Dengan kakinya yang melangkah menyusuri taman sekolah, Mentari dihimpit pertanyaan siapa peran utama dan peran pengganti dalam cerita cinta bertepuk sebelah tangan ini? Mungkin, Mencintai Rean adalah satu hal kesalahan yang terjadi padanya.
"Lo mau jadi orang jahat? Munafik!"
Mentari terhenyak mendapati Maureen berkata demikian. Maureen berdiri tepat di hadapannya dengan jarak sekitar tiga meter.
"Lo suka sama Rean, sedangkan Rean pacaran sama Vina. Kalaupun Rean juga suka sama lo, bisa 'kan lo enggak jadi perusak hubungan orang!" ucap Maureen lagi dengan suaranya yang turun satu oktaf, nyaris seperti berbisik dengan penuh penekanan. "Kalo lo enggak ada, Vina sama Rean aman-aman aja. Rean juga bakalan belajar buat balas perasaan Vina. Gue tahu segalanya. Gue tahu hubungan gila antara lo, Rean, sama adik tiri lo itu!"
Mentari membisu dengan kedua tangannya yang mengepal kuat. Walaupun apa yang Maureen katakan adalah fakta, Mentari membencinya. Gak ada adik tiri dalam hidup gue. Gak akan pernah ada!
"Asal lo tahu, Mentari, Vina diem aja pas gue bully, karena dia takut gue membongkar kebusukan gue sendiri. Gue yang memprovokasi Adeline supaya putusin Rean. Gue juga yang membuat Adeline hamil." Maureen dengan tak berperasaan menyeringai. "Gue kasih tau tentang kebusukan gue sama Vina. Saking cintanya Vina sama Rean, dia rela dibully asalkan gue gak membersihkan nama baik Adeline. Sedangkan lo, lo berani mengambil Rean gitu aja?"
"Lo gak ada kaitannya sama gue," sanggah Mentari pada akhirnya.
"Jelas ada, Mentari!" Maureen dengan spontan mendorong tubuh Mentari dengan kasar. "Lo gak bisa dapetin Rean gitu aja sebelum gue merasakan kebahagiaan!!!"
"Maksud lo apa!? Gue gak ada hubungannya sama lo!!!" Mentari merasakan dadanya yang kembang-kempis. Barusan, ia baru saja marah. Bahkan kedua tangannya masih mengepal dengan kedua matanya yang jelas memancarkan amarah. "Hubungan gue sama Rean, itu gak ada sangkut-pautnya sama Vina ataupun kak Adeline sekali pun," ucapnya lagi dengan sedikit tenang.
"Gila!!!" Kontras Maureen mendaratkan sebuah tamparan di pipi mulus Mentari. "Gue yang mati-matian supaya Rean menderita sama hubungannya, tapi lo datang menghancurkan segalanya!!!"
Mentari terdiam seraya memegangi pipinya yang terasa perih. Dalam diamnya ia merenungi tentang rasa cinta yang Maureen miliki untuk Rean berubah menjadi sebuah kebencian. Apa suatu saat nanti gue akan sama kayak dia? Benci jadi cinta, cinta jadi benci.
"Gue benci karena gue gak dihargai. Gue benci!" Maureen mengerang. Lantas dalam hitungan detik Maureen berhasil menjambak rambut panjang Mentari. Pada akhirnya mereka saling menjambak.
"Kenapa lo berpikir gue suka sama dia!?" teriak Mentari dengan kesal.
"Gue akui lo sempurna, Mentari! Gue gak rela liat Rean bahagia setelah dia nolak gue mentah-mentah! Gue yang harusnya Rean pilih, bukan Adeline bangsat yang udah ambil semua kebahagiaan gue!"
Mentari yang mulai merasa kehabisan tenaga nyaris saja menyerah jika saja tidak mengingat betapa gilanya hubungan cinta dalam diam. "Lo gila, Maureen!" Mentari melampiaskan segala yang memenuhi pikirannya membuat tenaganya bertambah.
"Maureen!" Rean yang baru saja datang dengan cepat melerai kedua gadis yang dipenuhi emosi itu.
"Rean bangsat!!!" Maureen spontan beralih memukul-mukul dada bidang Rean dengan sekuat tenaganya. Sedangkan Rean hanya terdiam membiarkan apa yang Maureen lakukan.
Mengingat saat dulu hubungannya dengan Maureen baik-baik saja membuat Rean sedikit bernostalgia. Bagaimanapun juga Maureen dan Adeline selalu bersama-sama. Mereka berada dalam lingkup persahabatan yang erat, saling merangkul. Saat Rean mengungkapkan perasaannya pada Adeline pun, Maureen baik-baik saja. Bahkan Rean tidak menyangka Maureen memiliki perasaan padanya. Namun, seiring berjalannya waktu Maureen mulai memperlihatkan ketidaksukaan pada hubungannya dengan Adeline.
"Lo jahat, Rean sialan! Gue suka sama lo, tapi lo malah pilih Adeline!" Maureen merasa frustasi. Bahkan ia menitikkan air matanya.
"Lah, cewek gila!" Niko memekik sebelum akhirnya membantu Rayhan mengunci pergerakan Maureen.