HIMMEL [Pada Pertemuan Kedua]

halsa
Chapter #46

Selama Ini Apakah Kamu Baik-baik Saja?

Satu tahun kemudian ....

Kampus utama Imperial College yang berdiri di pusat kota London adalah kampus impian Mentari. Di sana, ia akan berusaha mengejar mimpinya sebagai seorang dokter. Dan kabarnya hari ini, Mentari salah seorang yang beruntung menjadi calon mahasiswi di kampus ini. Ia diterima di kampus impiannya membuat harinya terasa lebih berwarna dari hari-hari sebelumnya.

Hari-hariku sehampa ini ... kak Langit. Mentari merindukan sosok laki-laki itu, hampir di setiap waktu yang dimilikinya. Aku ngerasa bersalah banget.

"Traktir saya di kafe sebrang, karena kamu lulus," ucap Seorang laki-laki yang secara tiba-tiba merangkul pundak Mentari dari arah samping. Laki-laki itu lancar dalam berbahasa Indonesia, bahkan bahasa Indonesianya cukup bagus, walaupun terkadang bibirnya kesulitan menyebutkan beberapa kosa kata bahasa Indonesia.

"Enggak ya!" Mentari menepiskan tangan laki-laki itu yang melingkar di pundaknya.

"Ayolah Mentari. Itung-itung kamu sebagai satu-satunya teman saya yang berasal dari Indonesia." Laki-laki itu tersenyum jumawa. Laki-laki bule yang memiliki darah Indonesia dari ibunya. "Kamu juga tidak lupa bukan, saat kita berada di sekolah yang sama, kelas yang sama, cuma saya yang membantumu. I'm your only best friend."

"Davide, temen aku gak cuma kamu ya!" Mentari berkacak pinggang merasa geram dengan temannya itu. "Lagian kenapa harus aku yang traktir? Kamu sendiri juga lulus."

Davide terkekeh. "Oke, oke. Biar adil, kamu traktir saya, saya traktir kamu."

"At the moment I'm not in the mood to go to a cafe."

Davide terdiam sejenak, tampak berpikir keras. "Bagaimana jika kita mengelilingi kampus yang akan kita tempati?" Dia sekilas menoleh ke arah belakangnya, yang memperlihatkan megahnya bangun kampus utama Imperial College. "Very useful isn't it?"

Mentari menghela napas panjang. "Aku mau pergi ke Science Museum."

"Oke, saya ikut dengan kamu. Sepertinya bukan hal yang buruk berjalan-jalan di musim panas."

"Ngintil terus nih anak!" cetus Mentari dengan pelan.

"What?" Davide mendengarnya, tetapi tidak mengerti apa yang Mentari ucapkan.

Menteri terkekeh, membuang wajahnya ke lain arah. Saat pandangannya tertuju pada sesuatu di sebrang sana, ia menatap subjek yang tak jarang menghantui pikirannya. Kak Langit ... kamu tampak nyata. Bayangan Rean berdiri di trotoar dengan dibaluti style kasual yang biasa dikenakan laki-laki itu. Dari bagaimana wajahnya, gaya rambutnya, bahkan tinggi badannya, itu tampak benar-benar dia.

Mentari tersenyum getir. Aku rindu kamu. Bagaimana agar kamu pergi dalam ingatanku? Butuh waktu satu mimggu lagi, satu bulan, atau bahkan satu tahun, untuk bisa melupakan kamu?

"Kenapa anda tersenyum?" Davide merangkul pundak Mentari, membuat Mentari menatapnya.

"Apa kamu melihat seseorang di sebrang sana ...." Saat matanya kembali menatap trotoar di sebrang sana, sebuah bus melintas, menghalanginya. "Dia hanya sebuah bayangan."

******

Sepulangnya dari Science Museum, Mentari memutuskan untuk lebih lama berjalan-jalan seorang diri di sore ini, menyusuri indahnya South Kensington. Di tengah ramainya orang-orang berlalu-lalang, Mentari benar-benar merasakan kekosongan. Tuhan ... kapan ini akan berakhir?

Kaki jenjangnya yang dibaluti jeans berwarna denim tak merasa lelah menyusuri jalanan. Sampai di Kensington Gardens—taman luas dan merupakan bagian lanskap Eropa—tepat saat siang berganti malam, kedua kaki Mentari pada akhirnya tumbang di atas rerumputan. Rasanya banyak tenaga hari ini yang hilang dari tubuhnya yang lebih kurus dari biasanya. Kamu liat aku 'kan kak Langit? Hari ini entah kenapa, aku rindu kamu. Mentari menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Ia mulai menitikkan air matanya. Air mata yang menjadi saksi rasa rindunya kepada seseorang yang tak akan pernah kembali. Namun, hari ini rasa rindunya terasa berat.

Kamu baik-baik aja 'kan? Mentari menengadahkan kepalanya. Ribuan bintang yang membentang di atas gelapnya langit membuat siapa pun akan terpana melihatnya. Mentari tersenyum, membayangkan wajah Rean yang tengah tersenyum di atas sana. I miss you.

Lihat selengkapnya