“Rean, bisa pelan bawa motornya ‘kan, ini masih pagi buta?!!” Mentari berteriak mengalahkan bisingnya jalanan raya sembari mengeratkan pegangannya pada perut Rean yang tengah mengendarai motor bak orang kesetanan.
Rean tersenyum smirk tidak menghiraukan ucapan Mentari. Kedua matanya memicing fokus membelah jalanan yang tampak lebih sepi dari pagi biasanya. Lantas dia mengerem motornya secara mendadak menyebabkan benturan helm yang dipakainya dengan helm yang dipakai Mentari pun terjadi.
Mentari mengaduh merasakan pening di kepalanya. Perlahan tapi pasti emosinya terkumpul. “Lo bawa motor kayak orang kesetanan! Bahaya tahu!”
“Kalo lo enggak suka, turun!” dalih Rean tanpa menoleh menatap Mentari di belakangnya.
“Tap—“ Lantas Mentari berteriak tidak sempat melanjutkan ucapannya karena Rean kembali menjalankan motornya dengan kecepatan tinggi tanpa memberitahukannya. Untung saja ia tidak melepaskan pegangannya pada perut Rean.
***********
Mentari merasakan pening di kepalanya. Ia terdiam sejenak, rasanya sulit sekali untuk membuka helmnya. Namun, tiba-tiba tangan Rean bergerak membuka helm yang menutupi kepala Mentari. “Gak usah baper!”
Mentari hanya mendengkus kesal.
“Jaga konflik! Amankan orang-orang belum pada dateng?” Rean mulai melangkah pergi meninggalkan parkiran sekolah yang masih terlihat sepi.
“Gak waras lo! Gue belum sarapan!” sungut Mentari yang sudah dibuat geram. “Tau gini gue gak bakalan pernah suka sama lo!”
Entah Rean mendengarnya atau tidak, Mentari tidak peduli itu. Tetapi ia berpikir bahwa Rean mendengarnya karena masih berada di kawasan yang sama.
**********
“Nih sarapan buat lo.”
Mentari tentu saja dibuat terkejut dengan kehadiran Rean yang tiba-tiba. Dia juga menyimpan sebuah kotak makan di atas mejanya.
“Makan!” Lantas Rean bergegas pergi begitu saja ke luar dari ruangan kelas Mentari.
Dan perlakuan itu dilihat jelas oleh Raya dan Elza yang baru saja datang. Setelah akhirnya Rean ke luar dari ruangan kelas Raya dan Elza dengan segera menghampiri Mentari yang berada di bangkunya.
“Jelasin!” pinta Raya dan Elza secara bersamaan. Mereka seperti hendak menginterogasi.
Mentari membenarkan posisi duduknya, menatap kedua temannya seksama. “Gue tinggal sama mokapnya.”
“What?!” Raya dan Elza memekik secara bersamaan.