"Eh, lo nanti pas sampe jangan ada ngomong sama Arin ya, Ay?"
Ayana mengerutkan kening. "Kenapa?"
Diana menarik napas pelan. Sebenarnya malas juga untuk menjelaskan. Tapi cewek di sampingnya ini itu orang yang cukup penasaran. Kalau belum mendapat jawaban yang memuaskan, pasti dia akan terus bertanya.
"Ya lo nanti bakal tahu pas sampe di kelas."
Ayana memutar bola mata. "Tinggal ngasih tahu aja susah amat, sih."
Diana menatap ainis. "Ya salah lo, kenapa kemarin gak masuk coba?"
Ayana berhenti. Tubuhnya berbalik, sepenuhnya menghadap Diana. Cewek itu berkacak pinggang dengan wajah garang, namun masih ada senyum di bibirnya.
"'Kan gue udah ngasih tahu kemarin, Na. Apa perlu gue jelasin, kalo kemarin gue sakit?"
Diana memutar bola mata. "Sakit mulu lo perasaan."
"Siapa sih, Na, yang mau sakit-sakitan mulu? Gue jelas gak mau. Tapi ya mau gimana lagi."
Diana diam, tak mau berdebat lagi. Yang ada nanti malah semakin runyam. Bisa-bisa, Ayana malah menjauhinya hanya karena masalah sepele ini.
"Ya udah iya, maaf. Udah, sekarang ayok ke kelas."
Diana menggandeng lengan Ayana. Mereka melangkah santai menuju kelas. Mengabaikan para siswa yang masih berkeliaran di koridor, nampak asyik berbincang.
"Eh, Ay. Udah sembuh?"
Ayana tersenyum pada Friska yang bertanya. Cewek itu tengah sibuk menghapus papan tulis. Hari selasa, jadwal piket cewek itu bersama dengan Rian dan Manda.
"Oke aja, gue mah."
Ayana melangkah menuju bangkunya. Tinggal beberapa langkah lagi, Manda mendekat dan berbisik pelan di sebelah telinga Ayana.
"Lo jangan ngomong sama Arin. Diemin dia, jangan peduliin dia."
Ayana melirik Arin yang duduk di bangkunya dengan kepala menunduk, fokus dengan buku LKS, yang nyatanya tidak terbuka. Matanya beralih pada Manda dengan alis terangkat.
"Kenapa emang?" tanya Ayana dengan berbisik juga.
Manda hanya menggerakkan matanya berkedip beberapa kali. Tapi masih belum Ayana pahami juga. Tapi cewek itu tetap menurut. Diam saja saat melewati Arin. Padahal, sebelum-sebelumnya, Ayana akan menyapa sebentar. Tapi kali ini, ia benar-benar mengabaikan Arin.
"Ada apa, sih? Kok gue gak tahu apa-apa?"
Setelah mengambil duduk dan meletakkan tasnya di atas meja, Ayana menoleh ke samping kiri, dimana bangku Ardita berada. Bertanya padanya.
Ardita mengangkat bahu. "Dia nyebelin."