Hilangnya Sang Vokalis

Mizan Publishing
Chapter #3

Siapa?

Lagu dari headphone Rish terdengar sangat keras. Syifa hampir bisa mendengarkan setiap kata sang penyanyi.

“Heh, Rish!” seru Syifa keras. “Suaranya jangan keras-keras! Kupingmu bisa rusak!”

Rish masih terlarut dalam lagu rock yang sedang diputarnya. Suara Syifa tak terdengar sama sekali.

“RISH!” teriak Syifa.

Kini lebih keras. Rish masih tak mendengar.

“RISH!!!”

Kini, Syifa juga menepuk pundak Rish dengan keras agar sahabatnya ini sadar. Rish membuka headphone-nya, lalu bertanya tak acuh kepada Syifa, “Apa, sih?”

“Kupingmu bisa rusak kalau volumenya sebesar itu. Kecilkan!”

“Ah, enggak apa-apa, kok.”

“Rish! Kecilkan!”

Rish menghela napas, lalu mengecilkan volumenya. Dia memakai headphone itu kembali, mendengar lagu rock kegemarannya. Band favoritnya adalah My Chemical Romance.

“Rish, sedikit aja, deh, hargai aku. Kamu, kan, nyuruh aku ke sini karena kamu sendirian di rumah. Orangtuamu pergi. Kakak perempuanmu enggak asyik diajak ngobrol. Kakak laki-lakimu sedang kuliah. Aku sudah jauh-jauh ke sini, eh, kamu malah tak menghiraukanku.”

Rish melepaskan headphone-nya. Volume sudah dikecilkan, dia pun bisa mendengar suara Syifa.

“Iya,” kata Rish, “Ayo, ke kamarku saja. Di ruang tamu bising suara motor dan mobil yang lewat depan rumahku.”

Rish menarik pergelangan tangan Syifa mengajak ke kamarnya yang berada di sebelah ruang tamu. Kedua kakak Rish sangat penyendiri. Makanya, Rish meminta Syifa ke rumah agar ada teman ngobrol.

Kamar Rish paling besar, ada TV, meja belajar, tempat tidur, lemari, sekaligus kamar mandi. Dia anak bungsu.

“Rish, kamu tahu artis rock baru dari Indonesia?” tanya Syifa sambil duduk di tempat tidur, berusaha membuka topik pembicaraan. “Namanya Shane.”

“Aku enggak tahu,” jawab Rish sembari tiduran di sebelah Syifa. “Dan aku juga enggak tertarik.”

“Aku cuma mau ngasih tahu, kok. Kalau kamu tidak tertarik, ya, sudah.”

Rish mengangkat bahu.

Rish siswa kelas VI, dengan nama asli Trisha. Menurutnya, nama itu terlalu feminin, makanya dia ganti menjadi Rish. Dia juga tomboi. Beda dengan anak perempuan tomboi lainnya, Rish mempunyai rambut panjang sebahu warna hitam kecokelatan. Gayanya selalu gothic. Cita-citanya menjadi musisi. Sama seperti Syifa.

Syifa adalah cewek berpenampilan sederhana yang keras kepala, tapi ramah. Kata-katanya tidak pernah bisa diganggu-gugat. Rish seringkali mengalah. Syifa juga tahu sopan santun dan sangat disiplin. Sifat Rish yang cuek dan kadang tidak bertanggung jawab, sering ditegur Syifa. Itulah yang membuat kedua orangtua Rish menyukai Syifa. Bisa membuat Rish menjadi pribadi yang lebih baik.

Syifa menyalakan TV yang berada di tengah kamar Rish. Dia memilih channel lagu.

“AAA!” pekik Rish. “MCR, Syifa! Ini MCR!”

Lagu MCR yang berjudul Welcome to Black Parade sedang diputar. Channel lagu ini memang sering memutar lagu barat.

Rish langsung melesat menuju depan TV dan menikmati lagu tersebut. Syifa manyun dalam diam. Dia kurang suka lagu rock.

“Yaaah ... sudah selesaiii.” Rish kecewa.

Lagu baru mulai mengalun.

“Ih, video clip-nya jelek amat.” Rish berkomentar.

“RISH LIHAT!” Syifa memekik, sambil menepuk pundak Rish, “Ini lagu Shane!”

“Syif! Kan, aku sudah bilang tidak tertarik.”

“Kirain, kamu benar-benar suka semua lagu rock. Kakakku suka banget sama dia walaupun baru. Coba dulu, deh, dengerin, siapa tahu kamu suka!”

“Maksa amat, sih?” dengus Rish.

Kurang lebih empat menit, lagu itu selesai di putar. Syifa tersenyum. Menurutnya, Shane adalah satu-satunya artis rock yang dia suka dan vokalis terkeren sepanjang masa.

Lihat selengkapnya