Pagi yang cukup berbeda dari pagi biasanya karena pagi ini Mentari berangkat pagi-pagi buta dengan bekal sekotak sandwich. Hawa dingin di pagi hari menusuk kulitnya di saat setelah keluar dari taxi yang mengantarnya ke sekolah. Bau udara pun terasa sejuk dihirup, tidak seperti pada siang hari.
Mentari tersenyum tipis melihat seorang satpam yang tengah membuka gerbang sekolah. Langkah kecilnya menyusuri jalanan yang ditutupi semen sampai akhirnya melewati gerbang sekolah dengan senyum ramah karena satpam penjaga menyambut kedatangannya.
Bertindak sebelum terlambat, batin Mentari yang berakhir menghembuskan napas kasar. Bagaimanapun juga Rean milik seseorang. Entah hatinya memilih siapa, nyaman bersama siapa, jatuh cinta kepada siapa, itu semua tidak bisa Mentari ketahui. Cukup lelah bertahan dengan keabu-abuan. Ya, itu tentang Langit Bintang Andrean.
Mentari memilih duduk di anak tangga yang menuju lobby sekolah. Ia memilih menikmati sarapannya di sana alih-alih di tempat yang lebih privasi.
Gue itu cinta sama lo, Rean. Pengen banget gue teriak kayak gitu. Cukup rumit memendam hal itu, seru Mentari dalam hatinya. Sekarang ia mulai sadar tentang perasaannya pada Rean berkat renungannya tadi malam. Malam panjang yang membuat perasaannya menerka-nerka apa cintanya terbalaskan? Dan ... sejak kapan ia jatuh cinta?
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Vina yang tengah bersiap untuk pulang mendapatkan pesan dari Maureen yang mengirimnya sebuah foto yang memperlihatkan Rean tengah memegang tangan Mentari, menuntunnya, di koridor sekolah. Di bawah foto itu terdapat pesan; Apa lo yakin meraka bener-bener sepupuan? Kayaknya lo salah besar. Bisa aja mereka menutupi hubungannya menggunakan kata sepupu. Coba aja lo buat Rean Memilih, siapa yang akan dia prioritaskan.
Vina mengepalkan satu tangannya kuat setelah membaca pesan yang Maureen kirim. Ia memang sudah mengetahui bahwa Mentari adalah anak dari teman tante Agni. Mereka tidak ada hubungan keluarga. Rean pernah menjelaskannya saat itu. Namun, isi pesan dari Maureen itu bermakna menantangnya.
Vina mengetikkan balasan pesan untuk Maureen; Gue bisa buktiin kalo kak Rean milih gue!
Vina tersenyum simpul setelahnya. Sekarang ia akan benar-benar berubah. Merubah diri agar bisa dihargai. Merubah diri agar tidak dipandang lemah oleh siapapun. Vina selalu teringat ucapan Rean yang berbunyi, "Semakin kamu takut, semakin dia berani. Please, Vin, jangan diem aja kalo dibully sama siapa pun, kamu harusnya nantangin dia aja. Ingat, Vin, tunjukkan sama orang yang bully kamu kalo kamu gak bisa terus digituin, kamu udah berubah, dan kamu sangat berani. Dan ingat, ikuti gaya lawan kamu, jangan terlihat lemah".
Di lain sisi Maureen tersenyum smirk Mendapati balasan yang menurutnya memuaskan. "Sekarang giliran Mentari," gumamnya.
"Kalo Mentari beneran bukan sepupunya Rean gimana?" tanya Tina yang sedari tadi berdiri di samping Maureen yang tengah terduduk di atas wastafel yang disediakan di toilet. Bisa dikatakan gadis itu tangan kanan Maureen. Dia selalu anut dengan ucapan Maureen.
Maureen terkekeh. "Mereka emang gak ada hubungan keluarga, gue tau tante Agni maupun suaminya anak semata wayang. Terus, gue juga pernah denger obrolan temen-temen Rean yang bilang kalo Mentari anak dari temen mokapnya."
Tina membulatkan kedua matanya. "Kenapa lo gak berusaha buat nyingkirin si Mentari? Gimana kalo misalkan si Mentari emang suka sama Rean? Atau lebih parahnya mereka emang pacaran!?"
"Masalah mereka pacaran gue gak peduli. Tapi gue pasti bisa nyingkirin si Mentari itu. Mentari bukan tipe cewek kayak si Vina, menyingkirkannya mungkin agak sulit. Jadi, sekarang gue mau bikin Vina cemburu dan senantiasa gue mau bekerjasama dengan si cupu itu," balas Maureen yang kemudian tersenyum devil.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
+62*****
Kalo lo mengira Rean cuma pura-pura suka sama Vina, tebakan lo bener. Because, Rean menyelamatkannya dari hal yang memalukan. Gak perlu tau gue siapa. Gue cuma mau ngasih tau apa yang lo pikirin selama ini.
Mentari mengerutkan keningnya membaca isi pesan dari nomor tidak dikenal. Seraya melangkahkan kakinya Mentari terus bertanya-tanya siapa anonim di balik pesan itu?
"Kenapa lo gak lakuin permintaan gue?!" Vina tiba-tiba berada di hadapan Mentari, entah sejak kapan. Terlihat wajah Vina yang menahan emosi. "Please, Tar, jaga jarak sama kak Rean!!"
Mentari mengerutkan keningnya. "Kalo gue gak bisa?"
Vina tersenyum remeh, menatap Mentari nyalang. "Lo tau 'kan apa artinya pacaran?! Dan lo juga tau 'kan bagaimana bersikap menghargai?! Gimanapun juga gue cemburu! Dan gue juga tau yang sebenarnya kalo lo gak punya ikatan apapun sama kak Rean, lo cuman orang asing yang dibuang sama orang tua lo!!!"
Ucapan terakhir Vina membuat Mentari diam terpaku. Tidak ada keadilan untuk perasaanya sekarang hanya karena seorang gadis di hadapannya. Hatinya berkecamuk, tapi raganya terlihat tenang. "Artinya pacaran itu adalah dua orang insan yang saling mencintai. Walaupun ada diantara mereka yang tidak benar-benar mencintai pacarnya, setting. Pacaran itu emang gampang, tapi jarang banget yang dilengkapi cinta yang sebenarnya diantar keduanya. Dan gue tau sikap menghargai. Menghargai ortu gue dan mokap kak Rean yang minta dia buat jagain gue, yang berarti ortu gue masih peduli sama gue. Buktinya mereka nitipin gue sama orang yang tepat. Dan wajar lo cemburu, karena lo saking cintanya sama kak Rean. Dan saking cintanya, lo sampai gak bisa mikir kalo orang yang lo cintai bener-bener cinta sama lo atau enggak!"