Riko terjaga di dalam kandang berjeruji kayu yang rapat. Tangannya terikat pada tiang kayu di tengah kandang. Deru napasnya tersengal, beriringan dengan degup jantung yang semakin tak karuan. Otaknya bekerja keras untuk memulihkan kesadaran.
Darahnya berdesir, di kala menghirup bau anyir. Aroma darah bercampur dengan bau busuk jeroan manusia. Samar, indra penciumannya mengendus bau masakan. Hidungnya sangat mengenali aroma masakan itu. Masakan yang sempat dia santap dengan lahap bersama Wanda. Bau khas rendang yang lezat.
Di dalam cahaya temaram, Riko mencoba mengenali tempat itu. Namun, tak satu jua informasi dikirimkan oleh otaknya yang pengar. Tubuhnya terus bergetar menahan rasa ketakutan yang menghujam. Tempat yang asing dan mencekam. Beberapa kali dia mengerjap untuk memperjelas pandangan, gelap tetap merajai penglihatan.
Laki-laki itu terperanjat, tubuhnya bergetar hebat, saat mendengar suara langkah kaki mendekat. Sebuah cahaya menelusuk dari celah pintu yang perlahan dibuka. Bunyi daun pintu berderit pilu. Riko gusar. Dia meraung dalam dekapan mulut yang tersumpal. Retinanya menatap nanar, mengeluarkan derai air mata yang menganak sungai. Namun tak jua mampu membasuh kengerian di hatinya.
Di depan pintu, tampak sesosok tubuh berdiri. Seorang pria bertubuh gempal bertelanjang dada. Tubuh besarnya berbalut kain berwarna cokelat usang melingkar di pinggang. Untaian kain yang disampir itu menjulur hingga ke paha. Wajahnya tidak terlihat dengan jelas, karena membelakangi sumber cahaya.
Riko semakin ketakutan saat si Pria gempal berjalan mendekat ke arahnya. Pria gempal itu membuka ikatan di tiang dengan kasar. Kemudian meringkuk, memamerkan seringaian yang mengerikan. Dia membuat simpul baru di tangan Riko. Setelah ikatan itu tersimpul kencang, dia meremas dan menjambak rambut Riko. Dia menyeretnya dengan kasar keluar kandang. Sesekali tubuh Riko terhuyung dan terjerembab. Si pria Gempal menarik rambutnya lagi agar Riko kembali berdiri tegak. Tubuhnya diseret kemudian dihempaskan ke lantai tanah di dalam sebuah gubuk tua yang dipenuhi kepulan asap.
Sesampai di dalam gubuk. Aroma masakan semakin tercium kuat, begitu juga dengan anyir bau darah. Kini, Riko dapat melihat dengan jelas sumber bau yang sedari tadi memenuhi rongga hidungnya. Tubuhnya melemah, dia membiarkan tubuhnya terkulai tak berdaya di lantai tanah. Si pria Gempal mengangkatnya lagi dan menyandarkan tubuh Riko ke tiang tengah gubuk dan mengikatnya di sana.
Dihadapannya, terpampang pemandangan yang melumpuhkan sendi kakinya. Dia melihat, jari jemari berserakan, lengan yang lepas dari tubuh, jeroan usus yang terburai, tungkai kaki yang sudah terbelah dua dan potongan kepala dengan mulut menganga. Matanya membelalak. Dia gemetaran saking ketakutan. Apakah sebentar lagi dia akan bernasib sama dengan tubuh yang telah dicincang itu? Riko bergidik ngeri. Ada cairan hangat merembes di celananya.
Dari balik asap yang mengepul. Riko melihat sesosok wanita tua berambut panjang berwarna putih kusam. Rambut kusut itu tergerai menutupi separoh wajah wanita tua itu. Wajahnya tidak dapat terlihat dengan jelas. Wanita tua itu membalas tatapan Riko penuh dendam. Seringainya memamerkan barisan giginya yang hitam. Wajah wanita tua itu tak kalah menyeramkan dibandingkan dengan si Pria Gempal yang kini sedang mengasah parang.
Wanita tua itu berjalan mendekat ke meja. Mengambil potongan-potongan daging, kemudian memasukannya ke dalam kuali. Bunyi didihan dari kuali terdengar menghilang, ketika potongan-potogan daging itu dimasukan. Tak lama, didihan itu kembali terdengar, letupan-letupannya mengeluarkan aroma yang begitu menggugah selera.
Setelah mengasah parang, Si Pria Gempal mendekati Riko yang terikat di tiang. Dengan kasar, tubuhnya diseret dan dibaringkan di atas meja jagal. Riko tidur telentang memandang kasau gubuk dengan nanar. Dia tak pernah menyangka akan menemui ajal dengan cara mengenaskan. Kini, tubuhnya tenggelam dalam genangan darah sisa pembantaian sebelumnya. Si pria bertubuh gempal mengangkat parang ke udara. Posisinya persis sejajar dengan batang leher Riko. Riko memejamkan mata. Mulutnya terkunci, ketakutan yang teramat sangat membuat mulutnya kelu untuk berteriak. Derai air mata yang mengalir tak terbendung lagi. Dia telah bersiap untuk mati.
Tiba-tiba, terdengar langkah kaki tergopoh-gopoh mendekat. Seorang pria tua datang ke gubuk.
"Cepatlah! Pesta akan dimulai."
Pria Gempal menghentikan aksinya. Parangnya dilempar sembarangan ke lantai. Dia bergegas menuju kuali. Bersama wanita tua, dia mengangkat kuali besar itu. Lelaki tua yang datang ke gubuk juga membantu mereka. Seperti tergesa-gesa, mereka pergi begitu saja meninggalkan Riko yang kini terpana di atas meja. Matanya membelalak. Degup jantungnya naik turun setelah merasakan kelegaan yang teramat sangat. Seketika, gubuk itu senyap. Dan Riko tak lagi dalam kondisi terikat.
***
Suara gaduh membangunkannya dari tidur yang panjang. Ada suara pria bercengkrama di luar kamar. Juga ada suara besi beradu dan suara tombak menembus sesuatu. Derry tersentak. Mencoba bangkit dari dipan kayu yang menjadi alas tidurnya. Derry tak lagi merasakan kaku dan ngilu. Tubuhnya terasa ringan. Saat membuka mata, dia menemukan gelap. Dia meraba sisi kiri dan kanan kamar. Tangan kirinya menyentuh dinding yang kesat. Seperti dinding yang terbuat dari anyaman bambu. Dia terus meraba-raba. Tangan kanannya tak sengaja menyentuh sesuatu sehingga menimbulkan riuh yang membuatnya terkejut karena ulahnya sendiri.