penerangan, mereka membiarkan langkah kaki mencari jalannya sendiri. 

   Berlari dan terus berlari.

   Derry memacu langkahnya cepat. Degup jantung memukul-mukul dadanya. Dia harus memacu tenaga agar babi-babi sialan itu tidak merenggut nyawanya. Dari kegelapan hutan, yang terdengar hanya bunyi semak-semak diterabas. Ranting-ranting berderak karena terinjak. Dan suara teriakan kepanikan dalam deru napas yang berantakan.

   LARI?! CEPAT?! 

   Entah siapa yang berteriak seperti itu. Derry tak mampu lagi mengenali suara-suara yang berteriak. Bahkan, suaranya sendiripun tidak bisa dia kendalikan. Dia terus berteriak. Lari ... lari … untuk dirinya atau siapapun yang mendengar.

   Mereka kelabakan dan berpencar-pencar 

   Tidak sedetikpun Derry melambatkan langkah. Suara deru gerombolan babi beringas itu memekak telinganya. Bunyinya terus mendekat. Terasa sejengkal dengan betisnya.      Berpacu di dalam gelap, membuat mereka berkali-kali terjerembab. Suara berdebum saat tubuh menghantam tanah. Kemudian kembali berkerisak, pertanda tubuh yang terjungkal itu berhasil berdiri dan melarikan diri. Memacu kecepatan langkah menembus batas kemampuan untuk menerobos semak-semak tinggi. 

   Setelah jauh berlari, Derry akhirnya merasakan senyap. Suara langkah kaki dan deru memburu dari babi-babi itu lenyap ditelan gelap. Derry menghentikan langkah, berdiri ditengah hutan, sendirian. Dia mengatur napas yang sudah sesak menyendak. Di dalam gelap itu, Derry hanya mendengar degup jantungnya sendiri. 

   Dia terpisah. 

   "Aji … Riko … Kak Wanda, Dimana kalian?!" Derry berteriak dengan suara parau. Tangisnya membuncah di dalam raung yang tertahan. Dengan gemetar dia menyapu pandangan ke sekeliling, mencari keberadaan teman-temannya. Dia terus berteriak, memanggil nama mereka. Tidak ada jawaban. Hanya terdengar desau angin yang mengirimkan pesan kematian.

   Derry berteriak lagi. Dia berjalan ke segala arah mengikuti kemana kakinya melangkah. Dan, dari dalam kegelapan. Lengkingan tawa mengerikan itu terdengar kembali.

   KIKIKIKIKIKIKIK

   Cekikian yang mengerikan itu di iringi deru langkah memburu. Babi-babi laknat itu datang lagi. Langkahnya terdengar menyerbu ke arah Derry. 

   ARRGHHH … 

   Derry terperanjat dan berteriak saat babi-babi itu menyeruak dari balik semak. Derry kembali berlari. Memacu langkah untuk mengulangi pelarian yg tak bertepi. Dia menoleh kebelakang, menghitung jarak tubuhnya dengan babi yang mengejarnya di belakang. Namun gelap menutup pemandangannya. Dia tidak mampu melihat, hanya bisa menyimak bunyi langkah menderu-deru menghantam tanah.

   Brukk … 

   Derry ambruk. Kakinya menungkai akar kayu. Saat ingin kembali berdiri, dia terjatuh lagi. Akar kayu itu melilit pergelangan kakinya . Derry melepaskan lilitan itu dengan terburu-buru. Tangannya gemetaran. Dia terus menatap ke arah di mana babi-babi itu akan muncul. Dan, saat kakinya masih terlilit, babi-babi itu sudah berada di depannya. Jarak mereka semakin sejengkal, namun tubuh Derry belum juga berhasil berdiri. 

   Dia panik.

   Tangannya tak lagi mampu melepas lilitan akar itu. Dalam linangan air mata, Derry bersiap-siap menemui hal terburuk di dalam hidupnya. Dia bergeming, tidak melakukan apa-apa lagi. Derry menutup matanya rapat, menunggu babi-babi beringas itu mencabik-cabik tubuhnya.        "Maafkan aku, Rick," desisnya sebelum maut menjemput.

Lihat selengkapnya